Khanduri Apam (Kenduri Serabi)
adalah salah satu tradisi masyarakat Aceh berupa pada bulan ke tujuh (buleun
Apam) dalam kalender Aceh. Buleun Apam adalah salah satu dari nama-nama bulan
dalam “Almanak Aceh” yang setara dengan bulan Rajab dalam Kalender Hijriah.
Buleun artinya bulan, dan Apam adalah sejenis makanan yang mirip serabi.
Sudah menjadi tradisi bagi
masyarakat Aceh untuk mengadakan Khanduri Apam pada buleun Apam. Tradisi ini
paling populer di kabupaten Pidie sehingga dikenal dengan sebutan Apam Pidie.
Selain di Pidie, tradisi ini juga dikenal di Aceh Utara, Aceh Besar dan beberapa
kabupaten lain di Provinsi Aceh.
Kegiatan toet apam (memasak apam)
dilakukan oleh kaum ibu di desa. Biasanya dilakukan sendirian atau berkelompok.
Pertama sekali yang harus dilakukan untuk memasak apam adalah top teupong breuh
bit (menumbuk tepung dari beras nasi). Tepung tersebut lalu dicampur santan
kelapa dalam sebuah beulangong raya (periuk besar). Campuran ini direndam
paling kurang tiga jam, agar apam yang dimasak menjadi lembut. Adonan yang
sudah sempurna ini kemudian diaduk kembali sehingga menjadi cair. Cairan tepung
inilah yang diambil dengan aweuek/iros untuk dituangkan ke wadah memasaknya,
yakni neuleuek berupa cuprok tanoh (pinggan tanah).
Dulu, Apam tidak dimasak dengan
kompor atau kayu bakar, tetapi dengan on ‘ue tho (daun kelapa kering. Malah
orang-orang percaya bahwa Apam tidak boleh dimasak selain dengan on “ue tho
ini. Masakan Apam yang dianggap baik, yaitu bila permukaannya berlubang-lubang
, sedang bagian belakangnya tidak hitam dan rata(tidak bopeng).
Apam paling sedap bila dimakan
dengan kuahnya, yang disebut kuah tuhe, berupa masakan santan dicampur pisang
klat barat(sejenis pisang raja) atau nangka masak serta gula. Bagi yang alergi
kuah tuhe mungkin karena luwihnya (gurih), kue Apam dapat pula dimakan bersama
kukuran kelapa yang dicampur gula. Bahkan yang memakan Apam saja (seunge Apam),
yang dulu di Aceh Besar disebut Apam beb. Selain dimakan langsung, dapat juga
Apam itu direndam beberapa lama ke dalam kuahnya sebelum dimakan. Cara demikian
disebut Apam Leu'eop. Setelah semua kuahnya habis dihisap barulah Apam itu
dimakan.
Apam yang telah dimasak bersama
kuah tuhe siap dihidangkan kepada para tamu yang sengaja dipanggil/diundang ke
rumah. Dan siapapun yang lewat/melintas di depan rumah, pasti sempat menikmati
hidangan Khanduri Apam ini. Bila mencukupi, kenduri Apam juga diantar ke
Meunasah (surau di Aceh) serta kepada para keluarga yang tinggal di kampung
lain. Begitulah, acara toet Apam diadakan dari rumah ke rumah atau dari kampung
ke kampung lainnya selama buleuen Apam(bulan Rajab) sebulan penuh.
Sejarah Khanduri Apam
Tradisi Khanduri Apam ini adalah
berasal dari seorang sufi yang amat miskin di Tanah Suci Mekkah. Si miskin yang
bernama Abdullah Rajab adalah seorang zahid yang sangat taat pada agama Islam.
Berhubung amat miskin, ketika ia meninggal tidak satu biji kurma pun yang dapat
disedekahkan orang sebagai kenduri selamatan atas kematiannya. Keadaan yang
menghibakan/menyedihkan hati itu; ditambah lagi dengan sejarah hidupnya yang
sebatangkara, telah menimbulkan rasa kasihan masyarakat sekampungnya untuk mengadakan
sedikit kenduri selamatan di rumah masing-masing. Mereka memasak Apam untuk
disedekahkan kepada orang lain. Itulah ikutan tradisi toet Apam (memasak Apam)
yang sampai sekarang masih dilaksanakan masyarakat Aceh.
Selain pada buleuen Apam (bulan
Rajab), kenduri Apam juga diadakan pada hari kematian. Ketika si mayat telah
selesai dikebumikan, semua orang yang hadir dikuburan disuguhi dengan kenduri
Apam. Apam di perkuburan ini tidak diberi kuahnya. Hanya dimakan dengan kukuran
kelapa yang diberi gula (dilhok ngon u)
Khanduri Apam juga diadakan di
kuburan setelah terjadi gempa hebat– seperti gempa tsunami, hari Minggu, 26
Desember 2004. Tujuannya adalah sebagai upacara Tepung Tawar (peusijuek)
kembali bagi famili mereka yang telah meninggal. Akibat gempa besar; boleh jadi
si mayat dalam kubur telah bergeser tulang-belulangnya. Sebagai turut
berduka-cita atas keadaan itu; disamping memohon rahmat bagi si mati, maka
diadakanlah khanduri Apam tersebut.
Selain itu, ada juga yang
mengatakan bahwa latar belakang pelaksanaan kenduri apam pada mulanya ditujukan
kepada laki-laki yang tidak shalat Jum'at ke mesjid tiga kali berturut-turut,
sebagai dendanya diperintahkan untuk membuat kue apam sebanyak 100 buah untuk
diantar ke mesjid dan dikendurikan (dimakan bersama-sama) sebagai sedekah.
Dengan semakin seringnya orang membawa kue apam ke mesjid akan menimbulkan rasa
malu karena diketahui oleh masyarakat bahwa orang tersebut sering meninggalkan
shalat jumat. [Sumber]
0 komentar:
Post a Comment