BURNI Telong adalah gunung berapi aktif yang terletak di Kabupaten Bener Meriah, sekitar 17 kilometer dari Takengon, Aceh Tengah. Ketinggiannya 2.624 meter di atas permukaan laut. Burni Telong termasuk dalam tipe gunung berapi strato.
Puncak Burni Telong dapat dicapai dari dua arah. Pertama dari
lereng tenggara melalui Kampung Sentral. Bisa juga dari lereng barat
daya melalui Bandar Lampahan. Umumnya para pendaki naik lewat lereng
barat daya. Dibutuhkan waktu sekitar tiga hingga empat jam untuk
mencapai puncak. Sebelum sampai ke pintu rimba, harus melalui kebun kopi
dan tebu milik petani setempat.
Beberapa tumbuhan khas ada di Burni seperti anggrek hutan.
Anggrek-anggrek ini bisa ditemui sebelum tiba di ladang edelwis.
Hamparan edelwis terletak di lereng terjal sebelum tiba di puncak. Di
ujung ladang edelwis ada sebuah gua kecil. Di sini juga bisa didapat
tumbuhan kantong semar. Berikut foto-foto keindahan dari puncak Burni
Telong:
Di
balik pesonanya, Gunung Burni Telong adalah gunung berapa Aktif dan
pernah meletus pada Tanggal 7 Desember 1924 menyebabkan kerusakan hebat
lingkungan sekitarnya termasuk lahan pertanian dan perkampungan.
Tinggi
menjulang, wajahnya seringkali tidak terlihat tertutup kabut. Diam
dengan segala keanggunan. Gunung yang satu ini telah menjadi icon
kabupaten Bener Meriah, namanya adalah Burni Telong.
Burni
Telong yang dalam bahasa Indonesia diartikan dengan gunung yang
terbakar, berada di ketinggian 2.600 meter di atas permukaan laut.
Gunung ini hanya berjarak lima kilometer dari Redelong, ibu kota
Kabupaten Bener Meriah dan Bandar Udara Rembele (RBL). Gunung ini oleh
masyarakat setempat disebut dengan Burni Cempege yang dalam bahasa Gayo
mempunyai arti gunung yang penuh belerang.
Sekian
lama tidak menunjukan aktivitasnya, Gunung ini dikabarkan akan meletus.
Usut punya usut ternyata isu tersebut tidak benar. Isu tersebut mencuat
beberapa saat setelah meletusnya gunung Sinabung di Brastagi di,
Sumatera Utara. Isu tersebut tentu saja menimbulkan keresahan
masyarakat.
Namun
fakta akhirnya berbicara, setelah dilakukan penelitian dengan
pengawasan yang seksama oleh petugas pengawasan Api di Kampung Kute
Kering, Kecamatan Bukit, Bener Meriah, ternyata Burni Telong masih aktif
normal dan belum terjadi peningkatan volkanik.
Syafi’ie,
petugas Pengawas Gunung Api Burni Telong menjelaskan masyarakat tidak
perlu takut dan tidak terpengaruh dengan isu-isu yang tidak benar
“Kondisi Burni Telong masih biasa-biasa saja, karena dari hasil
pengamatan kami tidak ada menunjukan perubahan yang berarti” kata Safi’e
kepada wartawan.
Dari
pemantauan para ahli, intensitas gempa vulkanik Burni Telong, masih
cukup normal, tidak ada penambahan yang cukup berpengaruh. Selain itu,
kondisi suhu air di seputar lingkungan Gunung Burni Telong seperti di
kawasan Kampung Pante Raya dan Simpang Balik, Kecamatan Wih Pesam, juga
tidak menunjukan perubahan. Demikian juga pengamatan visual, tidak
menunjukkan perubahan fisik pada gunung tersebut. Pengawasan terhadap
Gunung Burni Telong sendiri telah dilakukan sejak 1991 dan sepanjang
kurun waktu 20 tahun terakhir belum ada reaksi peningkatan status.
Gunung
Burni Telong sendiri bertipe A, sehingga pengawasan terus dilakukan
selama 24 jam. Burni Telong termasuk dalam tiga gunung berapi yang
bertipe A. atau aktif, yaitu gunung Seulawah Agam di kabupaten Aceh
Besar, Gunung Peut Sagoe di kabupaten Pidie, dan gunung Burni Telong di
Bener Meriah.
