Inilah asal muasal filosofis yang beranjak dari peristiwa
penghukuman oleh Sultan Iskandar Muda terhadap Putra Mahkota Kesayangannya,
Meurah Pupok yang harus mengakhiri hidupnya di Ujung Pedang Ayahandanya
sendiri".
Asal Muasal Tragedi
Sultan Iskandar Muda Mahkota Alam - Penguasa Sumatera dan
Semenanjung Malaka sedang berdiam diri dalam istana. Sultan merenung di
Balairung yang juga tidak jauh dari Balai Cermin yang Agung. Sumatera dan
Malaka sudah dalam genggamannya. Namun, ia pun melihat Portugis, Inggris dan
beberapa Negara Eropa lain sedang mengincar penguasaan Selat Malaka.
Beliau telah memerintah Aceh dan daerah taklukannya hampir
30 tahun. Ia seorang pribadi yang kuat dalam arti yang sebenarnya secara fisik
dan mental. Seorang bangsawan yang cerdas serta tegas. Negarawan yang adil
sekaligus politisi dan diplomat yang ulung. Ia adalah Sultan terbesar Aceh yang
mampu membawa Aceh Darussalam mencapai kejayaan dan menjadi kerajaan yang
disegani.
Dalam kurun hampir 30 tahun masa pemerintahannya, Sultan
Iskandar Muda telah berhasil menyempurnakan Qanunul Asyi Ahlussunah Wal Jamaah
yang terdiri dari 500 ayat Al-Quranul Karim, 500 Hadist Rasulullah, Ijma'
Sahabat rasulullah, Qiyas Ulama Ahlussunnah Wal Jamaah. Kemudian dilengkapi
pula dengan Qanun Putroe Phang suatu aturan yang mampu memberikan perlindungan
kepada Kaum Wanita.
Ditengah perenungannya didalam Istana, Sultan mulai
memikirkan kederisasi kepemimpinannya. Ia membutuhkan seorang penerus kerajaan
yang kuat yang mampu merpertahankan kekuasaannya dan menjaga Kerajaaan Aceh dan
daerah taklukannya agar tidak tunduk pada kekuasaan asing, terutama Portugis
dan Inggris yang saat itu terus melakukan provokasi di Selat Malaka.
Sultan Iskandar Muda Terlintaslah pandangannya pada wajah
Sang Putra Mahkota - Meurah Pupok - yang digelariSultan Muda atau Poteu Cut.
Anak kesayangannya ini berwajah gagah mewarisi ketampanan wajah sang ayah.
Putra Mahkota atau Poteu Cut ini memang masih belia, minim pengalaman. Saat ini
sedang menanjak dewasa. Sultan merencanakan untuk memberikan beberapa tanggung
jawab kepada Putra Mahkota agar ia belajar dan berpengalaman. Termasuk
diantaranya tugas tempur untuk memimpin Armada Laut terbesar Kerajaan yaitu
Armada Cakra Donya. Diharapkan dengan berbagai pengalaman penugasan termasuk
dengan menjadi Panglima Perang pada saatnya nanti ia mampu menggantikan dirinya
untuk menjadi Sultan.
Menurut sebuah riwayat Sultan Iskandar Muda memiliki dua
anak, yang pertama adalah Meurah Pupok yang berasal dari istrinya seorang Putri
Gayo. Yang kedua adalah wanita yang bernama Safiatuddin yang berasaal dari
istrinya Putri Pedir/Pidie. Meurah Pupok dikenal sebagai seorang Pangeran yang
terampil menunggang kuda. Meurah Pupok menjadi harapan Sultan Iskandar Muda
untuk menggantikannya.
