Salah satu bangunan peninggalan
budaya yang bernilai sejarah dan masih dapat kita saksikan dalam keadaan utuh
adalah Gunongan lengkap dengan taman sarinya. Gunongan ini terletak di pusat
kota Banda Aceh, tepatnya berada di Kelurahan Sukaramai, Kecamatan Baiturahman,
Kota Banda Aceh. Lokasi ini dapat dijangkau dengan menggunakan kendaraan
bermotor atau labi-labi melalui jalan Teuku Umar. Taman Sari Gunongan merupakan
salah satu peninggalan kejayaan Kerajaan Aceh, setelah kraton (dalam) tidak
terselamatkan karena Belanda menyerbu Aceh.
Taman Sari Gunongan ini terbuka
untuk umum, yang dibuka dari jam 7.00-18.00 WIB. Di Pinto Khop, yang berada
tidak jauh dari Gunongan, terdapat taman bermain anak-anak sehingga tempat ini
ramai dikunjungi terutama pada sore hari atau hari-hari libur. Di Taman Sari
ini terdapat pula kantor Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala yang mengelola
bangunan, situs bersejarah di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatra.
Gunongan dibangun pada masa
pemerintahan Sultan Iskandar Muda yang memerintah tahun 1607-1636. Pada masa
itu, pada tahun 1613 dan tahun 1615 melalui penyerangan dengan kekuatan
ekspedisi Aceh 20.000 tentara laut dan darat, Sultan Iskandar Muda berhasil
menaklukkan Kerajaan Johor dan Kerajaan Pahang di Semenanjung Utara Melayu.
Sebagaimana tradisi pada zaman dahulu, kerajaan yang kalah perang harus
menyerahkan glondong pengareng-areng (pampasan perang), upeti dan pajak
tahunan. Di samping itu juga harus menyerahkan putri kerajaan untuk diboyong
sebagai tanda takluk. Putri boyongan itu biasanya diperistri oleh raja dengan
tujuan untuk mempererat tali persaudaraan dari kerajaan yang ditaklukkannya,
sehingga kerajaan pemenang menjadi semakin besar dan semakin kuat kedudukannya.
Penaklukan Kerajaan Johor dan Kerajaan Pahang di Semenanjung Melayu berpengaruh
besar terhadap diri Iskandar Muda. Putri boyongan dari Pahang yang sangat
cantik parasnya dan halus budi bahasanya membuat Sultan Iskandar Muda jatuh
cinta dan menjadikannya sebagai permaisuri. Demi cintanya yang sangat besar,
Sultan Iskandar Muda bersedia memenuhi permintaan permaisurinya untuk membangun
sebuah taman sari yang sangat indah, lengkap dengan Gunongan sebagai tempat
untuk menghibur diri agar kerinduan sang permaisuri pada suasana pegunungan di
tempat asalnya terpenuhi. Selain sebagai tempat bercengkrama, Gunongan juga
digunakan sebagai tempat berganti pakaian permaisuri setelah mandi di sungai
yang mengalir di tengah-tengah istana Brakel (1975) melukiskan dalam Bustan,
gunongan ini dikenal sebagai gegunungan dari kata Melayu gunung dengan
menambahkan akhiran ‘an’ yang melahirkan arti “bangunan seperti gunung” atau
“simbol gunung”. Jadi gunongan adalah simbol gunung yang merupakan bagian dari
taman-taman istana Kesultanan Aceh.
Definisi
Gunongan adalah bagian dari suatu
kompleks yang lebih luas, yaitu Taman Ghairah, yang merupakan bagian dari taman
istana. Di kompleks ini sekarang hanya tersisa empat buah bangunan: Gunongan
itu sendiri; leusong (lesung batu) terletak di kaki Gunongan, agak di bagian
Tenggara; kandang, sebuah bangunan empat persegi di bagian utara di arah timur
laut sepanjang sungai Krueng Daroy; dan Pinto Khop adalah sebuah pintu gerbang
berbentuk kubah yang dulunya menghadap istana dan menghubungkan taman dengan
alun-alun istana. Hanya anggota keluarga istana kerajaan yang diizinkan
melewati pintu gerbang ini. Adapun detail dari bagian dari Taman Sari Gunongan
itu adalah 1. Gunongan berdiri dengan tinggi 9,5 meter, menggambarkan sebuah bunga
yang dibangun dalam tiga tingkat. Tingkat pertama terletak di atas tanah dan
tingkat tertinggi bermahkota sebuah tiang berdiri di pusat bangunan.
Keseluruhan bentuk Gunongan adalah oktagonal (bersegi delapan). Serambi selatan
merupakan lorong masuk yang pendek, tertutup pintu gerbang yang penyangganya
sampai ke dalam gunung.
2. Penterana Batu berukir berupa
kursi bulat berbentuk kelopak bunga yang sedang mekar dengan lubang cekung di
bagian tengah. Kursi batu ini berdiameter 1m dengan arah hadap ke utara dengan
tinggi 50 cm. Sekeliling peterana batu berukir berhiaskan arabesque berbentuk
motif jaring atau jala. Peterana batu berukir berfungsi sebagai tahta tempat
penobatan sultan. Belum diketahui dengan pasti nama-nama sultan yang pernah
dinobatkan di atas peterana batu berukir tersebut. Bustanus as Salatin
menyebutkan ada dua buah batu peterana, yaitu peterana batu berukir (kembang
lela masyhadi) dan peterana batu warna nilam (kembang seroja). Namun yang masih
dapat disaksikan hingga saat ini adalah peteranan batu berukir kembang lela
masyhadi yang terletak bersebelahan dengan gunongan dan berada di sisi sungai.
