Sekitar 600 naskah kuno Aceh yang tersimpan rapi di Brunei Darussalam sekitar lima tahun lalu menunggu tindakan pemerintah Indonesia mengambilnya agar menjadi koleksi bagi generasi muda dan masyarakat peduli terhadap peninggalan sejarah langka tersebut.
Selain di Brunei, naskah Aceh juga tersebar di Malaysia dan sejumlah perpustakaan dan arsip sejumlah negara Eropa. Berbeda dengan Raja Melayu, Kerajaan Aceh banyak menuliskan buku-buku, paling banyak soal hukum dan kemiliteran. Disebutkan, naskah kuno Aceh sebagai bagian dari karya sejarah Aceh harus diselamatkan. Karena Selama ini jika kita ingin menelusuri sejarah Aceh terpaksa kita harus berkunjung ke museum dan arsip luar negeri.
Seorang kolektor naskah kuno Aceh Tarmizi A Hamid di Banda Aceh, mengatakan, semua naskah kuno bernilai sejarah tersebut milik masyarakat yang dibawa saat mengikuti pameran dunia Islam di Brunei Darussalam sekitar akhir tahun 2004.
"Naskah itu milik saya dan milik kita masyarakat. Ketika itu kita ikut pameran dunia Islam. Pameran itu sendiri diikuti dari berbagai negara, termasuk dari Provinsi Aceh," kata Tarmizi yang kini sedang berupaya mengembalikan ratusan naskah kuno itu ke Aceh.
Menurut dia, upaya mengembalikan naskah tersebut dapat dilakukan karena ketika benda bernilai sejarah itu diserahkan bersifat sementara terkait dengan bencana alam gempa bumi dan tsunami 26 Desember 2004 yang meluluhlantakkan Aceh dan menghilangkan ratusan ribu nyawa masyarakat. Sangat dimungkinkah naskah itu kita kembalikan ke Aceh. Kita mengharapkan dukungan untuk mengembalikan naskah ini sesegera mungkin ke Aceh.
Upaya mengembalikan sekitar 150 naskah kuno Aceh itu penting dilakukan mengingat ribuan naskah yang tersimpan rapi di Pusat Dokumentasi dan Informasi Aceh (PDIA) hancur dan hilang ditelan bencana tsunami yang melanda sebagian wilayah provinsi tersebut.
Naskah kuno ini menjadi penting artinya bagi masyarakat Aceh karena tidak sedikit naskah yang tersimpan di PDIA kini sudah dibawa tsunami. Kita berharap semua naskah kuno Aceh yang sekarang tersimpan di Brunei Darussalam dapat segera kembali ke daerah asalnya.
Berbagai naskah kuno Aceh di Brunei Darussalam itu bisa dijadikan koleksi berharga bagi generasi muda dan pemerhati sejarah, karena memiliki nilai Islami dan sangat relevan dan mendukung pemberlakuan syariat Islam di provinsi ujung paling barat di Indonesia tersebut. Mayoritas naskah kuno tersebut ditulis dalam bahasa arab melayu dan sebagian lainnya berbahasa arab. Pengetahuan dalam naskah kuno itu juga aneka ragam, termasuk masalah kajian perkembangan masa depan yang diprediksi penulis naskah tersebut. Tidak sedikit kandidat doktor negeri jiran, Malaysia yang melakukan kajian dan penelitian bagi penulisan disertasi untuk menyelesaikan program studi S3. Mereka rata-rata datang untuk mengkaji sekitar 200 naskah kuno yang kini tersimpan di rumahnya [Sumber]
Selain di Brunei, naskah Aceh juga tersebar di Malaysia dan sejumlah perpustakaan dan arsip sejumlah negara Eropa. Berbeda dengan Raja Melayu, Kerajaan Aceh banyak menuliskan buku-buku, paling banyak soal hukum dan kemiliteran. Disebutkan, naskah kuno Aceh sebagai bagian dari karya sejarah Aceh harus diselamatkan. Karena Selama ini jika kita ingin menelusuri sejarah Aceh terpaksa kita harus berkunjung ke museum dan arsip luar negeri.
Seorang kolektor naskah kuno Aceh Tarmizi A Hamid di Banda Aceh, mengatakan, semua naskah kuno bernilai sejarah tersebut milik masyarakat yang dibawa saat mengikuti pameran dunia Islam di Brunei Darussalam sekitar akhir tahun 2004.
"Naskah itu milik saya dan milik kita masyarakat. Ketika itu kita ikut pameran dunia Islam. Pameran itu sendiri diikuti dari berbagai negara, termasuk dari Provinsi Aceh," kata Tarmizi yang kini sedang berupaya mengembalikan ratusan naskah kuno itu ke Aceh.
Menurut dia, upaya mengembalikan naskah tersebut dapat dilakukan karena ketika benda bernilai sejarah itu diserahkan bersifat sementara terkait dengan bencana alam gempa bumi dan tsunami 26 Desember 2004 yang meluluhlantakkan Aceh dan menghilangkan ratusan ribu nyawa masyarakat. Sangat dimungkinkah naskah itu kita kembalikan ke Aceh. Kita mengharapkan dukungan untuk mengembalikan naskah ini sesegera mungkin ke Aceh.
Upaya mengembalikan sekitar 150 naskah kuno Aceh itu penting dilakukan mengingat ribuan naskah yang tersimpan rapi di Pusat Dokumentasi dan Informasi Aceh (PDIA) hancur dan hilang ditelan bencana tsunami yang melanda sebagian wilayah provinsi tersebut.
Naskah kuno ini menjadi penting artinya bagi masyarakat Aceh karena tidak sedikit naskah yang tersimpan di PDIA kini sudah dibawa tsunami. Kita berharap semua naskah kuno Aceh yang sekarang tersimpan di Brunei Darussalam dapat segera kembali ke daerah asalnya.
Berbagai naskah kuno Aceh di Brunei Darussalam itu bisa dijadikan koleksi berharga bagi generasi muda dan pemerhati sejarah, karena memiliki nilai Islami dan sangat relevan dan mendukung pemberlakuan syariat Islam di provinsi ujung paling barat di Indonesia tersebut. Mayoritas naskah kuno tersebut ditulis dalam bahasa arab melayu dan sebagian lainnya berbahasa arab. Pengetahuan dalam naskah kuno itu juga aneka ragam, termasuk masalah kajian perkembangan masa depan yang diprediksi penulis naskah tersebut. Tidak sedikit kandidat doktor negeri jiran, Malaysia yang melakukan kajian dan penelitian bagi penulisan disertasi untuk menyelesaikan program studi S3. Mereka rata-rata datang untuk mengkaji sekitar 200 naskah kuno yang kini tersimpan di rumahnya [Sumber]
0 komentar:
Post a Comment