TIDAK ada yang menyangkal bahwa Aceh adalah sebuah magnet bagi dunia.
Karenanya, usai menjajah Aceh dan mengakui kedaulatan Aceh, Belanda
masih juga ‘mematai-matai’ Aceh. Negeri Kincir Angin ini kemudian
membangun “Atjeh Institute” di negerinya. Di sanalah dokumen-dokumen
tentang Aceh diselematkan.
Belanda semakin yakin bahwa Aceh punya keunikan tersendiri yang mesti
dijaga, diwariskan, dan dilestarikan. Belanda berbangga hati saat
diplomat Aceh berkunjung ke Belanda. Menurut sahibul kisah, diplomat
Aceh merupakan diplomat pertama dari Asia yang menjalin hubungan kerja
sama dengan Kerajaan Belanda kala itu.
Namanya Abdul Hamid. Ia diutus ke Belanda pada Agustus 1962.
Kedatangan diplomat Aceh itu ke Belanda juga atas permintaan Belanda.
Kala itu, Pangeran Maurits, pendiri Dinasti Orange, mengirim surat kerja
sama pada kerajaan Aceh. Abdul Hamid dipercaya oleh Aceh sebagai
pimpinan rombongan.
Dalam kunjungan tersebut, Abdul Hamid jatuh sakit. Ia tidak sempat kembali lagi ke nanggroe.
Abdul Hamid meninggal di Belanda pada 9 Agustus tahun itu juga.
Makamnya ada di pekarangan gereja St. Pieter di Middelburg, Zeeland.
Prosesi pemakaman Abdul Hamid dilakukan besar-besaran. Namun, karena
Belanda tidak paham pemakaman secara Islam, Abdul Hamid dimakamkan
dengan cara Nasrani. Di pemakaman tersebut terdapat sebuah prasasti yang
diresmikan oleh Pangeran Bernhard, suami Ratu Juliana.
Oleh Herman
RN
Kru Adjir Vikink
0 komentar:
Post a Comment