Sejarah
Sejarah pembangunan kereta api
Aceh sangat unik, berbeda dari daerah lain. Perbedaan ini disebabkan tujuan
awal pembangunan kereta api dan siapa saja yang memanfaatkannya. Kereta api
Aceh mulanya dibangun sebagai sarana mengangkut peralatan militer dari
pelabuhan Ulee Lheue ke Kutaraja atau Banda Aceh. Dengan kata lain kereta api
dibangun untuk kepentingan perang daripada kepentingan ekonomi dan sosial.
Hingga pada akhirnya juga memberikan keuntungan ekonomi dan politik yang besar.
Pasca reformasi 1998, Presiden RI
saat itu, BJ Habibie mengeluarkan janji politik kepada masyarakat Aceh. Salah
satu janji itu adalah pembangunan kembali jalur kereta api. Pasca janji
tersebut, pada tahun 2002 dibuatlah Rencana Umum Pengembangan Kereta Api
Sumatera, yang merupakan hasil kesepakatan Gubernur se-Sumatera.
Program Perkeretaapian Aceh
merupakan bagian dari program Trans Sumatera Railway Development. Pembangunan
jalan kereta api Aceh dianggap solusi tepat saat ini dan juga di masa depan, di
mana angkutan kereta api ini bersifat massal, murah, aman dan efektif.
Pembangunan kembali jaringan pelayanan kereta api Aceh diyakini memberikan
dampak positif bagi masyarakat.
Pelayanan tersebut akan semakin
membuka dan menghubungkan kota Banda Aceh, Sigli, Lhokseumawe, Langsa,
Besitang, Medan-Belawan, Medan-Tebing Tinggi, Pematang Siantar-Rantau Perapat.
Lintas jaringan tersebut juga nantinya akan terhubung dengan jaringan baru yang
menghubungkan kota-kota di provinsi Riau, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan,
Bengkulu dan Lampung dalam satu kesatuan sistem Trans Sumatera Railway.
Trayek Kereta Api
Pada tahun 1930 kereta api yang
ada di Aceh beroperasi dengan titik pemberangkatan dari kota Medan dan biasanya
dimulai pada pagi hari., kereta akan berjalan ke arah utara melalui tempat
pengilangan minyak BPM (Bataafsche Petroleum Maatschappij) Pangkalan Brandan.
Di perbatasan Aceh, yaitu di Besitang, jenis kereta api diganti dari kereta api
DSM dengan kereta api Aceh Atjeh Tram yang mempunyai jalur lebih sempit dan
gerbong lebih kecil. Perjalanan hingga Langsa melalui daerah-daerah perkebunan
karet. Pemandangan kampung-kampung dengan pohon-pohon kelapa dan pisang, rumpun
bambu yang rimbun dan persawahan menjadi hiburan tersendiri bagi pengguna
kereta api.
Di sepanjang perjalanan banyak
dijumpai stasion-stasion kecil. Pada pukul 18.00 sore kereta api sampai di
Lhokseumawe, selanjutnya keesokan harinya pada pukul 13.00 siang tiba di
stasion Sigli. Di Padang Tiji kereta api berhenti selama + 10 menit untuk ganti
lokomotif yang lebih kuat, sebab jalan mulai menanjak melalui batas air antara
gunung Seulawah Agam dan gunung Seulawah Inong yaitu melewati krueng Empat
Puluh Empat. Pukul 15.00 kereta api berangkat dari Seulimum melalui Indrapuri
menuju Lambaro, di Lambaro kondektur kembali memeriksa karcis penumpang. Pada
pukul 18.00 sore kereta api baru tiba di stasion Kutaradja. Jadi perjalanan
dengan memakai kereta api untuk lintas Medan – Kutaradja memakan waktu selama 2
hari!
Pemberhentian terakhir Atjeh Tram
melalui sebuah tanggal kecil yang berujung dekat jembatan kereta api yang
terbentang di atas kuala, muara Krueng Aceh. Tempat itu berada dekat hutan
bakau. Di tempat itu sekarang sudah berdiri dengan kokoh pertokoan Barata
Department Store. Jadi, dengan kehadiran kereta api yang diramalkan akan segera
beroperasi di Aceh, diharapakan suasana perjalanan seperti tempoe doeloe yang
menyenangkan terhidang di depan mata.
Pembangunan Kereta Api Aceh
Tahun 1874
Pada tanggal 26 Juni 1874
Gubernur Aceh dan daerah taklukannya memerintahkan untuk menghubungkan tempat
demarkasi pelabuhan Ulee Lheue dan Kutaraja dengan rel kereta api sepanjang 5
km dengan lebar spoor (rel) 1,067 m
Tahun 1876
Tanggal 12 Agustus 1876 jalan
kereta api Ulee Lheue resmi dibuka untuk umum dengan menghabiskan biaya 540.000
golden.
Tahun 1885
Jalur kereta api diteruskan
hingga Gle Kameng-Indrapuri, namun hanya mampu mencapai Lambaro dengan alasan
keamanan. Lebar spoor dikurangi menjadi 0,75 m dengan panjang 16 km.
Tahun 1886
Dibuka jalur dari Kutaraja -
Lamnyong, sebuah jalur dari Tongah ke Pekan Kr. Cut dan rumah sakit militer
Pante Pirak. Jalur ini digunakan untuk membawa orang luka dan sakit dari pos
militer ke luar Aceh.
Tahun 1898
Bulan Januari 1898 jalur kereta
api diperpanjang hingga mencapai Seulimuem sepanjang 18 km dan dimanfaatkan
untuk lalu lintas umum.
Tahun 1900
Gubernur Van Heutzs merencanakan
perluasan jalur kereta api Seulimuem-Sigli-Lhokseumawe. Biaya ditaksir untuk
membangun jalur ini sebesar 3 juta golden, biaya terbesar untuk membuat
lintasan di pegunungan yang sangat berat.
Tahun 1903
Tanggal 15 September 1903 jalur
Beureneuen - Lameulo sepanjang 5 km siap dikerjakan dan dibuka untuk umum.
Tahun 1912
Pertemuan jalur kereta api
lintasan Deli Pangkalan Berandan - Aceh dimulai. Jalur kereta api Langsa -
Kuala Simpang resmi dibuka untuk umum
Tahun 1919
Tanggal 29 Desember 1919
Persambungan kereta api Deli Spoorweg Maatschappij dengan lintas Aceh
diresmikan pemakaiannya. Total panjang jalur kereta api Aceh 450 km dengan
total biaya 23 juta Golden.
Tahun 1982
Banda Aceh resmi sudah tidak
memiliki hubungan kereta api lagi. Hal ini dikarenakan tidak mampu bersaing
dengan sarana transportasi jalan raya yang sudah semakin baik dan onderdil yang
semakin sulit dicari.
[Sumber]
0 komentar:
Post a Comment