Dok. Atjeh Post |
DPR Aceh akan segera meluncurkan Qanun Bendera dan Lambang Aceh. Lewat rapat dengar pendapat umum, diharapkan ada beberapa masukan bisa dicatat. Gubernur menginginkan agar bendera dan lambang tidak boleh lepas dari nilai-nilai filosofi dan historis Aceh.
Senin pekan ini, Dewan Perwakilan Rakyat Aceh akan menggodok kembali Rancangan Qanun Aceh tentang bendera dan lambang Aceh. Penggodokan dilakukan dengan menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum atau RDPU. Tugas ini dititahkan kepada Komisi A yang membidangi pemerintahan dan hukum.
Rapat dengar bakal digelar hingga Selasa 20 November 2012. DPR mengundang masyarakat umum untuk memberi masukan tentang isi qanun. Acara digelar dua tempat. Senin di Aceh Akademik Center Dayan Dawood, Darussalam, pukul 14.30 hingga 16.00 WIB. Lalu, Selasa di gedung serbaguna DPR Aceh sejak pukul 10.00 hingga 14.00 WIB.
Untuk rapat di Darussalam, DPR Aceh mengundang semua pimpinan partai nasional dan lokal, lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang pemerintahan, hukum dan politik, tokoh masyarakat Aceh, sejarawan, budayawan, serta Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa perguruan tinggi se-Aceh. Lalu, pada hari kedua diundang para pemangku kepentingan dari seluruh Aceh, seperti bupati, wali kota, dan DPRK.
Sembari menunggu rapat dengar dilakukan, Komisi A DPR Aceh juga mengundang masyarakat Aceh menilai sendiri isi qanun itu setelah mengunggahnya lewat website http://dpr-aceh.atjehpost.com/. Komisi A meminta masukan dan saran dikirimkan ke email komisi_a_dpra@yahoo.com.
______
Selain bendera dan lambang, sebenarnya ada satu lagi, himne. Ketiga item ini awalnya disebut sebagai Rancangan Qanun Identitas. “DPR Aceh bertekad menyelesaikan Qanun Bendera dan Lambang tahun ini, sementara himne akan diprioritaskan kembali pada tahun 2013," ujar Ketua Badan Legislasi DPR Aceh, Abdullah Saleh, Jumat pekan lalu.
Himne, kata Abdullah Saleh, butuh perumusan yang alot, seperti menentukan nada dan lainnya. “Kemungkinan untuk himne akan kita sayembarakan dan membutuhkan waktu yang lama," ujarnya.
Rancangan Qanun Lambang dan Bendera salah satu dari beberapa rancangan qanun yang diamanahkan dalam Undang-Undang Pemerintahan Aceh sebagai ciri kekhususan Aceh. Hal ini, misalnya, tertuang dalam bab satu pasal tiga rancangan qanun. Dalam poin a dituliskan, bendera dan lambang bertujuan untuk adanya kepastian hukum bahwa Aceh mempunyai keistimewaan dan dapat menyelenggarakan pemerintahan sendiri dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Lalu, bagaimanakah bentuk bendera Aceh? Jawaban ini bisa ditemukan pada bab dua pasal empat. Di situ dituliskan bendera Aceh berbentuk empat persegi panjang dengan lebar dua pertiga dari panjang. Bendera memiliki empat garis lurus putih; dua di atas dan dua di bawah. Garis putih itu masing-masing mengapit satu garis hitam yang ukurannya lebih lebar. Lalu, di tengah bendera terpatri gambar bulan bintang . Warna dasar bendera adalah merah, putih, dan hitam.
Warna merah yang mendominasi melambangkan jiwa kepahlawanan. Lalu, garis putih bermakna perjuangan suci, garis hitam berarti duka cita perjuangan rakyat Aceh, dan bulan melambangkan lindungan cahaya imam. Adapun bintang segi lima melambangkan rukun Islam.
Lambang Aceh yang dituliskan dalam rancangan qanun itu berbentuk gambar yang terdiri dari singa, burak, rencong, gliwang, perisai, rangkaian bunga, daun padi, jangkar, huruf ta tulisan Arab, kemudi, dan bulan bintang. Ada juga tulisan semboyan hudep beu sare mate beu sajan dalam aksara Arab Melayu.
Seperti tertulis dalam bab tiga pasal 17 ayat dua, singa melambangkan adat bak po teumeuruhom dan burak berarti hukom bak Syiah Kuala. Adapun rencong, gliwang, dan perisai melambangkan reusam Aceh, rangkaian bunga berarti Qanun Aceh, daun padi melambangkan kemakmuran, serta jangkar melambangkan Aceh satu pulau umpama kapal layar.
