Bagi
anda pengagum sejarah Aceh tempo dulu, situs-situs yang mewartakan
kehebatan Aceh di masa dahulu merupakan tempat yang masuk kategori wajib
untuk dikunjungi. Sebab dengan demikian, rasa cinta terhadap sejarah
akan semakin kental saja, bila sudah melihat “produk budaya” itu dari
dekat.
Bukan
hanya itu, melalui objek wisata yang mengandung nilai sejarah, setiap
orang bisa melihat ke masa lalu, bahwa peradaban Aceh sudah sedemikian
gilang-gemilang. Bagi publik Aceh sendiri, hal tersebut tentunya menjadi
semacam pembangkit semangat untuk mengatakan bila bangsa yang mendiami
ujung Sumatera ini, punya marwah yang tinggi sejak masa lampau.
Nah apa
saja objek wisata atau situs sejarah yang mampu membangkitkan “maruah”
bangsa itu? The Globe Journal sejak Senin- Selasa (8-9/10) telah
merangkum delapan situs sejarah Aceh yang wajib dikunjungi oleh siapapun
yang menginjakkan kakinya di negeri Iskandar Muda ini. Berikut
laporannya
Pinto Khop
Pinto
Khop ini merupakan pintu penghubung antara Istana raja dan taman Putroe
Phang. Pintu ini berbentuk kubah, selain berfungsi sebagai pintu
penghubung, juga berfungsi sebagai tempat beristirahat Putroe Phang yang
merupakan istri Sultan Iskandar Muda. Biasanya sang permaisuri akan
beristirahat di sini setelah merasa lelah berenang di kolam yang
dibangun di tempat itu . Bangunan ini dibuat oleh Raja Aceh Sultan
Iskandar Muda untuk sang permaisurinya Putro Phang, yang sebelumnya
merupakan istri raja Pahang. Namun karena sebuah peristiwa politik,
perempuan yang cantik jelita itu diberikan kepada Iskandar Muda.
Letak
bangunan ini di Sukaramai, Kecamatan Baiturrahman. Kota Banda Aceh.
Lokasinya masih satu komplek dengan Gunongan yaitu di taman Putroe Phang
(di masa Iskandar Muda disebut taman Gairah atau taman sari).
Gunongan
Gunongan
merupakan sebuah simbol rasa cinta Iskandar Muda kepada putri Kamaliah
(Putro Phang). Sebab sang permaisuri sering dilanda rindu akan kampung
halamannya Negeri Pahang (Malaysia sekarang). Untuk mengobati rindu itu,
Sultan kemudian membangun gunung kecil sebagai maket dari pegunungan
yang mengelilingi istana Negeri Pahang.
Gunongan
terletak di komplek taman Ghairah atau yang sekarang dikenal dengan
Taman Putroe Phang. Dulunya komplek ini merupakan bagian dari Istana Darul al-Dunya.
Di
sebelah kanan Gunongan, terdapat sebuah sungai yang bernama Krueng
Daroy. Sungai ini sengaja dibuat oleh Iskandar Muda untuk mengalirkan
air dari Mata Ie ke Krueng Aceh, melewati kompleks istana Sultan (aliran
sungai Krueng Daroy bisa dilihat mengalir di sisi Meuligoe Gubernur
Aceh)
Dengan
air Krueng Daroy inilah, Putroe Phang sering mandi di kompleks Gunongan.
Sebab, selain bangunan berbentuk gunung, Iskandar Muda juga membangun
tempat pemandian bagi permaisuri.
Gunongan
ini berukuran tinggi 9,5 meter bila di tilik dengan teliti merupakan
bangunan gunung-gunungan yang menyerupai bunga dan dibangun dalam tiga
tingkat. Bentuknya yang eksotis semakin menerangkan bila cinta Iskandar
Muda kepada Putri Kamaliah begitu mengharu biru dan dalam.
Kerkoff Peucut
Kerkoff
dalam bahasa Belanda berarti halaman gereja atau kuburan. Kerkoff yang
ada di Aceh ini sejatinya adalah kuburan prajurit Belanda dari berbagai
jenjang pangkat dan satuan militer yang beragam. Jumlah secara
keseluruhan pusara itu adalah sebanyak lebih kurang 2.200 nama.
