Banda Aceh – Hampir sebulan setelah keputusan Pengadilan Tinggi Tata
Usaha Negara (PTTUN) Medan yang memerintahkan Gubernur Aceh mencabut
Surat Izin Usaha Perkebunan PT Kalista Alam, kini Pemerintah Aceh secara
resmi telah mengeluarkan surat pencabutan izin tersebut.
Gubernur Aceh telah mengeluarkan keputusan yaitu Keputusan Gubernur
Aceh No.525/BP2T/5078/2012, tanggal 27 September 2012 tentang Pencabutan
Surat Izin Gubernur Aceh No.525/BP2T/5322//2011 tentang Izin Usaha
Perkebunan Budidaya (IUP-B) atas nama PT.Kalista Alam seluas 1.605 Ha
lokasi di Desa Pulo Kruet Kec.Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya
Propinsi Aceh.
Dalam surat tersebut disebutkan yang menjadi dasar pertimbangan
pencabutan adalah bahwa berdasarkan Pasal 45A ayat (2) huruf c UU No.5
Thn 2004 tentang Perubahan Atas UU No.14 tahun 1985 tentang Mahkamah
Agung, yang menyatakan bahwa perkara tata usaha negara yang objek
gugatannya berupa keputusan pejabat daerah yang jangkuannya Keputusannya
berlaku di wilayah daerah yang bersangkutan, maka perkara tersebut
termasuk perkara yang tidak memenuhi syarat untukk dilakukan upaya hukum
kasasi
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Aceh memberikan apresiasi
kepada Pemerintah Aceh yang telah menunjukan perilaku taat hukum.
“Perintah dari PTTUN Medan sudah jelas, yaitu gubernur Aceh mencabut
izin PT Kalista Alam seluas 1.605 hektar di Rawa Tripa, maka keputusan
itu harus dijalankan. Kalau tidak maka pemerintah Aceh bisa disebut
melawan hukum,”kata Direktur WALHI Aceh, T. Muhammad Zulfikar.
Rawa Tripa masuk dalam Kawasan Ekosistem Leuser sebagai Kawasan
Strategis Nasional dengan fungsi lindung, sebagaimana yang diamanatkan
dalam UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan PP No. 26 tahun
2008 dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.
Pencabutan izin itu memberikan sinyal kepada pengusaha ‘nakal’ untuk
tidak bermain-main dengan hukum dan peraturan di Aceh. “Ini penting
supaya ada kepastian hukum dalam berusaha dan berinvestasi Aceh sehingga
memberikan keuntungan bagi masyarakat,”kata T. Muhammad Zulfikar.
Menurut WALHI Aceh sebenarnya sangat banyak alasan untuk mencabut
izin perkebunan tersebut tanpa perlu kasusnya bergulir ke pengadilan.
Salah satunya adalah PT.Kalista Alam belum membangun kebun plasma kepada
masyarakat seluas 30% dari luas lahan mereka. Selain itu Kalista Alam
tidak pernah menyampaikan laporan perkembangan fisik perkebunan kepada
pemerintah Aceh secara berkala setiap enam bulan sekali kepada dinas
terkait baik Propinsi maupun kabupaten.
WALHI Aceh berpendapat sudah selayaknya setiap perusahaan perkebunan
yang tidak taat hukum dan peraturan diberikan sanksi tegas. “Tidak
perlulah selalu ke pengadilan dulu baru izin dicabut. Asal sudah tidak
sesuai perjanjian dan merugikan Aceh, maka perusahaan harus
ditindak,”ujarnya kembali.
Menurut catatan WALHI Aceh, perusahaan perkebunan yang bermasalah
tidak hanya PT Kalista Alam semata namun banyak perusahaan lain yang
bermasalah, mulai dari penyerobotan lahan, operasional mendahului izin,
tidak membuka kebun plasma hingga membakar hutan.
WALHI Aceh meminta agar Pemerintah Aceh secara tegas mengevaluasi
kembali seluruh perusahaan yang berada di Rawa Tripa. “Hasil evaluasi
akan menentukan arah kebijakan selanjutnya di lahan gambut tersebut di
masa depan, terutamanya untuk perlindungan lingkungan,”T. Muhammad
Zulfikar.
0 komentar:
Post a Comment