Minyak Dan Gas |
BANDA ACEH - Wakil Ketua MPR RI, yang juga merupakan DPD asal pemilihan Aceh, Farhan Hamid mengatakan bahwa secara aturan tidak ada persoalan yang berarti terkait dengan dibubarkannya BP Migas secara nasional, dan rencana pemerintah Aceh membentuk BP Migas Aceh tersendiri yang akan mengelola kontrak-kontrak Migas di Aceh nantinya.
"Yah tidak ada pengaruhnya, kalaupun secara nasional, BP Migas telah dibubarkan, nantinya BP Migas Aceh akan dapat langsung dibawah kontrol pemerintah Aceh," katanya kepada Waspada Online hari ini.
Sebagaimana diketahui, dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Migas yang merupakan turunan UU Nomor 10 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, dalam salah satu klausul RPP tersebut dijelaskan bahwa, Pemerintah Aceh dapat membentuk badan pengelola migas yang tugas dan kewenangannya persis seperti BP Migas.
Hal senada disampaikan oleh pakar hukum Universitas Syiah Kuala, Taqwaddin, menurutnya, tidak ada relevansinya antara rencana Pemerintah Aceh membentuk BP Migas tersendiri, dengan telah dibubarkannya BP Migas.
"Saya pikir tidak ada relevansinya, karena acuan undang-undangnya berbeda," ulasnya.
Ia menjelaskan, acuan dari BP Migas dipusat itukan Undang-undang Nomor 22 tentang Minyak dan Gas, sementara lembaga yang nanti dibentuk di Aceh yang mirip seperti BP Migas itu acuannya Undang-undang Nomor 10 tentang Pemerintahan Aceh.
"Jadi dua hal yang berbeda secara subtansi hukum yang mendasari keduanya," tuturnya.
Menurutnya, kalaupun ada pengaruh terkait dengan telah dibubarkannya BP Migas, maka hal itu tidak signifikan dalam rencana pemerintah Aceh membentuk lembaga yang mengatur pengelolaan Migas nantinya. "Kalaupun ada pengaruhnya, saya rasa kecil," tukasnya. |Sumber|
"Yah tidak ada pengaruhnya, kalaupun secara nasional, BP Migas telah dibubarkan, nantinya BP Migas Aceh akan dapat langsung dibawah kontrol pemerintah Aceh," katanya kepada Waspada Online hari ini.
Sebagaimana diketahui, dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Migas yang merupakan turunan UU Nomor 10 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, dalam salah satu klausul RPP tersebut dijelaskan bahwa, Pemerintah Aceh dapat membentuk badan pengelola migas yang tugas dan kewenangannya persis seperti BP Migas.
Hal senada disampaikan oleh pakar hukum Universitas Syiah Kuala, Taqwaddin, menurutnya, tidak ada relevansinya antara rencana Pemerintah Aceh membentuk BP Migas tersendiri, dengan telah dibubarkannya BP Migas.
"Saya pikir tidak ada relevansinya, karena acuan undang-undangnya berbeda," ulasnya.
Ia menjelaskan, acuan dari BP Migas dipusat itukan Undang-undang Nomor 22 tentang Minyak dan Gas, sementara lembaga yang nanti dibentuk di Aceh yang mirip seperti BP Migas itu acuannya Undang-undang Nomor 10 tentang Pemerintahan Aceh.
"Jadi dua hal yang berbeda secara subtansi hukum yang mendasari keduanya," tuturnya.
Menurutnya, kalaupun ada pengaruh terkait dengan telah dibubarkannya BP Migas, maka hal itu tidak signifikan dalam rencana pemerintah Aceh membentuk lembaga yang mengatur pengelolaan Migas nantinya. "Kalaupun ada pengaruhnya, saya rasa kecil," tukasnya. |Sumber|
0 komentar:
Post a Comment