BANDA ACEH - Suasana di kawasan
Conservation Response Unit (CRU) di Desa Ie Jeureungeh, Kecamatan
Sampoiniet, Kabupaten Aceh Jaya, terlihat ramai dari biasanya. Seekor
gajah betina (Elephas Maximus Sumatranus) yang merupakan
anggota patroli hutan melahirkan seekor bayi betina pada Selasa dini
hari (18/9/2012). Bayi betina yang belum diberi nama ini terlahir sehat
dan memiliki berat badan sekitar 70 kilogram dengan tinggi badan 80 cm.
Kelahiran
bayi gajah ini sedikit lebih awal dari jadwal yang diperhitungkan
dengan usia kehamilan sekitar 44 minggu. Field Manager Fauna Flora
international (FFI) Wahdi Azmi mengatakan, gajah yang melahirkan
tersebut bernama Suci (20), yang merupakan salah satu gajah jinak
anggota patrol di kawasan tersebut.
"Petugas memprediksi Suci akan
melahirkan sebulan yang akan datang, namun ternyata Suci melahirkan
pada waktu yang di luar dugaan, dan tanpa memberikan tanda-tanda
sebelumnya," ujar Wahdi.
Anak gajah yang lahir ini merupakan hasil
perkawinan Suci dengan gajah jantan liar yang hidup di kawasan hutan
sekitar camp CRU. "Saat itu tiba-tiba seekor gajah liar berhasil masuk
ke lokasi CRU dan langsung menuju ke arah Suci, dan kemudian perkawinan
pun terjadi, tapi para mahout lalu mengusir gajah liar tersebut, karena
dikhawatirkan akan melukai gajah jinak yang ada," kata Wahdi.
Hanafiah,
sang mahout (pawang) mengaku senang dengan hadirnya bayi gajah di
lingkungan CRU. Sebulan sebelum melahirkan, sebut Hanafiah, Suci sempat
berkelakuan sangat manja sehingga perlu perhatian yang ekstra.
"Saat
ini kondisi Suci sangat baik, bahkan sang bayi pun langsung menyusu
kepada induknya, keduanya kini di bawah pengawasan dokter hewan yang
bertugas di CRU," ujar Hanafiah.
Kini kompleks CRU memiliki enam
ekor gajah, termasuk bayi gajah betina yang belum diberi nama tersebut.
Lima gajah lainnya adalah Suci, Ida, Azis, Winggo dan Sena. Kelima gajah
ini adalah gajah jinak yang merupakan anggota patrol gajah.
CRU
adalah sebuah program kolaborasi antara Balai Konservasi Sumber Daya
Alam (BKSDA), Dinas Kehutanan Kabupaten Aceh Jaya dan Fauna & Flora
International (FFI) serta lembaga lokal Community Ranger.
Program
ini bertujuan untuk membangun mekanisme pengamanan hutan berbasis
masyarakat dan melakukan mitigasi konflik antara masyarakat dan satwa
liar; melakukan program penyadartahuan serta mengembangkan mata
pencaharian masyarakat yang sejalan dengan kaidah konservasi sumberdaya
alam. Saat ini tercatat hanya 500-an gajah Sumatera hidup di kawasan
hutan-hutan di Aceh.
Sumber : Kompas
0 komentar:
Post a Comment