Ditengah lamunannya Sultan terpengarah karena tiba-tiba
seorang Perwira Muda Kerajaan yang sangat dikenalnya dan merupakan
kepercayaannya tiba-tiba menorobos masuk dan langsung berlutut menyembah
dirinya. Dengan terbata-terbata Sang Perwira menangis tersedu-sedu sambil
menyebutkan bahwa Putra Mahkota Poteu Cut Meurah Pupok telah melakukan tindakan
asusila dengan menodai istrinya. Perwira tersebut langsung membunuh istrinya
setelah mengetahui peristiwa tersebut. Namun, untuk Putra Mahkota ia serahkan
sepenuhnya pada kebijaksanaan Sultan. Ia menuntut keadilan kepada Sultan.
Selepas ia mengadukan hal tersebut kepada Sultan, Perwira tersebut langsung
mencabut rencongnya dan menikam ke hulu hatinya sendiri tanpa sempat dicegah
oleh Sultan dan pengawalnya. Robohlah perwira tersebut dan langsung tewas saat
itu juga.
Syahdan Perwira Muda ini adalah Pelatih Angkatan Perang
Aceh. Ia mengetahui peristiwa tersebut setelah melakukan pelatihan terhadap
para prajurit di kawasan Blang Peurade Aceh. Ia sangat kecewa dengan peristiwa
yang melibatkan istrinya tersebut. Kekecewaan tersebut ia tumpahkan dengan
membunuh istrinya sendiri kemudian ia sendiri bunuh diri dihadapan Sultan.
Tercenunglah Sultan dengan wajah bergetar menahan amarah. Ia
baru saja menaruh harapan terhadap Putra Mahkota, namun peristiwa yang baru
terjadi bagaikan geledek yang menyambar dirinya. Seorang Perwira kerajaan
kepercayaan dirinya menyampaikan pengaduan yang membuat dunia ini seolah-olah
runtuh. Putra Mahkota kesayangannya telah melakukan tindakan yang tidak patut.
Segera Sultan berteriak garang disaksikan orang-orang
penting Kerajaan dan para pengawalnya. "Aku adalah Sultan Penguasa Aceh,
Sumatera dan Malaka. Aku telah memerintah Aceh dan taklukannya dengan menegakan
hukum yang seadil-adilnya. Aku pun akan menegakan hukum terhadap keluargaku
sendiri. Aku pun akan menerapkan hukum kepada Putra Mahkota yang
seberat-beratnya. Dengan tanganku sendiri akan kupenggal leher putraku karena
telah melanggar hukum dan adat negeri ini..."
Semua pembesar kerajaan tercenung. Sultan segera
memerintahkan penangkapanPutra Mahkota Meurah Pupok yang bergelar Poteu Cut
atau Sultan Muda. Pengadilan segera dilakukan dan Sultan Iskandar Muda telah
memutuskan bahwa ia sendirilah yang akan memancung putra kesayangannya itu.
Mendung menggelayut diatas Kerajaan Aceh, prahara telah menghantam negeri
perkasa ini.
Beberapa pembesar kerajaan yang peduli terhadap kelangsungan
kerajaan bersepakat untuk menghadap Sultan Iskandar Muda agar membatalkan
hukuman pancung tersebut. Mereka mengajukan berbagai usul seperti pengampunan
atau cukup dengan mengasingkan Putra Mahkota ke negeri lain. Termasuk mencari
kambing hitam, mencari seorang pemuda lain untuk menjadi pesakitan menggantikan
Putra Mahkota. Semua usul tersebut ditolak oleh Sultan dan dengan berang Sultan
berkata akulah yang menegakan hukum di negeri ini dan kepada siapapun yang
bersalah tidak terkecuali terhadap keluargaku sendiri harus dihukum. Kerajaan
ini kuat karena hukum yang ditegakan dan adanya keadilan. Sultan kemudian
menyebut dalam bahasa Aceh -"...Gadoh aneuk meupat jrat, Gadoh hukom ngon
adat pat tamita...?" - yang artinya "hilang anak masih ada kuburan
yang bisa kita lihat, tetapi jika hukum dan adat yang hilang hendak kemana kita
mencarinya?"
