MEULABOH - Dari enam paket proyek yang ditinjau Wakil Gubernur (Wagub) Aceh, Muzakir Manaf dalam kunjungan hari pertamanya, Jumat (12/10/2012), sebagiannya berpotensi tidak selesai hingga pertengahan Desember mendatang. Tiga proyek tersebut terletak di Aceh Jaya, dua di Aceh Barat, dan satu di Nagan Raya.
Mengenakan celana jins dan kemeja lengan pendek, Muzakir didampingi Kepala Percepatan Pengendalian Kegiatan (P2K) APBA dr Taqwallah MKes dan Kepala Inspektorat Aceh, Syarifuddin SH.
Ikut juga dalam rombongan ini sejumlah kepala dinas yang membawahi langsung proyek yang ditinjau. Antara lain, Kadis BMCK Aceh Ir Rizal Aswandi, Kepala Dinas Perhubungan Komunikasi, Informasi, dan Telematika Aceh, Prof Yuwaldi Away, dan Kepala Dinas Pengairan Aceh, Ir Eko Purwadi. Dalam kunker Wagub Aceh yang kali pertama ini, diikutsertakan sepuluh orang wartawan dari media elektronik dan cetak, termasuk dari Serambi Indonesia.
Jembatan gantung di atas Krueng Tunong, Aceh Jaya, adalah proyek pertama yang ditinjau Muzakir Manaf. Jembatan yang menghubungkan antardesa ini dibangun dengan anggaran Rp 2,49 miliar.
Saat rombongan Wagub ke lokasi, tidak ada seorang tukang pun yang bekerja. Yang tampak hanyalah konsultan pengawas dan rekanan yang memang sudah diberitahukan jauh-jauh hari.
Wagub Muzakir Manaf kemudian memegang pangkal (abudment) jembatan yang baru selesai di satu sisi. “Ek kong nyoe (kuat nggak ini?),” kata Muzakir yang mendapat anggukan sang rekanan. “Bisa selesai nggak ini,” lanjut Muzakir. Ia juga mempertanyakan mengapa nilai proyek tidak tertulis pada papan plang proyek.
Namun, seorang pria langsung mendekati Muzakir dengan berbisik. Tak terdengar apa yang dibisikkan, tiba-tiba Muzakir pergi meninggalkan lokasi itu.
Proyek kedua yang ditinjau kemarin adalah Pelabuhan Lhok Kruet. Pelabuhan ini dibuat untuk memasok logistik ke Pulau Raya sekaligus pelabuhan perikanan nelayan setempat. Sempat dianggarkan tahun 2009, tapi baru mulai dikerjakan lagi tahun 2012. Total anggaran yang diplotkan Rp 7,3 miliar, yakni tahun 2009 Rp 4 miliar dan tahun 2012 Rp 3,3 miliar. Namun, kualitas proyek ini dipertanyakan. Misalnya besi. Behel untuk balok dipasang yang ukuran 6 mm, padahal dikontraknya tercantum ukuran 7 mm.
“Cornya juga kurang berkualitas, untuk pelabuhan sangat rendah ini kualitasnya,” kata Syarifuddin, Kepala Inspektorat Aceh.
Kata Syarifuddin, kalau pengeboran kurang tebal, enam bulan sudah berkarat. Konsultan termangu-mangu mendengar paparan Syarifuddin. Saat ditanya berapa jarak pasang antarbesi, konsultannya diam. Saat ditanya soal spek yang tak sesuai, Syarifuddin berharap rekanan memperbaikinya.
Menurut Kepala Dinas Perhubungan Komunikasi, Informasi, dan Telematika Aceh, Prof Yuwaldi Away, pelabuhan ini ditargetkan bisa dipakai tahun ini. Namun, beberapa anggota rombongan meyakini takkan selesai. Lagi pula tak tampak para pekerja saat ditinjau.
Berikutnya Wagub dan rombongan meninjau tanggul sungai Kuala Meurisi, masih di Aceh Jaya. Tanggul sepanjang 124 meter ini juga dikritik tajam. Dibangun dengan anggaran Rp 1,71 miliar, proyek ini dibuat untuk menata kota. Wagub bersama Kepala Inspektorat Aceh menilai proyek ini sesungguhnya kurang prioritas. “Tak ada abrasi kan di sini? Untuk apa proyek ini,” kata Syarifuddin begitu turun dari mobil. “Mengapa tak dialokasikan untuk irigasi saja? Proyek begini ada manfaatnya, tapi masih ada yang lebih prioritas,” kata Syarifuddin kepada Bupati Aceh Jaya, Ir Azhar Abdurrahman.
“Untuk irigasi juga ada proyeknya, Pak,” balas Azhar. Syarifuddin dan Azhar Abdurrahman kemudian saling berargumentasi. Wagub tampak mengiyakan Syarifuddin. “Perdebatan” terhenti setelah Taqwallah mengajak pergi. “Ayo, jangan buang-buang waktu dengan proyek kecil ini,” kata Taqwallah.
Sesuai dengan kontrak, hanya 14 hari lagi waktu diberikan untuk menuntaskan proyek ini. Eko Purwadi minta alat berat ditambah, sehingga bisa selesai tepat waktu.
Yang paling bermasalah adalah pembangunan rumah untuk warga trans di Lango, Nagan Raya, dengan anggaran Rp 3,88 miliar. Taqwallah mengatakan, proyek yang diawasi langsung Dinas Tenaga Kerja Aceh ini banyak kesulitan dalam pengerjaannya, mulai dari lokasi yang terisolir hingga gangguan keamanan. Potensi tak selesai tepat waktu pun besar. Sejatinya, rekanan berbagai proyek di atas sudah diingatkan jauh-jauh hari. “Kebanyakan yang ditinjau memang yang berstatus merah,” kata Taqwallah.
