ACEH, yang juga dikenal dengan
sebutan Serambi Mekkah, menyimpan cerita tentang perjuangan yang gigih ketika
melawan penjajahan Belanda. Dalam pertempuran melawan Belanda sejak 1873 hingga
1942, pejuang Aceh berhasil menewaskan komandan perang Belanda, Jenderal
Kohler. Salah satu jejak sejarah itu dapat ditelusuri di Kerkoff Peucut, Banda
Aceh. Dalam bahasa Indonesia Kerkoff berarti "kuburan".
Ada rasa bangga bagi belanda jika
mayatnya di kuburkan di tanah aceh. bahkan mayat petinggi belanda yang tidak
tewas di Aceh pun di akan di usahakan untuk di kuburkan di Aceh.
di dekat pintu gerbang, ukiran
cantik mulai terlihat oleh mata. Ukiran itu tak lain adalah nama-nama serdadu
Belanda yang meninggal pada saat melakukan pertempuran dengan masyarakat Aceh.
Nama-nama serdadu yang meninggal
itu terukir dengan rapi pada relief dinding gerbang. Setiap relief memuat 30
nama serdadu, daerah pertempuran dan tahun mereka mengembuskan napas terakhir.
Kejadiannya berkisar antara tahun 1873 - 1910. Di antara nama-nama yang
terpampang rapi tersebut, ada beberapa prajurit yang berasal dari Jawa, Manado,
dan Ambon. Menurut cerita, mereka dulunya tergabung dalam tentara Marsose.
Serdadu Jawa yang berada di bawah
pimpinan Belanda biasanya disertai dengan identitas IF (inlander fuselier) di
belakang namanya. Tentara Belanda diikuti kode EF ataupun F. Art dan serdadu
dari Ambon ditandai dengan AMB dan serdadu dari Manado ditandai dengan MND.
Sedangkan, beberapa wilayah
pertempuran itu antara lain: Sigli, Moekim, Tjot Basetoel, Lambari en Teunom,
Kandang, Toeanko, Lambesoi, Koewala, Tjot Rang - Pajaoe, Lepong Ara, Oleh
Karang - Dango, Samalanga dan sebagainya. Tempat itu untuk mengubur jasad-jasad
serdadu Belanda yang tewas seketika pada pertempuran di Aceh maupun orang
Belanda lainnya. Bagi serdadu yang meninggal seketika di medan pertempuran akan
disertai dengan keterangan Gesneuveld. Sedangkan bagi yang meninggal karena
sakit akan disertai dengan keterangan overleden.
Sementara itu, di bagian kiri
pintu gerbang tertulis kalimat "in memoriam Generaal - Majoor JHR Kohler,
Gesneuveld, 14 April 1873". Kalimat tersebut intinya mengenang Jenderal
Kohler yang meninggal seketika dalam pertempuran di Aceh pada 14 April 1873.
Catatan Sejarah
Menurut catatan sejarah, pada
1873, serdadu Belanda masuk ke Aceh untuk menguasai daerah tersebut. Namun,
upaya Belanda untuk menguasai wilayah Aceh tidak dapat segera terlaksana.
Mereka mendapat perlawanan sengit dari pejuang Aceh yang gagah berani. Bahkan,
Jenderal Kohler yang memimpin penyerangan tersebut harus kehilangan nyawanya
pada tahun 1873 itu juga. Dia terkena tembakan tepat di dahinya di depan Masjid
Raya Baiturrahman pada 14 April 1873.
Usaha menguasai Aceh tersebut
tetap tidak dapat berjalan mulus hingga pada tahun 1942. Belanda hanya dapat
menguasai daerah perkotaan. Sedangkan, di daerah-daerah pedesaan, Belanda dapat
dikatakan mengalami kekalahan.
Akibat penjajahan yang dilakukan
selama 59 tahun itu, ribuan serdadu Belanda tewas. Serdadu yang terdiri dari
orang Belanda sendiri dan pasukan antigerilya atau Marsose yang serdadunya
berasal dari orang Jawa, Ambon dan Manado tewas di ujung senjata khas Aceh,
yaitu Rencong dan bedil. Pada mulanya, mereka yang tewas di daerah-daerah
pertempuran seperti Sigli, Samalanga, Meulaboh, Bakongan, Idi, Paya Bakong
langsung dimakamkan di derah itu pula. Namun, karena banyaknya graven atau
kompleks kuburan yang berceceran di Aceh, maka dilakukan upaya untuk
mengumpulkan jasad para inlander tersebut menjadi satu.
Kerkoff yang sebelumnya merupakan
kawasan ilalang dan kemudian menjadi kandang kuda disulap menjadi kompleks
kuburan oleh Belanda. Saat ini, di sana dikuburkan 2.200 serdadu Belanda dari
yang berpangkat Jenderal sampai berpangkat rendah.
Jasad-jasad tersebut dikumpulkan
dari daerah-daerah. Misalnya di dinding gapura disebutkan serdadu Belanda yang
tewas di Idi. Walaupun di dinding dicantumkan nama serdadu Marsose yang berasal
dari orang Jawa atau Ambon seperti nama Paijo (ditambah nama-nama orang Jawa
dan Ambon), namun mereka tidak dikuburkan di Kerkoff, tetapi mereka dikuburkan
di Taman Makam Pahlawan sekitar 500 meter dari Kerkoff.
Jasad Kohler
Uniknya, setelah Kohler tewas,
pejuang Aceh tidak mengetahui, di mana jasadnya dikuburkan. Terakhir diketahui,
Kohler dikuburkan di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat. Namun, karena kawasan
Tanah Abang akan dibangun pertokoan, makam Kohler pun terkena penggusuran. Sehingga,
sebagai peringatan sejarah dan atas permintaan Gubernur Aceh Muzakir Walad,
jasad Kohler akhirnya dikubur ulang di Kerkoff, Banda Aceh pada 19 Mei 1978.
Menurut cerita, pemakaman ulang Kohler di Kerkoff tersebut dihadiri oleh satu
peleton tinggi Belanda. [Kohler ngerepotin banget yah?]
Kerkoff sendiri ternyata tidak
hanya digunakan sebagai tempat peristirahatan yang terakhir bagi serdadu
Belanda yang tewas karena pertempuran, tetapi juga karena sakit dikuburkan.
Sejumlah pejabat tinggi perwakilan Belanda yang pernah bertugas di Aceh pun
mewasiatkan untuk dikuburkan di lahan tersebut. Misalnya, A Ph Van Aken,
Gubernur Belanda untuk Aceh yang tewas di Jakarta pada 1 April 1936 dalam
kedudukannya sebagai anggota Dewan Hindian Belanda. Tokoh ini terbilang
memiliki sikap lunak dan dikenal baik sehingga menarik simpatik masyarakat
Aceh. Dia dikenal telah merenovasi kubah Masjid Raya Baiturrahman.
Karena mengandung nilai sejarah
yang tinggi, usaha untuk melakukan perawatan Kerkoff terus dilakukan. Adalah Kolonel
Koela Bhee dan Lamie Djeuram mantan komandan bivak di Blang Pidie yang datang
kembali ke Aceh pada Juli 1970 dan merenovasi Kerkoff yang sudah ada sejak
tahun 1880.
Sumber dana pada awalnya bersifat
partikelir dan selanjutnya dilakukan upaya kampanye pengumpulan dana perawatan
Kerkoff di Belanda. Hasilnya, terbentuklah Yayasan Peucut atau yang belakangan
dikenal Stichting Renovatie Peucut. Dana dari yayasan tersebut disalurkan
melalui Pemda Banda Aceh. [Sumber]
0 komentar:
Post a Comment