Peneliti
Madya Badan Latihan Arkeologi (BALAR) Medan, Ketut Wirad Nyana
menyimpulkan sejak 5.000 tahun lalu telah berkembang nilai-nilai budaya
di Aceh Tamiang. Kesimpulan itu disampaikan sehubungan telah berakhirnya
penelitian yang dilakukannya bersama 50 orang peneliti lainnya tentang
keberadaan budaya di Aceh Tamiang pada oktober 2010.
Foto Bukit Kerang |
Dijelaskan,
penelitian yang dilakukan untuk mengetahui keberadaan budaya di Aceh
Tamiang karena terdorong beberapa peneliti menyebut-nyebut di sebuah
lokasi perbukitan di daerah Desa Pangkalan Kecamatan Kejuruan Muda
terdapat tumpukan kulit kerang kecil (remis) yang sudah menggunung.
Diantara tumpukan itu telah ditemui beberapa fosil yang mengisaratkan
ada kehidupan mahluk yang berbudaya di daerah setempat.
Antara
lain terdapat tumpukan gerabah yang terbuat dari kulit remis yang
tertata rapi seperti kalung.Kemudian juga ditemui beberapa alat yang
terbuat dari batu berbentuk kapak dan senjata lainnya. Juga ditemui
beberapa batu yang diperkirakan untuk dimanfaatkan sebagai alat yang
bisa mengeluarkan api. Semua temuan itu diteliti lebih lanjut untuk
mengetahui keberadaan manusia sejak 5.000 tahun lalu yang hidup di Aceh
Tamiang sebagai mahluk yang berbudaya.
Kata Ketut, manusia pra-sejarah itu diketahui dari hasil penelitian yang dilakukan telah berdomisili di kawasan dataran tinggi.
Padahal secara umum diketahui manusia yang hidup pada era 5.000 tahun lalu lebih senang tinggal di rawa-rawa dan tidak jelas kehidupannya, sehingga disebut manusia purba.Tapi pada kenyataannya dari hasil penelitian yang dilakukan, terbukti manusia yang hidup era 5.000 tahun lalu di kawasan Aceh Tamiang sudah memiliki kehidupan religi dan kebudayaan yang tinggi.
Menurut Ketut, sedikitnya tujuh titik lokasi benda cagar budaya (BCB), makam raja-raja dan istana raja semuanya diteliti pihak Balar bersama sejumlah peneliti budaya lainnya dari Provinsi NAD dan Provinsi Sumut. Namun untuk sementara waktu, hanya perbukitan bukit remis yang terdapat di Desa Pangkalan tersebut yang bisa disimpulkan sebagai bagian dari keingintahuan terhadap perkembangan budaya di Aceh Tamiang.
Begitupun masih diperlukan penelitian berlanjut kedaerah lainnya yang masuk wilayah Aceh Tamiang, terutama tentang keberadaan bukit kerang di Desa Masjid Kecamatan Bendahara.
Bukit kerang di Kecamatan Bendahara dan Bukit Remis di Kejuruan Muda memiliki perbedaan, yang satunya tumpukan kulit kerang remis dan satunya lagi tumpukan kulit kerang yang besar. Namun keduanya merupakan kulit kerang yang sudah menumpuk. |Sumber|
Padahal secara umum diketahui manusia yang hidup pada era 5.000 tahun lalu lebih senang tinggal di rawa-rawa dan tidak jelas kehidupannya, sehingga disebut manusia purba.Tapi pada kenyataannya dari hasil penelitian yang dilakukan, terbukti manusia yang hidup era 5.000 tahun lalu di kawasan Aceh Tamiang sudah memiliki kehidupan religi dan kebudayaan yang tinggi.
Menurut Ketut, sedikitnya tujuh titik lokasi benda cagar budaya (BCB), makam raja-raja dan istana raja semuanya diteliti pihak Balar bersama sejumlah peneliti budaya lainnya dari Provinsi NAD dan Provinsi Sumut. Namun untuk sementara waktu, hanya perbukitan bukit remis yang terdapat di Desa Pangkalan tersebut yang bisa disimpulkan sebagai bagian dari keingintahuan terhadap perkembangan budaya di Aceh Tamiang.
Begitupun masih diperlukan penelitian berlanjut kedaerah lainnya yang masuk wilayah Aceh Tamiang, terutama tentang keberadaan bukit kerang di Desa Masjid Kecamatan Bendahara.
Bukit kerang di Kecamatan Bendahara dan Bukit Remis di Kejuruan Muda memiliki perbedaan, yang satunya tumpukan kulit kerang remis dan satunya lagi tumpukan kulit kerang yang besar. Namun keduanya merupakan kulit kerang yang sudah menumpuk. |Sumber|
0 komentar:
Post a Comment