Mengenakan celana jins dan kemeja lengan pendek, Muzakir didampingi Kepala Percepatan Pengendalian Kegiatan (P2K) APBA dr Taqwallah MKes dan Kepala Inspektorat Aceh, Syarifuddin SH.
Ikut juga dalam rombongan ini sejumlah kepala dinas yang membawahi langsung proyek yang ditinjau. Antara lain, Kadis BMCK Aceh Ir Rizal Aswandi, Kepala Dinas Perhubungan Komunikasi, Informasi, dan Telematika Aceh, Prof Yuwaldi Away, dan Kepala Dinas Pengairan Aceh, Ir Eko Purwadi. Dalam kunker Wagub Aceh yang kali pertama ini, diikutsertakan sepuluh orang wartawan dari media elektronik dan cetak, termasuk dari Serambi Indonesia.
Jembatan gantung di atas Krueng Tunong, Aceh Jaya, adalah proyek pertama yang ditinjau Muzakir Manaf. Jembatan yang menghubungkan antardesa ini dibangun dengan anggaran Rp 2,49 miliar.
Saat rombongan Wagub ke lokasi, tidak ada seorang tukang pun yang bekerja. Yang tampak hanyalah konsultan pengawas dan rekanan yang memang sudah diberitahukan jauh-jauh hari.
Wagub Muzakir Manaf kemudian memegang pangkal (abudment) jembatan yang baru selesai di satu sisi. “Ek kong nyoe (kuat nggak ini?),” kata Muzakir yang mendapat anggukan sang rekanan. “Bisa selesai nggak ini,” lanjut Muzakir. Ia juga mempertanyakan mengapa nilai proyek tidak tertulis pada papan plang proyek.
Namun, seorang pria langsung mendekati Muzakir dengan berbisik. Tak terdengar apa yang dibisikkan, tiba-tiba Muzakir pergi meninggalkan lokasi itu.
Proyek kedua yang ditinjau kemarin adalah Pelabuhan Lhok Kruet. Pelabuhan ini dibuat untuk memasok logistik ke Pulau Raya sekaligus pelabuhan perikanan nelayan setempat. Sempat dianggarkan tahun 2009, tapi baru mulai dikerjakan lagi tahun 2012. Total anggaran yang diplotkan Rp 7,3 miliar, yakni tahun 2009 Rp 4 miliar dan tahun 2012 Rp 3,3 miliar. Namun, kualitas proyek ini dipertanyakan. Misalnya besi. Behel untuk balok dipasang yang ukuran 6 mm, padahal dikontraknya tercantum ukuran 7 mm.
“Cornya juga kurang berkualitas, untuk pelabuhan sangat rendah ini kualitasnya,” kata Syarifuddin, Kepala Inspektorat Aceh.
Kata Syarifuddin, kalau pengeboran kurang tebal, enam bulan sudah berkarat. Konsultan termangu-mangu mendengar paparan Syarifuddin. Saat ditanya berapa jarak pasang antarbesi, konsultannya diam. Saat ditanya soal spek yang tak sesuai, Syarifuddin berharap rekanan memperbaikinya.
Menurut Kepala Dinas Perhubungan Komunikasi, Informasi, dan Telematika Aceh, Prof Yuwaldi Away, pelabuhan ini ditargetkan bisa dipakai tahun ini. Namun, beberapa anggota rombongan meyakini takkan selesai. Lagi pula tak tampak para pekerja saat ditinjau.
Berikutnya Wagub dan rombongan meninjau tanggul sungai Kuala Meurisi, masih di Aceh Jaya. Tanggul sepanjang 124 meter ini juga dikritik tajam. Dibangun dengan anggaran Rp 1,71 miliar, proyek ini dibuat untuk menata kota. Wagub bersama Kepala Inspektorat Aceh menilai proyek ini sesungguhnya kurang prioritas. “Tak ada abrasi kan di sini? Untuk apa proyek ini,” kata Syarifuddin begitu turun dari mobil. “Mengapa tak dialokasikan untuk irigasi saja? Proyek begini ada manfaatnya, tapi masih ada yang lebih prioritas,” kata Syarifuddin kepada Bupati Aceh Jaya, Ir Azhar Abdurrahman.
“Untuk irigasi juga ada proyeknya, Pak,” balas Azhar. Syarifuddin dan Azhar Abdurrahman kemudian saling berargumentasi. Wagub tampak mengiyakan Syarifuddin. “Perdebatan” terhenti setelah Taqwallah mengajak pergi. “Ayo, jangan buang-buang waktu dengan proyek kecil ini,” kata Taqwallah.
Sesuai dengan kontrak, hanya 14 hari lagi waktu diberikan untuk menuntaskan proyek ini. Eko Purwadi minta alat berat ditambah, sehingga bisa selesai tepat waktu.
Yang paling bermasalah adalah pembangunan rumah untuk warga trans di Lango, Nagan Raya, dengan anggaran Rp 3,88 miliar. Taqwallah mengatakan, proyek yang diawasi langsung Dinas Tenaga Kerja Aceh ini banyak kesulitan dalam pengerjaannya, mulai dari lokasi yang terisolir hingga gangguan keamanan. Potensi tak selesai tepat waktu pun besar. Sejatinya, rekanan berbagai proyek di atas sudah diingatkan jauh-jauh hari. “Kebanyakan yang ditinjau memang yang berstatus merah,” kata Taqwallah.
0 komentar:
Post a Comment