Headlines News :
Home » » Disesalkan, Tak Ada Syarat Mampu Baca Quran untuk Jadi Wali Nanggroe Aceh

Disesalkan, Tak Ada Syarat Mampu Baca Quran untuk Jadi Wali Nanggroe Aceh

Written By Unknown on Sunday, November 4, 2012 | 9:08:00 AM

Banda Aceh - Berbagai kalangan masyarakat di Provinsi Aceh mempertanyakan dan merasa kecewa terhadap tidak adanya syarat mampu membaca Al-Quran untuk menjadi Wali Nanggroe. Di dalam Rancangan Qanun Lembaga Wali Nanggroe (LWN) yang telah disahkan menjadi qanun atau perda oleh Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Jumat, sama sekali tidak tercantum persyaratan yang sangat krusial itu. Padahal, selama ini, untuk bisa menduduki jabatan publik di Aceh, seperti calon gubernur, bupati/walikota dan anggota legislatif, salah satu syarat harus lulus uji baca Al-Quran. "Agak aneh juga, ketika untuk menjadi Wali Nanggroe sebagai pemimpin kami dan akan jadi pemersatu Aceh, justru tidak ada syarat baca Al-Quran, ini sudah diskriminatif," ujar Sulaiman, salah seorang guru Madrasah Tsanawiyah (MTs) di Banda Aceh, Sabtu (2/11).

Menurutnya, hal-hal seperti itu tentunya akan membuat masyarakat bertanya-tanya kenapa pihak DPRA mengabaikan syarat baca Al-Quran sehingga tidak memasukkannya dalam Qanun LWN. "Memang tidak semua anggota DPRA yang mendukung syarat baca Al-Quran tidak masuk qanun. Justru ada tiga fraksi yang meminta dimasukkan, tapi kalah suara dengan satu fraksi mayoritas," jelasnya.

Ditambahkannya, tidak adanya syarat mampu baca Al-Quran juga telah menimbulkan kesan, tidak menghargai pelaksanaan syariat Islam di Aceh. Seorang jurnalis di Banda Aceh, Suparta juga menyayangkan, jika kemampuan membaca Al-Quran tidak masuk dalam syarat menjadi Wali Nanggroe. "Agak aneh juga kalau itu diabaikan. Kenapa untuk jabatan publik lain selalu ada syarat baca Al-Quran. Sedangkan Wali Nanggroe tidak," jelasnya.

Disharmonisasi hukum

Sementara pengamat hukum dari Unsyiah, Dr Taqwaddin Husein menyatakan, dalam teknik legal drafting untuk legislasi dikenal ada proses harmonisasi dan sinkronisasi hukum untuk menghindari konflik ketentuan. "Sehingga, menurut saya, jika dalam Qanun LWN tidak mensyaratkan kemampuan baca Al-Quran untuk menjadi calon Wali Nanggroe maka bisa rusak qanun-qanun yang sebelumnya. Yang mengakibatkan munculnya disharmonisasi hukum," jelasnya.

Hal ini berdasarkan asas lex posterior derogat legi priori. "Tapi jangan lupa, legislasi adalah produk politik. Selain itu, agar Qanun LWN sinkron dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, maka harus pula ada kewajiban melaporkan harta kekayaannya sebelum dan sesudah memangku jabatan Wali Nanggroe ke KPK," kata Taqwaddin.

Sebelumnya, dalam sidang paripurna III pengesahan Qanun Wali Nanggroe dan tiga qanun lainnya di Gedung DPRA, Jumat (2/11) sore, tiga fraksi di DPRA, yaitu Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Golkar, dan Fraksi PPP/PKS mengusulkan syarat mampu membaca Al-Quran untuk dimasukkan dalam Rancangan Qanun Wali Nanggroe. Kemampuan membaca Al-Quran ini bukan hanya menjadi syarat bagi calon Wali Nanggroe saja, tapi juga untuk calon anggota majelis tinggi dan majelis lainnya yang terdapat dalam kelembagaan organisasi Wali Nanggroe.

Sementara, fraksi mayoritas yaitu Fraksi Partai Aceh, tidak mengusul persyaratan mampu baca Al-Quran sebagai persyaratan calon Wali Nanggroe. Para pengusul syarat baca Al-Quran menyatakan, usulan itu didasarkan atas beberapa hal. Di antaranya, syarat ini juga diberlakukan untuk calon kepala daerah dan anggota legislatif di Aceh. Mereka juga berpendapat, syarat mampu membaca Al Quran ini juga mendukung isi pasal 2 huruf b) Raqan Wali Nanggroe, mengenai tujuan dari pembentukan lembaga Wali Nanggroe, salah satunya adalah untuk meninggikan Dinul Islam.

Bahkan, selain syarat mampu membaca Al-Quran, Fraksi Demokrat juga mengusulkan syarat lainnya yakni, Wali Nanggroe harus mampu menjadi imam, dan khatib pada salat Jumat serta tidak pernah melakukan perbuatan tercela.

Anggota DPRA dari Fraksi Partai Aceh Abdullah Saleh mengatakan, jabatan Wali Nanggroe tidak sama dengan pemilihan kepala daerah lainnya ata anggota legislatif yang harus dilakukan tes mampu baca Al-Quran di depan umum. Ini dilakukan untuk menjaga kewibawaan Wali Nanggroe.

"Dalam Qanun Wali Nanggroe kita tidak melakukan proses membaca Al-Quran di depan umum yang dapat menghilangkan kewibaan Wali Nanggroe. Jadi tidak kita perlakukan dengan cara-cara yang seperti orang biasalah, harus mampu baca Al-Quran di depan umum. Itu untuk jabatan yang umum saja," ujarnya.

Persoalan lainnya yang muncul dalam qanun yang disahkan DPRA itu adalah langsung ditetapkannya Malek Mahmud sebagai Wali Nanggroe pertama di Aceh untuk masa jabatan seumur hidup. |Sumber|
 
 
Share this article :

0 komentar:

 
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2012. Visit Aceh - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Fuad Heriansyah
Copyright ©