Semua pembesar kerajaan terdiam tak kuasa membantah titah
Raja Perkasa yang adil ini. Mereka mulai membayangkan bagaimana masa depan
negeri ini. Bahkan Menteri Kehakiman pun yang bergelar Sri Raja Panglima Wazir
berusaha membujuk tetapi Sultan tetap tidak bergeming. Sultan berketetapan hati
tetap melaksanakan putusannya. Sultan sendiri dengan tegas mengatakan apabila
tidak ada seorang pun yang mau melakukan hukuman ini maka ia sendiri yang akan
melakukannya. Pada hari yang ditentukan dilaksanakanlah hukuman pancung
tersebut yang langsung dilakukan oleh Sultan Iskandar Muda terhadap Putra
Mahkota kesayangannya.
Dibawah linangan air mata masyarakat yang mencintai Sultan
dan Putra Mahkotanya disaksikan pembesar kerajaan yang berwajah sendu dan
tertunduk tidak mampu menatap kejadian tersebut, Sultan Iskandar Muda dengan
tegar melaksanakan hukuman pancung terhadap Putra Mahkota kesayangannya itu.
Langit kerajaan Aceh menjadi mendung kelabu.
Rakyat kebanyakan maupun pembesar kerajaan banyak yang tidak
percaya dengan apa yang dilakukan oleh Putra Mahkota. Mereka semua menaruh
harapan besar terhadap Putra Mahkota sebagai pewaris kerajaan dan turunan
langsung Sultan Iskandar Muda. Tetapi hukum telah ditegakan dan Sultan langsung
yang melaksanakan keputusan tersebut.
Atas keputusan Sultan Iskandar Muda pula jenajah Meurah
Pupok tidak dibolehkan untuk dimakamkan dikompleks pemakaman kerajaan.
Pemakaman kerajaan disebut dengan Kandang Mas yang berada dilingkungan Istana
Darul Donya. Jenazah hanya dimakamkan disuatu kompleks di luar area Keraton
yaitu didekat lapangan pacuan kuda Medan Khayali.
Ternyata Sebuah Konspirasi
Waktu terus berjalan, Sultan mulai memikirkan siapa
penggantinya. Kemudian berkembanglah sebuah informasi bahwa Putra Mahkota
Meurah Pupok yang bergelar Sultan Muda Poteu Cut, memang sengaja disingkirkan
oleh sebuah konspirasi. Oleh sekelompok orang tertentu yang tidak
menginginkannya menjadi Raja atau Sultan, mencoba mencari berbagai cara untuk
mencegahnya menjadi Sultan. Kelompok ini tidak berani berhadapan secara
langsung dengan Sultan atau melakukan tindakan gegabah. Mereka berusaha
menjebak Putra Mahkota dengan berbagai cara. Dicarilah akal bulus untuk
menggoda Sultan Muda yang sedang menanjak dewasa ini. Sebagai pria muda ia
dianggap akan mudah tergoda dengan wanita.
Akhirnya ditemukan seorang wanita jelita yang kebetulan pula
istri seorang Perwira Kerajaan dan kepercayaan Sultan Iskandar Muda. Karena
istri seorang perwira kepercayaan Sultan, wanita ini dengan mudah masuk kedalam
lingkungan Istana. Sehingga ia dengan mudah bergaul di istana dan mendekati
Pangeran Muda yang tampan yang juga adalah seorang Putera Mahkota. Akhirnya
akibat godaan sedemikian rupa Sultan Muda terjebak kedalam skenario yang dibuat
oleh konspirasi jahat yang bertujuan ingin menjebak dan menyingkirkannya.
Akhirnya sebagaimana diketahui bersama konspirasi jahat itu berhasil
menyingkirkan Putra Mahkota Sultan Muda yang bernama asli Meurah Pupok.
