Upacara perkawinan adalah tahapan acara yang dilakukan mulai dari awal menentukan pasangan sampai kepada pesta pernikahan sesudahnya, didalamnya mengandung unsur ritual dan nilai. Penyelenggaraan tersebut disebabkan adanya kesadaran bahwa setiap tahap baru dalam daur hidup, menyebabkan masuknya seseorang kedalam lingkungan sosial yang baru dan lebih luas. Bentuk perkawinan sangat erat kaitannya dengan bentuk keluarga. Dalam masyarakat Jepang ada dua buah bentuk keluarga yaitu Kazoku dan Ie. Kazoku adalah sistem kekerabatan yang terbentuk hanya atas dasar hubungan suami – isteri, orang tua dan anak – anak dalam kurun waktu beberapa generasi saja, sedangkan Ie anggota – anggotanya terdiri dari beberapa generasi meliputi anggota yang masih hidup dan sudah mati. Upacara perkawinan di Jepang dibedakan menjadi tiga macam, yaitu Shinzen Kekkonshiki ( perkawinan berdasarkan agama Shinto ), Butsuzen Kekkonshiki ( perkawinan berdasarkan agama Budha ) dan Kirisutokyoo Kekkonshiki ( perkawinan berdasarkan agama Kristen ). Sedangkan dalam masyarakat Aceh bentuk keluarga dikenal dengan istilah keluarga batih. Keluarga batih adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak – anak yang belum menikah. Upacara perkawinan di Aceh dilakukan berdasarkan hukum Islam karena masyarakat Aceh kebanyakan beragama Islam. Secara garis besar perkawinan masyarakat Jepang dan masyarakat Aceh dibagi atas tiga tahapan, yaitu : adat sebelum menikah, adat pelaksanaan upacara perkawinan, dan adat setelah menikah. Persamaan yang terdapat sebelum upacara perkawinan masyarakat Jepang dan masyarakat Aceh yaitu adanya perantara. Di Jepang perantara perkawinan disebut Nakoodo sedangkan di Aceh disebut Seulangke. Tidak hanya itu, fungsi antara Nakoodo dan Seulangke pun hampir sama yaitu disamping memperkenalkan, juga bertanggung jawab dalam pelaksanaan upacara dan menjaga hubungan baik berkelanjutan antara kedua pasangan yang menikah. Persamaan yang lain yaitu di Jepang ada acara pertunangan yang disebut Yuinoo, dimana dilakukan pertukaran barang – barang pihak pria dan wanita. Barang – barang yang biasanya diberikan adalah berupa uang sebanyak tiga bulan gaji. Pada masyarakat Aceh ada juga acara antar tanda sebagai peresmian pertunangan. Pihak laki – laki juga memberikan barang – barang kepada pihak perempuan berupa bahan – bahan makanan, pakaian dan sebagian mas kawin. Untuk perbedaan sebelum upacara perkawinan, pada masyarakat Aceh seminggu sebelum hari upacara perkawinan terdapat rentetan kegiatan yang sangat padat sekali yaitu kegiatan meukeureuja, malam berinai, mandi berlimau dan akad nikah. Sedangkan di Jepang, sebelum upacara perkawinan kegiatan yang dilakukan adalah pengiriman hadiah – hadiah dari pihak laki – laki kepada pihak perempuan, pengiriman hocha, dan kekantor catatan sipil. Tahapan kegiatan upacara perkawinan antara masyarakat Jepang dan masyarakat Aceh jelas berbeda. Di Jepang kegiatan yang dilakukan adalah Karishugen, noshi no gi, san – san – ku – do dan resepsi perkawinan. Sedangkan di masyarakat Aceh kegiatan yang dilakukan adalah berhias, mengantarkan pengantin laki – laki kerumah pengantin perempuan, santap bersama, bersanding, peusijuk, makan berhadap – hadapan dan berfoto. Kegiatan yang dilakukan setelah upacara perkawinan dalam masyarakat Jepang adalah upacara minum sake bersama dengan tujuan saling berkenalan dengan keluarga besar. Sedangkan dalam masyarakat Aceh diadakan upacara Tueng Dara Baro, yaitu mengantarkan pengantin wanita kerumah mertuanya.
Home »
Adat Dan Budaya
» Perbandingan Tahapan Upacara Perkawinan pada Masyarakat Jepang dan Masyarakat Aceh
Perbandingan Tahapan Upacara Perkawinan pada Masyarakat Jepang dan Masyarakat Aceh
Written By Unknown on Monday, October 22, 2012 | 10:12:00 PM
Label:
Adat Dan Budaya
0 komentar:
Post a Comment