3. Kandang Baginda merupakan
sebuah lokasi pemakaman keluarga sultan Kerajaan Aceh, di antaranya makam
Sultan Iskandar Tsani (1636-1641) sebagai menantu Sultan Iskandar Muda
(1607-1636) dan istri Sultanah Tajul Alam (1641-1670). Bangunan kandang berupa
teras dengan tinggi 2 m dikelilingi oleh tembok dengan ketebalan 45 cm dan
lebar 18 m. Bangunan ini dibuat dari bahan bata berspesi kapur serta berdenah
persegi empat dengan pintu masuk di sisi selatan. Areal pemakaman terletak di
tengah lahan yang ditinggikan. Konon, lahan yang ditinggikan pernah dilindungi
oleh satu bangunan pelindung. Pagar keliling kandang mempunyai profil berbentuk
tempat sirih dengan tinggi 4 m. Pagar ini diperindah dengan beragam ukiran
berbentuk nakas, selimpat (segi empat?), temboga (seperti hiasan tembaga?),
Mega arak-arakan (awan mendung), dan dewamala (hiasan serumpun bunga dengan
kelopak yang runcing dan bintang yang merupakan hiasan pada kolom tembok
keliling berupa arabesque berbentuk pola suluran mengikuti bentuk segi empat.
Mega arak-arakan yaitu hiasan arabesque berupa awan mendung yang dibentuk dari
suluran sebagai hiasan sudut pada bingkai dinding. Dewamala merupakan hiasan
yang berbentuk menara-menara kecil berjumlah dua belas buah di atas tembok
keliling terutama bagian sudut, berbentuk bunga dengan kelopak daunnya yang
runcing menguncup. Menurut sumber, bangunan ini dibuat oleh orang Turki atas
perintah sultan.
4. Medan Khairani merupakan
sebuah padang luas di sisi barat Taman Ghairah yang pernah dihiasi dengan pasir
dan kerikil yang dikenal dengan nama sebutan kersik batu pelinggam. Sebagian
besar lahannya kini digunakan sebagai Kerkoff, kompleks makam Belanda yang juga
disebut Pocut. Kompleks makam ini digunakan untuk mengubur prajurit Belanda
yang gugur dalam Perang Aceh (1873-1902).
5. Balai merupakan bangunan yang
banyak dibangun di dalam Taman Ghairah. Dalam Bustan as Salatin diuraikan
mengenai lima unit balai dengan halaman pada tiap-tiap balai beserta teknik
pembangunan dan kelengkapan ragam hiasnya. Balai merupakan bangunan panggung
terbuka yang dibangun dari kayu dengan fungsi yang berbeda-beda. Balai-balai
tersebut antara lain Balai Kambang tempat peristirahatan, Balai Gading tempat
kenduri dilaksanakan, Balai Rekaan Cina tempat peristirahatan yang dibangun
oleh ahli bangunan dari Cina, balai keemasan tempat peristirahatan yang
dilengkapi dengan pagar keliling dari pasir, dan Balai Kembang Caya. Namun, dari
balai-balai yang disebutkan tersebut tidak satu pun yang tersisa.
6. Pinto Khop (Pintu Biram
Indrabangsa) secara bebas dapat diartikan sebagai pintu mutiara keindraan atau
kedewaan/raja-raja. Di dalam Bustan as Salatin disebut dengan Dewala. Gerbang ini
dikenal pula dengan sebutan Pinto Khop, merupakan pintu penghubung antara
istana dengan Taman Ghairah. Pintu ini berukuran panjang 2 m, lebar 2 m dan
tinggi 3 m. Pintu Khop ini terletak pada sebuah lembah sungai Darul Isyki.
Dugaan sementara, tempat ini merupakan tebing yang disebutkan dalam Bustan as
Salatin dan bersebelahan dengan sungai tersebut. Dengan adanya perombakan tata
kota Banda Aceh dewasa ini, kini pintu tersebut tidak berada dalam satu
kompleks dengan Taman Sari Gunongan. Bangunan pintu Khop dibuat dari bahan
kapur dengan rongga sebagai pintu dan langit-langit berbentuk busur untuk
dilalui dengan arah timur dan barat. Bagian atas pintu masuk berhiaskan dua
tangkai daun yang disilang, sehingga menimbulkan fantasi (efek) stiliran figur
wajah dengan mata dan hidung serta rongga pintu sebagai mulut.
Atap bangunan yang bertingkat
tiga dihiasi dengan berbagai hiasan dalam bingkai-bingkai, antara lain biram
berkelopak (mutiara di dalam kelopak bunga seperti yang juga ditemukan pada
bangunan gunongan) dan bagian puncak dihiasi dengan sangga pelinggam (mahkota
berupa topi dengan bagian puncak meruncing). Bagian atap merupakan pelana
dengan modifikasi di empat sisi dan berlapis tiga. Pada sisi utara dan selatan
dewala ini berkesinambungan dengan tembok tebal (tebal 50 m dan tinggi 130 m)
yang diduga merupakan pembatas antara lingkungan kraton dengan taman, tetapi
tembok tersebut sudah tidak ditemukan lagi. [Sumber]
1 komentar:
semoga suatu saat bisa berkunjung
Post a Comment