Seperti
yang ditulis salah satu harian Terbitan Medan, Gunung Seulawah Agam
adalah salah satu dari tiga gunung api strati aktif tipe A di Provinsi
Aceh. Masa istirahat terpendek dari Gunung Seulawah Agam adalah 136
tahun dan terpanjang 239 tahun. Erupsi terakhir terjadi di kawah parasit
pada 12-13 Januari 1839, di kawah Heutz berupa erupsi freatik.
Dari
ketiga gunung berapi tipe A di Aceh, yang paling dikhawatirkan para
ahli adalah gunung Burni Telong di Bener Meriah. Sebab, di kawasan
gunung itu terdapat sebuah kota yang berada di dalam kawasan peta rawan
bencana. Burni Telong memiliki puncak dengan ketinggian 2.624 meter di
atas permukaan laut (dpl). Ini beda tipis dengan ketinggian Gunung Peuet
Sagoe di Pidie, yakni 2.780 meter dpl.
Sedangkan
Gunung Jaboi di Sabang, itu tipe C, menandakan gunung berapi itu
erupsinya tidak diketahui dalam sejarah manusia, namun terdapat
tanda-tanda kegiatan masa lampau, berupa lapangan solfatara atau
fulmarola pada tingkat yang lemah.
Burni
Telong terletak pada ketinggian 2.624 meter diatas permukaan laut, tipe
strato memiliki lima kawah yang semuanya berada di puncak. Secara
geografis terletak di 4 derajat 46 Lintang Utara dan 96 derajat 48.5
Bujur Timur. Sementara itu, Gunung Seulawah Agam memiliki ketinggian
1.726 meter dpl. Secara geologis, gunung tipe A menandakan gunung berapi
itu pernah mengalami erupsi magmatik sekurang-kurangnya satu kali
sesudah tahun 1600.
Berdasarkan
data yang ada seperti yang ditulis oleh Neuman Van Padang (1951), Burni
Telong pernah meningkat kegiatannya atau meletus pada tahun 1837, pada
akhir September tahun itu, terjadi beberapa letusan dan gempa bumi yang
menyebabkan banyak kerusakan, Neuman van Padang (1951) menganggap
sebagai letusan normal kawah pusat.
Beberapa
tahun kemudian pada 1839 terjadi letusan pada tanggal 12 hingga 13
Januari dengan abu letusan mencapai pulau Weh. Pada tahun 14 April 1846
terjadi letusan dari kawah pusat selanjutnya ia juga menulis bahwa
dibulan Desember pada tahun 1919 terjadi letusan normal dari kawah
pusat, dan terakhir pada tahun 1924 pada tanggal 7 Desember tahun itu,
Nampak 5 buah tiang asap tanpa diikuti suatu letusan.
Secara Morfologi seperti yang ditulis oleh Zulfikar Arma dalam blognya, www.gayoaceh.wordpress.comdalam
tulisan berjudul Gunung Berapi Di Aceh, ia menulis Gunung ini,
berkembang bebas ke arah selatan, tenggara dan barat daya, meskipun ke
arah selatan sedikit terhalang oleh adanya bukit-bukit kecil di bagian
lerengnya. Hal ini karena ke arah utara dan timur pertumbuhann tubuh Bur
Ni Telong terhalang oleh komplek gunung Geurodong, Leui Kucak dan
gunung Panji.
Pola
aliran sungainya dipengaruhi oleh morfologi yang membentuknya, sebagian
dari aliran sungai yang berada di sekitar puncak menunjukan suatu
daerah tangkapan berpola aliran radier dan semi dendritik, namun ke arah
hilir berubah menjadi pararel.
Daerah
puncak Burni Telong mempunyai morfologi berrelief kasar terdiri dari
sisa sisa kerucut dan kubah lava yang sebagian terhancurkan oleh
erupsi pada waktu lampau sehingga bila dilihat dari kejauhan nampak
bergerigi. Daerah puncak dan lereng aatas ini mempunyai sudut lereng
yang terjal 35 dan berdasarkan titik aktivitas saat ini kaeah Burni
Telong terbuka ke arah barat daya. Adapun bekas kawah yang terdapat di
sebelah tenggara saat ini tidak menunjukan aktivitasnya.
Burni
Telong merupakan gunung api termuda pada komplek gunung api tua
Pepanji, Geurodong dan Salah Nama. Batuan yang mendasarinya berupa
batuan sedimen/meta sedimen (sedimen tersier). Erupsi gunung api
pertama yang terjadi pada komplek gunungapi ini adalah gunung . Salah
Nama, setelah kegiatan ini berakhir terjadi erupsi di gunung Geurodong
yang mengakibatkan terbentuknya kaldera dengan bukaan relatif
utara-selatan.