Lalu, kemudi melambangkan kepemimpinan Aceh berdasarkan mufakat oleh Majelis Tuha Peut dan Tuha Lapan, dan bulan bintang sebagai cahaya iman yang melindungi rukun Islam. Semboyan hudep beu sare mate beu sajan berarti rakyat Aceh sama rasa, sama rata, serta hak dan kemuliaannya terjamin. Adapun huruf ta dalam aksara Arab bermakna menjadi pemimpin Aceh adalah umara dan ulama yang berasal dari tuanku, teuku, dan teungku.
Namun, Fuad Hadi Woyla, Dosen FISIP Universitas Teuku Umar, Meulaboh, menilai makna huruf ta bisa multitafsir. “Karena ini bisa diartikan bahwa selain dari keturunan tuanku, teuku dan teungku tidak boleh atau bukan pemimpin Aceh,” ujar Fuad dalam suratnya kepada The Atjeh Times, Kamis pekan lalu. Ia mengatakan Aceh memiliki masyarakat yang sangat plural.
“Tujuan aturan ini dibuat kan didasari oleh asas ketertiban, persatuan, serta kepentingan umum. Jadi, jangan sampai menghilangkan nilai-nilai yang terkandung dalam asas tersebut,” ujar Fuad. Ia berharap rancangan qanun itu bisa segera disahkan dengan beberapa revisi sehingga Aceh memiliki kekhasan dibandingkan daerah lain.
______
Rancangan Qanun Bendera dan Lambang Aceh masuk ke dalam 21 Rancangan Qanun Prioritas pembahasan di tahun 2012. Pengesahan ke-21 rancangan qanun itu sudah dilakukan sejak Senin 13 Februari 2012. Namun, lambatnya finalisasi rancangan qanun itu sempat membuat Gubernur Aceh Zaini Abdullah prihatin.
Pada Selasa 18 September 2012, saat menggelar rapat di pendopo, Gubernur memerintahkan jajaran eksekutif segera melakukan finalisasi Rancangan Qanun (Raqan) Identitas Aceh untuk diserahkan kepada DPRA agar dibahas lebih lanjut.
Ia menekankan agar bendera dan lambang tidak boleh lepas dari nilai-nilai filosofi dan historis perjuangan rakyat Aceh. “Kita tidak boleh lupa sejarah, siapa saja yang melupakan sejarah, dia telah mati sebelum mati," ujar Doto Zaini kala itu. Sejak diserahkan eksekutif beberapa waktu lalu, draf rancangan qanun itu sudah empat kali dibahas DPR Aceh. Pembahasan dimulai dengan melibatkan eksekutif sejak 5 November 2012. Terakhir pada Minggu malam, 11 November, pembahasan secara tertutup dilakukan di ruang Badan Musyawarah DPR Aceh. Dalam pembahasan itu, dewan belum mengubah satu pasal pun. “Karena sejauh ini belum ada yang perlu diubah, kami tidak mengubah apa pun” kata Abdullah Saleh saat itu. Atjehpost
Rapat dengar bakal digelar hingga Selasa 20 November 2012. DPR mengundang masyarakat umum untuk memberi masukan tentang isi qanun. Acara digelar dua tempat. Senin di Aceh Akademik Center Dayan Dawood, Darussalam, pukul 14.30 hingga 16.00 WIB. Lalu, Selasa di gedung serbaguna DPR Aceh sejak pukul 10.00 hingga 14.00 WIB.
Untuk rapat di Darussalam, DPR Aceh mengundang semua pimpinan partai nasional dan lokal, lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang pemerintahan, hukum dan politik, tokoh masyarakat Aceh, sejarawan, budayawan, serta Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa perguruan tinggi se-Aceh. Lalu, pada hari kedua diundang para pemangku kepentingan dari seluruh Aceh, seperti bupati, wali kota, dan DPRK.
Sembari menunggu rapat dengar dilakukan, Komisi A DPR Aceh juga mengundang masyarakat Aceh menilai sendiri isi qanun itu setelah mengunggahnya lewat website http://dpr-aceh.atjehpost.com/. Komisi A meminta masukan dan saran dikirimkan ke email komisi_a_dpra@yahoo.com.
______
Selain bendera dan lambang, sebenarnya ada satu lagi, himne. Ketiga item ini awalnya disebut sebagai Rancangan Qanun Identitas. “DPR Aceh bertekad menyelesaikan Qanun Bendera dan Lambang tahun ini, sementara himne akan diprioritaskan kembali pada tahun 2013," ujar Ketua Badan Legislasi DPR Aceh, Abdullah Saleh, Jumat pekan lalu.
Himne, kata Abdullah Saleh, butuh perumusan yang alot, seperti menentukan nada dan lainnya. “Kemungkinan untuk himne akan kita sayembarakan dan membutuhkan waktu yang lama," ujarnya.