Pintu
gerbang Kerkoff dibangun pada tahun 1893 Masehi. Pada dindingnya dipahat
nama-nama pasukan Belanda yang tewas dari berbagai medan perang di
Aceh. Seperti dari medan laga Samalanga, Gedong, Sigli, dan berbagai
tempat lainnya di Aceh. Nama-nama pasukan itupun mulai dari nama Belanda
sampai Jawa, Batak, Ambon dll. Namun dominannya mereka yang berasal
dari Eropa.
Kerkoff
merupakan bukti sejarah bila perlawanan rakyat Aceh terhadap penjajah
Hindia Belanda yang berpusat di Batavia begitu gigih. Belanda mengakui
sendiri bila perang melawan Aceh merupakan pengalaman paling buruk bagi
pasukan tempur negeri penjajah itu. Kepahitan itu melebihi perang yang
mereka lakukan ketika melawan Napoleon.
Di
komplek makam juga terdapat makam Meurah Popok, yautu putra tunggal
Sultan iskandar Muda, yang dijatuhi hukuman pancung karena dituduh
berzina.
Pemberian
nama Kerkoff Peucut juga berhubungan dengan sang putra mahkota. Banyak
hal menarik yang bisa dipelajari di komplek makam ini. Seperti kisah
hidup para prajurit secara singkat, mulai dari hidup sampai tewas. Semua
cerita itu di pahat di atas makam.
Rumah Cut Nyak Dhien
Museum
ini merupakan duplikat dari rumah Cut Nyak Dhien. Tentu anda sudah
sangat mengenal pahlawan wanita yang satu ini bukan? Lokasinya di
Lampisang. Bentuk museum ini menurut keterangan, merupakan duplikasi
dari wujud asli rumah sang pahlawan yang berbentuk rumoh Aceh.
Rumah
asli sang pahlawan telah dibakar habis oleh Belanda pada tahun 1893 saat
terjadi perang besar. Hanya fondasinya saja yang tersisa (sampai
sekarang bentuk asli fondasi masih dipertahankan)
Selain
fondasi yang merupakan peninggalan asli, ada juga sumur yang berada di
belakang rumah. Bentuk sumur ini tinggi. Sehingga siapapun yang mau
mengambil air haruslah melalui lantai dapur dibalakang rumah. Menurut
informasi, cincin sumur sengaja ditambah oleh Cut Nyak Dhien agar tidak
bisa dimasukkan racun oleh Kafe penjajah dan kaki tangannya.
Di
museum rumoh Cut Nyak Dhin ini, selain kita dapat menyaksikan bentuk
rumah yang sangat luar biasa itu, juga ada foto-foto yang berkaitan
dengan perjuangan beliau serta suaminya Teuku Umar Johan Pahlawan.
Tujuan
pemerintah membangun kembali replika rumah itu adalah untuk mengenang
jasa-jasa Cut Nyak Dhien dalam mempertahankan tanah air dari penjajahan
Belanda. Di museum ini juga di pajang berbagais enjata tradisonal
masyarakat Aceh tempo dulu, mulai dari parang sampai dengan tombak.
Dakota RI-001 Seulawah
Dakota
RI-001 Seulawah, adalah pesawat angkut pertama milik Republik Indonesia
yang dibeli dari uang sumbangan rakyat Aceh. Pesawat Dakota RI-001
Seulawah ini adalah cikal bakal berdirinya perusahaan penerbangan
Indoensia yang pertama yaitu Garuda Indonesia Airways. Dalam sejarahnya,
pesawat ini sangat besar jasanya dalam perjuangan awal pembentukan
republik Indonesia.
Pesawat
Dakota DC-3 Seulawah ini memiliki panjang badan 19,66 meter dan rentang
sayap 28.96 meter, sumber tenaga dua mesin Pratt & Whitney berbobot
8.030 kg serta mampu terbang dengan kecepatan maksimum 346 km/jam.