Selanjutnya
lokasi kegiatan gunungapi kembali berpindah ke gunung Pepanji yang
mengakibatkan terbentuknya kawah di puncak yang terisi air (danau).
Setelah aktivitas gunung Pepanji berakhir, kegiatan mulai berlangsung di
Bur Ni Telong, produk letusan berupa aliran piroklastik, lava dan
jatuhan piroklastik. Kegiatan yang terus berlangsung hingga sekarang
adalah pembentukan endapan sungai berupa alluvium. Dengan Batuan
tertua batuan sedimen, yang sebagian besar telah terubah menjadi
kwarsit, batu tanduk dan meta gamping yang merupakan batuan dasar
(basement) dari batuan vulkanik.
Burni
Telong merupakan gunung api termuda yang terdapat di dalam suatu
komplek gunung api tua yang terdiri dari gunung Salah Nama, Geureudong
dan gunung Pepanji. Penyebaran produk letusan gunung Burni Telong
sebagian besar ke arah selatan, tenggara dan barat daya, terdiri dari :
aliran piroklastik (awan panas), jatuah piroklastik dan lava.
Sebagian
besar lava tersingkap di daerah puncak dan di lereng barat dan selatan
bagian atas dengan komposisi andesitic dan dasitik. Pada umumnya lava di
bagian lereng bersifat andesitik sedangkan di daerah puncak (kawah)
umumnya dasitik (Suhadi dkk, 1994). Aliran piroklastik mempunyai sebaran
yang cukup luas di sekitar lereng terutama di bagian baratdaya, adapun
jatuhan piroklastik tersingkap di lereng selatan dan baratdaya umumnya
menumpang diatas aliran piroklastika. Meskipun kegiatan Burni Telong
saat ini hanya menempakan fumarola yang berasap tipis dan lemah , namun
bukan berarti bahwa gunung tersebut tidaak berbahaya dan tidak akan
meletus kembali.
Kawasan
rawan bencana Burni Telong dapat dibagi dalam dua tingkatan yaitu,
Kawasan Rawan Bencana, Kawasan Rawan Bencana. Kawasan Rawan Bencana II
adalah kawasan yang berpotensi terlanda awan panas, aliran lava,
lontaran atau guguran batu (pijar), hujan abu lebat, hujan Lumpur
(panas), aliran lahar dan gas beracun. Kawasan rawan bencana II ini
dibedakan menjadi dua yaitu, Kawasan Rawan Bencana terhadap aliran masa
berupa awan panas, aliran lava dan aliran lahar Kawasan rawan bencana
terhadap material lontaran dan jatuhan seperti lontaran batu (pijar),
hujan abu lebat dan hujan lumpur (panas).
Diperkirakan
gunung ini, tidak akan menghasilkan guguran batu (pijar), hujan Lumpur
(panas) maupun gas beracun, karena ketiga jenis produk gunungapi ini
sering tergantung pada karakteristik gunungapi tersebut, yang mana
berdasarkan sejarah letusannya ketiga jenis produk tersebut tidak
tercatat.
Kawasan
Rawan Bencana I adalah rawan bencana yang paling berbahaya, kawasan
yang berpotensi terlanda lahar dan banjir dan tidak menutup kemungkinan
dapat terkena perluasan awan panas dan aliran lava. Kawasan ini
dibedakan menjadi dua, yaitu, Kawasan rawan bencana terhadap aliran ma
berupa lahar dan banjir dan kemungkinan perluasan awan panas dan aliran
lava. Kawasan ini terletak di dekat lembah atau bagian hilir sungai yang
berhulu di daerah puncak, Kawasan rawan bencana terhadap jatuhan berupa
hujan abu tanpa memperhatikan arah tiupan angin dan kemungkinan dapat
terkene lontaran abtu (pijar).
Ada
tiga parameter yang selalu diamati dari gunung api aktif ini, seperti
kegempaan, visualisasi dan pengukuran suhu air panas yang memakai
thermokopel. Berbagai parameter pengamatan gunung api Burni Telong.
Saat
ini, hasil pemantau Burni Telong setiap hari dilaporkan kepusat
vulkanologi di Bandung, Jabar dengan menggunakan radio SSB (single side band).“Melihat
fenomena Gunung Sinabung di Sumut yang bertipe-B, kini telah berubah
secara otomatis setelah meletus ke tipe-A, seperti yang terjadi pada
Gunung Anak Ranakah di NTT. Pengawasan gunung api di Aceh tidak boleh
lalai,”kata salah seorang pengawasan Burni Telong bernama Sulaiman
seperti yang dikutip oleh wartawan.
