BANDA ACEH - Pemerintah Kabupaten
Aceh Barat, Provinsi Aceh, akan mematenkan "rumbia" sebagai buah khas
daerah untuk dikembangkan dan sekaligus melestarikannya karena keberadaannya
mulai langka.
"Rumbia ini merupakan buah
langka, memang pohonnya banyak tumbuh tapi semuanya tidak berbuah, hanya di
Aceh Barat ditemukan buahnya masih bisa diasinkan," kata Wakil Bupati Aceh
Barat Rachmat Fitri HD di Meulaboh, hari ini.
Pascatsunami 26 Desember 2004,
sebagian besar pohon rumbia sudah tidak berbuah dan langka ditemukan karena
pohon rumbia hanya dapat tumbuh di daerah tertentu.
Kata dia, Aceh dan sebagian
wilayah di Indonesia hanya memanfaatkan pohon ini untuk bahan dasar membuat
sagu pengganti makanan pokok, karena jarang pohon ini berbuah lebat, sehingga
belum ada upaya menjadikan buah ini khas daerah.
Karena itu, dengan ditemukannya
kembali buah yang disebut salak Aceh ini kata dia, memberikan motivasi kepada
pemerintah untuk melestarikan buah tersebut menjadi oleh-oleh khas daerah
dijuluki "bumi Teuku Umar" itu.
"Saya kagum melihat masih
ada masyarakat yang mencoba melestarikan buah rumbia ini, karena buah tangan
dari Aceh Barat dulu dikenal buah rumbia atau disebut salak Aceh,"
imbuhnya.
Boh Meuria Salak Aceh. Dok Atjehpost |
Racmad Fitri HD melihat buah
rumbia sudah diasinkan tersebut saat mengunjungi stand pameran pengurus
Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK) se-Aceh Barat, ternyata buah itu
masih dikembangkan di Kecamatan Arongan Lambalek dan Woyla Barat.
Sementara itu, Camat Woyla Barat
M Isa menjelaskan, buah rumbia memang sudah sangat langka ditemukan meskipun
pohonnya tumbuh lebat di sebagian kawasan di Aceh Barat.
"Mungkin ini perlu sebuah
penelitian, kenapa pohon rumbia ini tidak mau berbuah semuanya padahal kami
melihat pohon ini banyak tumbuh dimana-mana," katanya.
Saat ini buah rumbia yang sudah
diasinkan tersebut dijual seharga Rp25.000/kg, sementara sebelum tsunami Aceh
dapat dibeli seharga Rp2.500/kg, karena waktu itu buahnya mudah ditemukan di
mana-mana. [Sumber]
0 komentar:
Post a Comment