Pada
awal Desember 1948 pesawat Dakota RI-001 Seulawah bertolak dari Lanud
Maguwo-Kutaraja dan pada tanggal 6 Desember 1948 bertolak menuju
Kalkuta, India. Pesawat diawaki Kapten Pilot J. Maupin, Kopilot OU III
Sutardjo Sigit, juru radio Adisumarmo, dan juru mesin Caesselberry.
Perjalanan
ke Kalkuta adalah untuk melakukan perawatan berkala. Ketika terjadi
Agresi Militer Belanda II, Dakota RI-001 Seulawah tidak bisa kembali ke
tanah air. Atas prakarsa Wiweko Supono, dengan modal Dakota RI-001
Seulawah itulah, maka didirikanlah perusahaan penerbangan niaga pertama,
Indonesian Airways, dengan kantor di Birma (kini Myanmar)
Untuk
mengenang jasa-jasanya terhadap Republik Indonesia, Pemerintah membangun
monumen Replika pesawat tersebut di lapangan Blang Padang Banda Aceh.
Bagi siapapun yang hendak melihat pesawat pertama milik Indonenesia itu,
silahkan saja berkunjung ke lapangan itu.
Masjid Raya Baiturrahman
Mesjid
Raya Baiturrahman adalah sebuah masjid yang berada di pusat Kota Banda
Aceh. Masjid ini dahulunya merupakan masjid Kesultanan Aceh. Pada saat
Belanda menyerang kota Banda Aceh pada tahun 1873, masjid ini dibakar,
kemudian pada tahun 1875 Belanda membangun kembali sebuah masjid sebagai
penggantinya.
Mesjid
ini berkubah tunggal dan dapat diselesaikan pada tanggal 27 Desember
1883. Selanjutnya diperluas menjadi 3 kubah pada tahun 1935. Terakhir
diperluas lagi menjadi 5 kubah (1959-1968). Mesjid ini kemudian telah
diperluas dan saat ini memiliki 7 kubah.
Dalam
riwayat disebutkan, Empat tahun setelah Masjid Raya Baiturrahman itu
terbakar, pada pertengahan shafar 1294 H/Maret 1877 M, dengan mengulangi
janji jenderal Van Sweiten, maka Gubernur Jenderal Van Lansberge
menyatakan akan membangun kembali Masjid Raya Baiturrahman yang telah
terbakar itu.
Pernyataan
ini diumumkan setelah diadakan permusyawaratan dengan kepala-kepala
Negeri sekitar Banda Aceh. Dimana disimpulkan bahwa pengaruh Masjid
sangat besar kesannya bagi rakyat Aceh yang sangat fanatik terhadap
agama Islam.
Janji
tersebut dilaksanakan oleh Jenderal Mayor Vander selaku Gubernur Militer
Aceh pada waktu itu. Dan tepat pada hari Kamis 13 Syawal 1296 H/9
Oktober 1879 M, diletakan batu pertamanya yang diwakili oleh Tengku
Qadhi Malikul Adil. Masjid Raya Baiturrahman ini siap dibangun kembali
pada tahun 1299 Hijriyah dengan berkubah satu.
Di
halaman mesjid Baiturrahman, terdapat monumen peringatan bahwa salah
seorang jenderal besar Belanda telah meregang nyawa di sana. Dia adalah
J.H.R. Kohler, pemimpin pasukan Belanda yang pertama kali mendarat di
Aceh pada tanggal 6 April 1873. Pada tanggal 10 April pasukan Belanda
merebut Mesjid Raya, tetapi karena tekanan - tekanan yang diberikan oleh
pejuang - pejuang Aceh, pada malam itu juga mereka terpaksa mundur.
Pada
tanggal 14 April Belanda mengerahkan seluruh kekuatannya untuk kembali
menyerbu Mesjid Raya yang waktu itu juga berfungsi sebagai benteng
pertahanan. Walau usaha merebut mesjid berhasil, tapi pada hari itu
Kohler tewas karena tembakan penembak jitu dari kalangan pejuang Aceh.
