Tgk Ilyas Leubee merupakan salah
satu putra terbaik Gayo dalam sepanjang sejarah perjalanan Gayo. Dan beliau
merupakan ulama kharismatik terakhir di Tanoh Gayo. Sampai hari belum ada sosok
pengganti se-kharismatik beliau yang mampu memotivasi masyarakat dalam berjuang
menegakkan yang makruf dan melawan kemungkaran. Beliau merupakan sosok pribadi
yang memegang teguh prinsip “amar makruf nahi munkar” dan istiqomah berjuang di
jalan Allah SWT. Beliau senantiasa berjuang dalam membela kebenaran dan
keadilan sebagai salah satu prinsip yang selalu beliau pegang teguh sampai
akhir hayatnya. Sejarah kurang mencatat peran dan sumbangsih nyatanya dalam
membela eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia di awal-awal berdirinya
Republik tersebut. Sejarah kurang mencatat bagaimana keperwiraan beliau dalam
berjuang melawan penjajah Belanda di Seantero Aceh, Tanoh Gayo, Tanah Karo,
Medan Area, dan Batavia. Memang benar bahwa “sejarah selalu ditulis oleh pihak
yang menang” tetapi walaupun demikian jangan sampai dengan slogan tersebut
kebenaran-kebenaran yang nyata dinafikan begitu saja keberadaannya. Bangsa dan
Negara yang besar adalah bangsa dan Negara yang selalu menghargai dan mengenang
jasa-jasa para pahlawannya. Benar kata orang bahwa “Sejuta kebaikan yang dibuat
tidak akan dikenang tetapi satu kesalahan yang dibuat maka orang akan
mengenangnya sepanjang masa”.
Jika dilihat dari sudut pandang
pemerintah Indonesia, Tgk Ilyas Leubee dicap sebagai “pemberontak” karena
dianggap mendukung dan bahkan menjadi bagian dari perjuangan Darul
Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) yang menginginkan berdirinya sebuah
Negara Indonesia yang berasaskan Islam. dan kemudian berlanjut dengan
dukungannya terhadap Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Dukungan yang diberikan beliau
terhadap gerakan bersenjata yang dimotori oleh Tgk Hasan Di tiro tidak
tanggung-tanggung di mana beliau tercatat sebagai salah satu tokoh kunci
sekaligus deklarator gerakan tersebut dan menduduki posisi penting dalam struktur
organisasi kemerdekaan pada masa-masa awal pembentukannya. Tetapi dibalik itu
semua, Tgk Ilyas Leubee merupakan sosok ulama yang berpendirian teguh dalam
memperjuangkan kebenaran dan keadilan atas dasar Islam. Beliau banyak melakukan
dakwah-dakwah islamiyah dalam rangka mempertegas kehadiran Islam sebagai agama
yang Rahmatan Lil Alaamin di semenanjung Aceh, Gayo dan Tanah Karo.
Dukungan yang beliau berikan
kepada gerakan tersebut harus dilihat dari sudut pandang yang objektif di mana
hal itu merupakan puncak kulminasi dari semua ketidakadilan yang beliau rasakan
terhadap Gayo dan Aceh secara keseluruhan. Ketidakdilan tersebut salah satunya
dimulai dari penggabungan Aceh ke dalam propinsi Sumatra Utara pada awal-awal
Indonesi merdeka oleh Soekarno sehingga hal tersebut sangat “melukai” hati para
ulama dan rakyat Aceh pada waktu itu. Ditambah lagi dengan dijadikannya
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia dan menafikan Islam sebagai dasar
negara Indonesia merdeka. Berbagai ketimpangan dan penyimpangan yang dilakukan
oleh Soekarno diartikan oleh para ulama Aceh sebagai salah satu bentuk
“pengkhianatan” terhadap Islam dan dukungan penuh yang mereka berikan dalam
mengusir penjajah Belanda di berbagai peperangan, seperti pertempuran Tanah
Karo, pertempuran Medan Area, Batavia dan ratusan pertempuran-pertempuran
lainnya yang beliau pimpin.
Kecintaan Tgk Ilyas Leubee kepada
Islam dan lahirnya kemuliaan bagi rakyat Gayo mendorongya untuk maju ke medan
peperangan dari satu peperangan ke peperangan yang lain. Seolah-olah tiada
waktu istirahat bagi beliau dalam memperjuangkan kebenaran dan kemuliaan di
muka bumi Allah SWT yang mulia ini. Rasa cinta terhadap islam itulah yang
menjadikan beliau mempunyai prinsip, jiwa dan semangat juang yang kokoh dan
tidak luntur dengan gemerlapnya kehidupan dunia. Hal ini terbukti dengan tidak
adanya warisan harta berupa uang milyaran rupiah di dalam rekening bank Swiss
ataupun rekening-rekening bank lainnya yang diberikannya kepada anak-anaknya
padahal kalau tujuannya mencari harta dan kesenangan duniawi maka dengan posisi
beliau yang begitu berpengaruh pada awal masa kemerdekaan Indonesia di mana
beliau tercatat sebagai salah satu Panglima Komando Resimen III Laut Tawar yang
membawahi seantero tanah Gayo ditambah lagi dengan pengaruhnya yang begitu luas
di Aceh maka akan sangat mudah bagi beliau untuk mengumpulkan harta
sebanyak-banyaknya terutama berbagai macam harta dan properti peninggalan
Belanda berupa perkebunan-perkebunan kopi, karet, kelapa sawit dan
lain-lainnya. Tetapi itu semua tidak beliau lakukan, karena beliau berprinsip
bahwa perjuangan yang dilakukan dengan hati dan niat yang tulus maka Allah SWT
akan membalasnya dengan ganjaran yang setimpal di yaumil makhsyar kelak.