Disebutkan,
saat ini pengetahuan masyarakat Bener Meriah terhadap pemahaman
aktifnya Burni Telong masih sangat rendah, sehingga perlu adanya
sosialisasi terhadap kemungkinan yang terjadi, terutama kawasan yang
berdekatan langsung dengan gunung itu. “Harus ada antisipasi melalui
berbagai sosialisasi tentang berbagai kemungkinan yang terjadi pada
Burni Telong, termasuk kesiapan warga jika gunung ini meletus, sehingga
dapat mengurangi resiko dan korban,” ujarnya.
Salah
satu indikasi rendahnya pemahaman terhadap Burni Telong ditandai dengan
dibangunnya berbagai fasilitas perkantoran, Bandara Rembele, Mako
Polres Bener Meriah, dan Batalyon 114 Pedang Sakti di Bener Meriah,
karena masih masuk kawasan rawan bencana gunung api, seperti yang
ditulis oleh kantor berita Antara.
Saat
ini, Burni Telong acapkali di daki oleh para pencinta Alam. Gunung ini
bahkan namanya terkenal sampai ke Negeri Tetangga seperti Malaysia, pada
Bulan Juli 2009 tiga puluh orang pendaki dari Malaysia yang tergabung
dalam Orang Gunung Kuala Lumpur (OGKL) pernah menjajaki gunung Burni
Telong.
Untuk
mencapai gunung yang sering disebut ada beberapa jalur. Salah satunya,
melalui Jalur Edelwais. Dinamakan Edelwais karena di sepanjang jalur itu
ditumbuhi bunga Edelwais yang oleh masyarakat Gayo dipercayai sebagai
bunga abadi. Jalur ini diawali dengan jalan aspal mulai dari simpang
jalan utama Takengon-Bireun sampai ke lereng Burni Telong tepatnya di
desa Bandar Lampahan Kecamatan Timang Gajah yang berjarak 3 km.
Bila
mau melakukan Pendakian sebaiknya berkonsultasi dulu dengan
pemuda-pemuda setempat atau mengajak satu dua orang dari mereka turut
serta, kecuali anda sudah mengenal betul medan dan jalur pendakian
Gunung Burni Telong. Kondisi lapangan untuk mencapai ke ketinggian
puncak memang agak terjal. Tapi, jalur dari Bandar Lampahan menuju
lereng gunung merupakan pilihan favorit para pecinta alam atau pendaki
gunung.
Di
sepanjang rute tersebut mempunyai medan terjal, yang sering digunakan
pendaki sebagai tempat menginap bila ingin bermalam untuk beberapa hari.
Di ketingian Burni Telong, hamparan pohon pinus memanjakan mata. Dari
gunung ini juga mengalir air panas yang kemudian dijadikan pemandian air
panas di Kecamatan Wih Pesam, Lampahan.
Wakil
Gubernur Aceh, Muhammad Nazar pernah mengingatkan semua pihak agar tak
lengah mengawasi dan meneliti tingkat kerawanan semua gunung api yang
ada di Aceh. “Meningkatnya intensitas bencana di Sumatera, termasuk
Aceh, harus membuat kita semakin tanggap terhadap kondisi alam dan giat
melakukan penelitian, seperti meneliti gunung berapi dan lainnya.”
Ujarnya kepada Media.
Agaknya,
apa yang dikatakan oleh Nazar ada benarnya. Bagaimanapun semua pihak
terutama pemerintah kabupaten agar menyiapkan langkah antisipasi
kalau-kalau gunung ini meletus. Artinya harus ada system yang dibuat
secara jelas seandainya terjadi bencana.
Selain
itu, tentu masyarakat sendiri harus mengetahui cara menghindar dan
menyelamatkan diri dengan bantuan arahan dan pelatihan yang dilakukan
oleh pihak terkait, terutama bagi pihak-pihak terkait dalam hal ini.
Terakhir tentu saja sebagai umat beragama, sebagai seorang muslim
memanjatkan doa, agar gunung Berapi menjadi berkah bukan sebaliknya
menjadi bencana kepada masyarakat sekitar sebagai bentuk hukuman Tuhan
karena telah durhaka kepada sang Penciptanya.
0 komentar:
Post a Comment