TAKENGON – Dua rumah kecil bekas milik mandor penjaga kebun kopi di masa Belanda hingga kini masih utuh di Kampung Wih Porak, Silih Nara, Aceh Tengah. Rumah kecil berukuran sekitar 7x9 meter itu sampai kini masih utuh. Rumah itu kini dihuni warga setempat.
Sujarno,
staf Dinas Perkebunan dan Kehutanan Aceh Tengah, mengatakan utuhnya
rumah itu karena sejak ditinggal Belanda langsung dihuni penduduk
setempat secara turun-temurun sehingga ada yang merawat.
“Kayu
dan seng dari dua rumah itu masih peninggalan kolonial Belanda dan tidak
pernah diganti oleh penghuninya karena memang masih layak pakai hingga
sekarang," ujar Sujarno. Hanya lantainya saja, kata dia, yang diganti.
Belasan
tahun lalu, kata Sujarno, masih banyak rumah peninggalan Belanda di
Kampung Wih Porak. "Tetapi habis dihancurkan masyarakat karena dianggap
ada harta karun peninggalan Belanda."
Tapi di
Wih Porak, kata dia, juga masih ada bukti sejarah berupa pondasi pabrik
pengeringan kopi, bak penampung air, dan pondasi tempat memantau
perkebunan kopi masa kolonial Belanda yang dibangun tahun 1904 silam.
Sepekan
lalu The Atjeh Post mencoba menjelajahi peninggalan masa kolonial
Belanda di Kampung Wih tersebut. Dulunya di kampung ini Belanda
membangun 100 hektare kebun kopi beserta pabrik dan perumahan.
Menurut
informasi, setelah kemerdekaan Indonesia, pabrik tersebut pernah
terlantar. Selanjutnya sekitar tahun 1960-an hingga 1979 pabrik tersebut
pernah dikelola oleh PNP I.
Kemudian
kepemilikannya berpindah ke PT Ala Silo dan hingga kini lahannya kini
dimiliki Dinas Perkebunan Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Tengah.
Sekarang
perkebunan kopi yang dikelola Pemerintah Daerah hanya tinggal 40
hektare. "Kebun itu kini dikelola masyarakat setempat, tetapi bagi hasil
dengan Pemerintah Daerah," ujar Sujarno.
0 komentar:
Post a Comment