Labelisasi politik yang bersifat
negatif yang telah dicapkan sedemikian lamanya oleh pemerintah Republik
Indonesia kepada beliau harus segera diakhiri, ibarat kata pepatah “air susu
dibalas dengan air tuba”. Hati dan niat beliau yang putih dan bersih dalam
membela agama Islam dan berjuang tanpa kenal takut dan menyerah dalam melawan
para serdadu Belanda sehingga menghantarkan Indonesia memproklamirkan
kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945 ternyata tidak dihargai sedikitpun oleh
pemerintah Indonesia sampai hari ini. Kalau mau jujur, dalam suasana dan semangat
perdamaian Aceh (MoU Helsinki), Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai Presiden
RI seharusnya wajib menyampaikan permohonan maafnya atas nama bangsa dan negara
Indonesia kepada keluarga beliau atas ketidakdilan yang telah dialami oleh
beliau selama ini dan memulihkan nama baik beliau secara resmi dihadapan
publik. Penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara Pemerintah Indonesia dan
Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada Agustus, 2005 yang lalu, diartikan sebagai
penandatangan kesepakatan perdamaian antara kedua belah pihak dan menandai
berakhirnya konflik bersenjata di Aceh yang telah berlangsung selama puluhan
tahun. Dengan adanya kesepakatan perdamaian tersebut maka semua kehidupan di
Aceh diharapkan kembali seperti sedia kala sebelum meletusnya pergolakan bersenjata
tersebut. Hal ini seharusnya diikuti oleh pemulihan nama baik Tgk Ilyas Leubee
(dari sudut pandang Pemerintah Indonesia) demi terciptanya sebuah kepercayaan
(trust) diantara masing-masing pihak.
Tanoh Gayo butuh ratusan bahkan
ribuan generasi muda yang punya semangat juang tinggi, tidak kenal menyerah,
dan istiqomah seperti yang telah ditunjukkan oleh Tgk Ilyas Leubee. Untuk
menyahuti ide tersebut perlu digagas sebuah institusi pendidikan tinggi yang
dapat mencetak generasi-generasi muda Gayo menjadi pribadi-pribadi yang
beriman, berilmu dan beramal shaleh. Seorang pribadi yang sempurna menurut
ukuran dan pandangan manusia (walaupun sebenarnya kesempurnaan hanyalah milik
Allah Subhanu Wata’ala semata) adalah pribadi-pribadi yang mampu dan berhasil
mensinergikan dan menyatukan kekuatan iman yang dimilikinya, keunggulan ilmu
yang ditekuninya dan amal/perbuatan nyata yang membawa manfaat bagi masyarakat
disekitarnya. Dalam perkembangan ilmu modern, ketiga hal tersebut sering
disebut IQ (Intelligence Quotient) , EQ (Emotional Quotient) dan SQ (Spiritual
Quotient).
Pembangunan sebuah universitas
yang sama gengsinya dengan Universitas Islam Al-Azhar di Kairo, Mesir di Tanoh
Gayo dan kemudian diberi nama dengan Universitas Islam Tengku Ilyas Leubee
bukanlah merupakan suatu hal yang berlebih-lebihan. Bahkan hal itu merupakan
suatu hal yang wajar sebagai bentuk penghargaan atas segala perjuangan yang
telah beliau tunjukkan semasa hidupnya. Dna juga dengan penamaan universitas
islam tersebut dengan nama beliau maka diharapkan dapat menjiwai setiap detak
jantung dan derap langkah universitas tersebut dalam melaksanakan
kegiatan-kegiatannya demi mencetak generasi-generasi muda Gayo yang beriman,
berilmu dan beramal shaleh. Sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah SAW
bahwa untuk mencapai kebahagiaan didunia dan diakhirat haruslah dengan ilmu.
Dan Allah SWT menurunkan wahyu-Nya pertama kali ke muka bumi ini adalah ayat
“iqra” yang mengandung pengertian “membaca/dalam arti luas “ilmu”. Sehingga
kehadiran Universitas Islam Tgk Ilyas Leubee di Tanoh Gayo tidak bisa
ditunda-tunda lagi demi pencapaian tujuan bersama rakyat Gayo yaitu tersedianya
sumber daya manusia yang beriman, berilmu dan beramal shaleh di seantero Tanoh
Gayo dalam rangka mewujudkan masyarakat Gayo yang Baldatun Toyyibatun Warrabun
Ghafur. [Sumber]
0 komentar:
Post a Comment