Rancangan Qanun Lambang dan Bendera salah satu dari beberapa rancangan qanun yang diamanahkan dalam Undang-Undang Pemerintahan Aceh sebagai ciri kekhususan Aceh. Hal ini, misalnya, tertuang dalam bab satu pasal tiga rancangan qanun. Dalam poin a dituliskan, bendera dan lambang bertujuan untuk adanya kepastian hukum bahwa Aceh mempunyai keistimewaan dan dapat menyelenggarakan pemerintahan sendiri dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Lalu, bagaimanakah bentuk bendera Aceh? Jawaban ini bisa ditemukan pada bab dua pasal empat. Di situ dituliskan bendera Aceh berbentuk empat persegi panjang dengan lebar dua pertiga dari panjang. Bendera memiliki empat garis lurus putih; dua di atas dan dua di bawah. Garis putih itu masing-masing mengapit satu garis hitam yang ukurannya lebih lebar. Lalu, di tengah bendera terpatri gambar bulan bintang . Warna dasar bendera adalah merah, putih, dan hitam.
Warna merah yang mendominasi melambangkan jiwa kepahlawanan. Lalu, garis putih bermakna perjuangan suci, garis hitam berarti duka cita perjuangan rakyat Aceh, dan bulan melambangkan lindungan cahaya imam. Adapun bintang segi lima melambangkan rukun Islam.
Lambang Aceh yang dituliskan dalam rancangan qanun itu berbentuk gambar yang terdiri dari singa, burak, rencong, gliwang, perisai, rangkaian bunga, daun padi, jangkar, huruf ta tulisan Arab, kemudi, dan bulan bintang. Ada juga tulisan semboyan hudep beu sare mate beu sajan dalam aksara Arab Melayu.
Seperti tertulis dalam bab tiga pasal 17 ayat dua, singa melambangkan adat bak po teumeuruhom dan burak berarti hukom bak Syiah Kuala. Adapun rencong, gliwang, dan perisai melambangkan reusam Aceh, rangkaian bunga berarti Qanun Aceh, daun padi melambangkan kemakmuran, serta jangkar melambangkan Aceh satu pulau umpama kapal layar.
Lalu, kemudi melambangkan kepemimpinan Aceh berdasarkan mufakat oleh Majelis Tuha Peut dan Tuha Lapan, dan bulan bintang sebagai cahaya iman yang melindungi rukun Islam. Semboyan hudep beu sare mate beu sajan berarti rakyat Aceh sama rasa, sama rata, serta hak dan kemuliaannya terjamin. Adapun huruf ta dalam aksara Arab bermakna menjadi pemimpin Aceh adalah umara dan ulama yang berasal dari tuanku, teuku, dan teungku.
Namun, Fuad Hadi Woyla, Dosen FISIP Universitas Teuku Umar, Meulaboh, menilai makna huruf ta bisa multitafsir. “Karena ini bisa diartikan bahwa selain dari keturunan tuanku, teuku dan teungku tidak boleh atau bukan pemimpin Aceh,” ujar Fuad dalam suratnya kepada The Atjeh Times, Kamis pekan lalu. Ia mengatakan Aceh memiliki masyarakat yang sangat plural.
“Tujuan aturan ini dibuat kan didasari oleh asas ketertiban, persatuan, serta kepentingan umum. Jadi, jangan sampai menghilangkan nilai-nilai yang terkandung dalam asas tersebut,” ujar Fuad. Ia berharap rancangan qanun itu bisa segera disahkan dengan beberapa revisi sehingga Aceh memiliki kekhasan dibandingkan daerah lain.
______
Rancangan Qanun Bendera dan Lambang Aceh masuk ke dalam 21 Rancangan Qanun Prioritas pembahasan di tahun 2012. Pengesahan ke-21 rancangan qanun itu sudah dilakukan sejak Senin 13 Februari 2012. Namun, lambatnya finalisasi rancangan qanun itu sempat membuat Gubernur Aceh Zaini Abdullah prihatin.
Pada Selasa 18 September 2012, saat menggelar rapat di pendopo, Gubernur memerintahkan jajaran eksekutif segera melakukan finalisasi Rancangan Qanun (Raqan) Identitas Aceh untuk diserahkan kepada DPRA agar dibahas lebih lanjut.
Ia menekankan agar bendera dan lambang tidak boleh lepas dari nilai-nilai filosofi dan historis perjuangan rakyat Aceh. “Kita tidak boleh lupa sejarah, siapa saja yang melupakan sejarah, dia telah mati sebelum mati," ujar Doto Zaini kala itu. Sejak diserahkan eksekutif beberapa waktu lalu, draf rancangan qanun itu sudah empat kali dibahas DPR Aceh. Pembahasan dimulai dengan melibatkan eksekutif sejak 5 November 2012. Terakhir pada Minggu malam, 11 November, pembahasan secara tertutup dilakukan di ruang Badan Musyawarah DPR Aceh. Dalam pembahasan itu, dewan belum mengubah satu pasal pun. “Karena sejauh ini belum ada yang perlu diubah, kami tidak mengubah apa pun” kata Abdullah Saleh saat itu. Atjehpost
0 komentar:
Post a Comment