Informasi ini sampai ketelinga Sultan Iskandar Muda, namun
semuanya telah terjadi. Ia mulai membayangkan Putra kesayangannya tersebut yang
juga Putra Mahkota yang kelak diharapkan melanjutkan kepemimpinannya. Terbayang
olehnya akan wajah seorang pemuda tampan namun minim pengalaman. Ditengah
usianya yang menanjak dewasa sangat mungkin ia mudah tergoda. Sultan mulai
menyesali kealpaannya dalam mengawasi Putra Mahkota kesayangannya itu. Ia
dirundung kesedihan mendalam. Kesedihan yang terus menerus ini membuat Sultan
jatuh sakit. Sakitnya berlangsung terus dan semakin parah. Dalam beberapa waktu
kemudian Sultan Iskandar Mudayang perkasa ini akhirnya mangkat tepatnya pada
tanggal 27 Desember 1636.
Pengganti Sultan adalah menantunya yaitu Sultan Iskandar
Tsani. Setelah Sultan Iskandar Tsani mangkat ditunjuklah istrinya yang juga
anak Sultan Iskandar Muda dan adik Meurah Pupok yaitu Ratu Tajul Alam
Syafiatuddin menjadi Ratu Penguasa Kesultanan Aceh. Dalam masa kepemimpinan
Ratu Tajul Alam Syafiatuddin ia mencoba memulihkan kembali nama baik abangnya
Meurah Pupok, karena sesungguhnya abangnya tersebut tidak sepenuhnya salah.
Abangnya dijebak oleh suatu konspirasi yang jahat. Ratu kemudian membangun
makam untuk abangnya Meurah Pupok yaitu suatu bangunan yang indah yang menjadi
kenang-kenangan bagi peristiwa masa lalu untuk dijadikan pelajaran agar para
penguasa dan keluarganya harus lebih berhati-hati dalam bersikap dan bertindak.
Bangunan makam ini disebut dengan Kandang Poteu Cut. Kandang ini terletak pada
lokasi strategis yaitu disisi barat Kandang Perak dan Taman Sari pada tepi
jalan masuk ke Medan Khayali. Namun, makam Meurah Pupok yang disebut Peucut ini
sempat dihancurkan Belanda. Peucut berasal dari Pocut yang berarti Putra
Kesayangan.
Hukum dan Adat harus ditegakkan meski anak harus
dikorbankan. Sebab menegakkan Adat Identik dengan menegakkan Hukum Islam masa
itu. "Hukom ngen adat lage zat ngen sifheut". Tuduhan berbuat zina
dialamatkan kepada Meurah Pupok, namun tidak umum diketahui bagaimana proses
peradilan berdasarkan hukum Islam terhadapnya. Tidak jelas siapa nama empat
orang saksi yang dihadapkan ke muka pengadilan. Siapa saja yang bertindak
sebagai hakim yang mengadili kasus ini. Sebab walaupun raja adalah penentu
tertinggi, tapi sebagai sebuah kerajaan Islam, tentulah ketentuan-ketentuan
syari’at dijunjung tinggi.
Demi menegakan hukum Sultan Iskandar Muda rela menghukum
mati anaknya sendiri yang nota bene merupakan putra kesayangannya sekaligus
penerus kekuasaannya. Meskipun kemudian diketahui kesalahan anaknya tersebut
akibat suatu konspirasi yang memang sengaja menjebaknya. Tragedi Meurah Pupok
ini memang telah dirancang sedemikian rupa oleh kelompok politisi istana yang
berkhianat. Mereka dengan licik memanfaatkan Meurah Pupok yang tengah terjerat
cinta. Konon ini merupakan permainan kelas tinggi. Sejarah telah memberikan
pelajaran yang luar biasa buat kita, hukum memang harus ditegakan, namun
kekuasaan itu pun syarat dengan intrik dan penuh tipu daya. Kisah Meurah Pupok
memberikan hikmah yang sangat mendalam. [Sumber]
0 komentar:
Post a Comment