Kerajaan Banua di Tamiang telah berdiri sejak 580 H (1184 M). Raja pertamanya bergelar Meurah Gajah, 580-599 H (1184-1213 M). Raja terakhir adalah Makhdum Saat (Panglima Eumping Beusoe), 723-753 H (1323-1353 M), berasal dari Peureulak. Dari hasil perkawinannya dengan Putri Raja Mala (678-723 H) diperoleh seorang putra yang diberi nama Raja Muda.
Pada masa pemerintahan raja Eumping Beusoe, datanglah rombongan mubaligh dari Peureulak yang dipimpin seorang ulama, Teungku Ampon Tuan, sosok yang sangat berpengaruh dalam perubahan Kerajaan Tamiang menjadi sebuah Kerajaan Islam. Putri Teungku Ampon Tuan dinikahkan dengan Putera Mahkota Kerajaan Raja Muda. Dari perkawinan tersebut, lahir seorang puteri yang bernama Puteri Lindung Bulan.
Setelah Raja Eumping Beusoe mangkat, pemerintahannya dilanjutkan oleh anaknya Raja Muda dengan gelar Raja Muda Seudia, sekaligus raja pertama Kerajaan Islam Banua (kemudian namanya diubah menjadi Kerajaan Islam Tamiang), yang memerintah selama 47 tahun, 753-800 H (1353-1398 M).
Pada masa pemerintahan raja Eumping Beusoe, datanglah rombongan mubaligh dari Peureulak yang dipimpin seorang ulama, Teungku Ampon Tuan, sosok yang sangat berpengaruh dalam perubahan Kerajaan Tamiang menjadi sebuah Kerajaan Islam. Putri Teungku Ampon Tuan dinikahkan dengan Putera Mahkota Kerajaan Raja Muda. Dari perkawinan tersebut, lahir seorang puteri yang bernama Puteri Lindung Bulan.
Setelah Raja Eumping Beusoe mangkat, pemerintahannya dilanjutkan oleh anaknya Raja Muda dengan gelar Raja Muda Seudia, sekaligus raja pertama Kerajaan Islam Banua (kemudian namanya diubah menjadi Kerajaan Islam Tamiang), yang memerintah selama 47 tahun, 753-800 H (1353-1398 M).
Agresi Majapahit
Pada masa pemerintahan Raja Muda terjadi agresi Majapahit yang dipimpin Patih Nala pada 7I9 H (1377 M). Angkatan perang Majapahit menduduki Pulau Kampai di Selat Malaka. Patih Nala mengirim utusan kepada Raja Muda Seudia, meminta Raja untuk menyerahkan puterinya (Puteri Lindung Bulan) sebagai persembahan pada Raja Majapahit, Prabu Rajasanagara Hayam Wuruk.
Raja Muda Seudia menolak permintaan itu. Karena itu, Patih Nala melakukan agresi terhadap Kerajaan Islam Banua. Karena diserang, Raja Muda Seudia dan rakyat mengadakan perlawanan dengan gigih. Angkatan perang Majapahit mengalami kerugian besar di Kota Kuala Peunaga dan Aron Meubajee. Namun, di pihak kerajaan juga mengalami kerugian yang tak sedikit karena di ibukota kerajaan terjadi perang besar sehingga semua bangunan hancur, terbakar, dan diruntuhkan.
Pada saat kritis tersebut, datang bantuan pasukan beserta perlengkapan perang dari Kerajaan Islam Peureulak dan Kerajaan Samudera/Pase (sekutu Banua dalam federasi). Akhirnya, tentara Majapahit mengalami kekalahan dalam medan tempur dan Majapahit mengurungkan niat untuk menjajah Kerajaan Banua.
Setelah Raja Muda Seudia mangkat pada 800 H (1398 M), Kerajaan Islam Banua menjadi kacau sehingga terpecah menjadi tiga kerajaan kecil (Kerajaan Negeri Karang, Kerajaan Kuala Peunaga, dan Kerajaan Negeri Indra/Daerah Alas). |Sumber|
0 komentar:
Post a Comment