Dewan Perwakilan Rakyat Aceh
(DPRA) sampai dengan hari ini belum merencanakan untuk membahas Rancangan Qanun
Bendera Aceh dan Lambang Aceh.
Detik-detik menunggu pengesahan tersebut pun kian menuai kritikan dari berbagai pihak, bahkan Pangdam IM Mayjen TNI Zahari Siregar dan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi meminta pihak DPRA untuk mengevaluasi kembali bendera dan lambang yang masih bersimbol "separatis".
Sebagaimana diberitakan
sebelumnya, bahwa DPRA berencana akan memparipurnakan Raqan Bendera dan Lambang
tersebut pada 24 November 2012, namun sejauh ini belum ada tanda-tanda dari
mereka yang berhak mengesahkannya.
Meski demikian, berbagai kalangan
masyarakat di Provinsi Aceh, khususnya Lhokseumawe dan Aceh Utara mendukung
Raqan tersebut disahkan. Kalangan masyarakat mulai tak sabar dengan pengesahan
itu, karena menurut mereka Bendera dan Lambang dapat mensejahterakan Rakyar
Aceh.
Sebelumnya The Globe Journal
beberapa pekan lalu sempat bertemu dengan Ketua KPA/PA wilayah Pase, Aceh
Utara, Tgk Zulkarnaini.
Saat di wawancarai The Globe
Journal diruang kerjanya mengenai Bendera dan Lambang Aceh yang sebentar lagi
akan disahkan, pihaknya sangat mendukung hal tersebut, dan meminta agar
pengesahan ini tidak ada masalah.
Tgk Zulkarnaini juga mendesak
agar Raqan tersebut segera disahkan.
Hal yang sama juga pernah
disampaikan oleh salah seorang Pengamat Sosial Politik Aceh yang juga Juru
Bicara KPA/PA wilayah Pase, Tgk Nasrullah Dahlawy. Pihaknya sangat apresiasi
jika Raqan tersebut disahkan, Namun apabila bendera dan lambang tersebut memang
betul-betul harus di evaluasi, maka pihaknya menyerahkan persoalan ini kepada
pihak DPRA di Banda Aceh.
Nah sehubungan dengan pernyataan
Pangdam dan Mendagri yang menuai kritikan, pada Sabtu (24/11/2012) malam tadi,
The Globe Journal melakukan wawancara via email kepada Tgk. Ahmad Adamy, selaku
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Lembaga Aceh Demokrasi Community (ADC).
Seperti apa petikan wawancaranya?
Berikut petikannya :
The Globe Journal : "Pangdam
dan Mendagri meminta Bendera Aceh dan Lambang dievaluasi kembali oleh DPRA.
Karena masih berbau separatis. Nah bagaimana tanggapan Anda mengenai pernyataan
tersebut?"
Ahmad Adamy : "Mereka sedang
didera oleh suatu rasa takut (penyakit) yang berlebihan, saya rasa itu tidak
perlu, walaupun nantinya di Aceh akan terjadi Self Government.
Yang pastinya kan tetap dalam
bingkai NKRI, bukankah RI & GAM itu sudah sepaham? Dan akhirnya baru
keduanya menanda tangani MoU.
Saya rasa pihak lain yang tidak
mengerti kasus agar mempelajarinya lebih dulu, dan perlu dijelaskan bahwa GAM itu bukan lagi saparatis.
Itu kekeliruan individu tentang
Pemahaman isi draf MoU, ada yang belum sempat terbaca karena kesibukannya.
Itu kita pahami dan rakyat Aceh
boleh terima, sudah terbiasa dengan hal demikian.
Tapi saya yakin semenjak tanggal
15 Agustus 2005 bahwa GAM bukan lagi Saparatis di mata Republik Indonesia. GAM
akan menciptakan Provinsi Aceh menjadi Self Geverment sesuai dengan apa yang
telah tercantum dalam MoU.
The Globe Journal : "Kenapa
demikian?"
Ahmad Adamy : "Wajar kalau
di Pihak RI menghendaki demikian. Tapi 'jangan ciptakan pahlawan menjadi
pengkhianat'. GAM sudah berkorban banyak untuk damai. Kita juga berharap kepada
Pemerintah Aceh dan DPRA tidak mengecewakan GAM".
The Globe Journal : "Setahu
anda bendera dan logo tersebut milik siapa?"
Ahmad Adamy : "Bendera dan
logo itu kan milik GAM. Bukan milik sayap militer GAM. Bagaimana boleh mereka
tidak menerima GAM sedangkan perjanjian damai itu antara RI & GAM. Maka
lahirlah MoU.
Tanpa GAM, MoU itu tidak bermakna
apa apa, dan sejarah pengkhianatan terhadap rakyat Aceh akan terulang lagi.
Apa yang sudah tertuang dalam MoU
terhadap GAM sampai saat ini belum jelas. Satu pun kantor GAM belum di bangun
sampai saat ini.
Juga tentang program untuk kombatan
GAM belum terealisasi sampai saat ini, seharusnya ini di dahulukan oleh
Pemerintah Aceh.
Sesuai perjanjian Mou, GAM sudah
merubah nama TNA (Tentara Negara Aceh) menjadi KPA (Komite Peralihan Aceh)
memusnahkan senjata, dan siimbol TNA dan lain lain.
Walau ada pihak lain yang tidak
menghendaki (mengakui) keberadaan GAM, mereka harus mengahapus MoU dulu, baru
menghapuskan nama GAM (Gerakan Aceh merdeka).
The Globe Journal : Nah, apakah
pihak GAM setuju bila bendera dan lambang tersebut dievaluasi kembali agar
tidak berbau separatis?
Ahmad Adamy : Walaupun ada pihak
yang setuju, yang pastinya GAM tidak setuju. Pihak GAM sangat yakin terhadap
DPRA dan Pemerintah Aceh. Perjuangan GAM murni untuk kemakmuran dan kebebasan
rakyat. Makanya GAM begitu ikhlas dengan perdamaian ini.
Semua rakyat Aceh yang hidup dan
mati dalam kalimat thaibatan itu GAM, dan mengenai bendera dan lambang tidak
sedikitpun bermasalah dengan perjuangan. Malah menurut pengetahuan saya ianya
akan semakin Popular.
The Globe Journal : Seandainya
pihak terkait tetap saja mengevaluasi bendera dan lambang tersebut sehingga
pihak GAM juga harus menyetujuinya. Nah seperti apa bentuk baru Bendera dan
Lambang itu jika evaluasi diterima?
Ahmad Adamy : Masih terlalu dini
untuk memikirkan bentuk lain. Dan saya rasa tidak perlu memikir kearah itu.
Karena Pemimpin Negara kita Republik Indonesia sangat bijak dan mengerti pasti
apa yang telah di sepakati.
The Globe Journal : Apabila pihak
GAM tidak terima bendera dan lambang itu dievaluasi, dan jika pihak terkait
tetap saja mengevaluasinya. Tindakan apa yang harus dilakukan GAM ke depan?
Ahmad Adamy : GAM berhak membawa
masalah ini ke meja perundingan CMI (Crisis Manajement Initiave, mediator MOU
Helsinki, Red). Dan CMI akan membaca balik di hadapan kedua pihak antara RI dan
GAM.
DPRA dan Pemerintah Aceh akan
menjadi saksi dan merealisasi di lapangan. Kita berharap Pemerintah Pusat Tetap
teguh pada janjinya. [Rangkum The Globe Journal]
0 komentar:
Post a Comment