Akibatnya seluruh rencana penyerbuan Belanda menjadi berantakan dan
mereka mengundurkan diri.
Ucapan Kohler yang terkenal pada saat-saat maut merenggut jiwanya: "0, God, ik ben getroffen!"("Ya Tuhan, aku terkena peluru!")
Makam Syiah kuala
Syiah
Kuala lahir pada tahun 1001 H (1591 M) dan wafat pada 23 Syawal 1106 H
(1696 M), beliau dimakamkan di Gampong Manasah Dayah Kuala yang sekarang
bernama Gampong Dayah Raya Kecamatan Syiah Kuala, Banda Aceh.
Lokasi
makam yang tepat berada di depan Samudera Hindia, menambah keelokan
tempat ini. Di komplek itu, sang ulama besar dikuburkan se komplek
dengan orang-orang alim lainnya yang kemungkinan besar merupakan
pengikut sang syaikh.
Syiah
Kuala merupakan ulama besar Aceh yang sempat menjabat sebagai Khadi
Malikul Adil pada masa era keratuan Aceh (raja perempuan). Lokasi makam
ini sering dikunjungi oleh para peziarah religius dari berbagai penjuru
tanah air dan manca negara. Dalam catatan pengurus, tamu yang paling
banyak datang berasal dari Sumatera Barat.
Lonceng Cakradonya
Lonceng
ini sangat terkenal di daerah Aceh. Sejarah mencatat bahwa lonceng
cakradonya merupakan hadiah dari Laksamana Cheng Ho dari Cina kepada
Sultan Iskandar Muda.. Pemberian lonceng ini dalam rangka mengikat
hubungan persahabatan dan kerjasama antara dua kerajaan di negara yang
berbeda.
Lonceng ini berukuran 11/2 m dan lebar 1 m. Nama Cakradonya adalah nama armada perang Sultan Iskandar Muda, yang manacakra berarti kabar sedangkan donya artinya
dunia. Lonceng cakradonya berfungsi sebagai media untuk menyampaikan
kabar kepada dunia, termasuk isyarat perang pada masa kepemimpinan
Sultan Iskandar Muda.
Pada bagian atas lonceng ini terdapat tulisan aksara Tionghoa dan Arab. Aksara Tionghoa yang tertulis adalah "Sing Fang Niat Toeng Juut Kat Yat Tjo",
namun tulisan aksara tersebut sudah tidak terbaca lagi karena sudah
dimakan usia. Mulanya Lonceng raksasa yang merupakan salah satu
peninggalan bersejarah yang bermutu tinggi ini diletakkan di dekat
Masjid Raya Baiturrahman yang berlokasi di kompleks Istana Sultan.
Sekarang
Lonceng Cakradonya telah dipindahkan ke Museum Aceh dan ditempatkan
dalam sebuah kubah di halaman museum tersebut sejak tahun 1915. Hingga
kini Lonceng raksasa ini menjadai simbol atau icon khusus Kota Aceh.
Dinasti bugis
Selain
lonceng cakradonya, di lokasi mesium Aceh juga ada makam para raja Aceh
yang berasal dari dinasti Bugis. Dalam sejarah, Aceh pernah diperintah
raja-raja keturunan Bugis sejak tahun 1727. Mereka adalah keturunan
seorang bangsawan Bugis bernama Daeng Mansur.
Ada
empat makam raja turunan Bugis di komplek ini yaitu Sultan Ala Uddin
Ahmad Syah, Sultan Ala Uddin Johan Syah, Sultan Muhammad Daud Syah dan
Pocut Muhammad. Lengkap dengan tarikh berkuasa. Selainempat makam raja,
juga terdapat pusara lainnya yang disebut-sebut sebagai makamnya sanak
kerabat para sultan.
Itulah
delapan objek wisata sejarah Aceh yang layak untuk anda kunjungi.
Ternyata, bangsa Aceh telah sejak zaman dahulu bergaul dengan berbagai
bangsa, kosmopolit, dan punya sejarah yang gilang gemilang. selamat
berwisata.
0 komentar:
Post a Comment