Lamuri |
Banda Aceh - Rencana perusakan kekayaan negara dalam bentuk benda-benda bersejarah, makam para ulama dan raja Aceh tersebut, di Lamreh, Aceh Besar kian mendapat kecaman dari masyarakat Aceh. Namun berbagai protes belum menghentikan rencana Pemkab Aceh Besar untuk membangun lapangan golf di atas situs bersejarah tersebut.
PT Mestika Mandala Perdana sesuai dengan surat perusahaan itu kepada Bupati Aceh Besar pada tanggal 18 Juli 2012, merencanakan akan membangun lapangan golf, di atas tanah seluas 93,2 hektar.
Sebanyak 30 Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan Organisasi Masyarakat (Ormas) menentang perusakan tersebut membentuk Forum Penyelamatan Lamuri (ForLamuri), Senin (12/11) di Banda Aceh.
Salah satu anggota ForLamuri adalah Pusat Kebudayaan Aceh Turki (PuKAT). Aktvis kebudayaan di PuKAT, Thayeb Loh Angen, menilai terancamnya situs sejarah dan peradaban kerajaan Lamuri adalah kesalahan dari Balai Pelestarian Purbakala (BP3) Aceh karena tidak mendaftarkannya sebagai situs budaya yang wajib dilindungi.
“Sebagai bentuk tanggungg jawabnya, kami minta BP3 Aceh harus berhasil menyelamatkan situs Lamuri. Kalau BP3 Aceh telah mendaftarnya dulu, tentu Pemerintah Aceh Besar tidak akan merencanakan apapun di atas situs ini,” kata Thayeb di Banda Aceh, Rabu (14/11).
Penulis novel Teuntra Atom ini mengingatkan Pemerintah Aceh Besar dan BP3 Aceh supaya lebih dewasa dalam menanggapi permintaan masyarakat Aceh agar menyelamatkan situs kerajaan Lamuri.
“Di wilayah bekas kerajaan Lamuri itu ada ratusan makam ulama dan pembesar kerajaan cikal bakal Kesultanan Aceh Darussalam, mereka adalah indatu dari orang-orang yang masih hidup bertebaran di daratan Aceh saat ini. Jangan sampai kasus ekstrim seperti terjadi di Tanjung Priok Jakarta pada tahun 2010 terjadi di Lamreh. Kita tidak ingin itu, maka harus dicegah,” kata Thayeb.
Thayeb mengatakan bahwa penghancuran situs kerajaan Lamuri adalah masalah besar. Ia meminta perhatian serius dari Bupati Aceh Besar yang juga petinggi Komite Peralihan Aceh (KPA) tersebut.
“Sebagai sama-sama orang Aceh, kami meminta kebijakan Bupati Aceh Besar, ini bukan urusan orang Aceh Besar saja, ini masalah seluruh rakyat Aceh. Sebagai bangsa beradab dan keturunan terhormat, kita harus menyelamatkan warisan indatu,” kata Thayeb. Sementara anggota lain dari ForLamuri, The Aceh Ethnic Institute, menolak pembangunan Lapangan golf di atas situs sejarah Kerajaan Islam Lamuri. Koordinator The Aceh Ethnic Institute Haekal Afifa meragukan tujuan dari Pemerintah Aceh Besar yang ingin membangun lapangan golf sebagai solusi untuk meningkatkan ekonomi masyarakat.
“Jika memang ingin membangun lapangan golf sebagai solusi meningkatkan ekonomi masyarakat, masih banyak lokasi lain yang lebih strategis, layak dan tidak mengganggu situs sejarah Lamuri, semacam di Blang Ulam. Tidak ada alasan apapun yang bisa membenarkan rencana ini. Kami mendukung pembangunan lapangan folf di tempat selain Lamuri, tapi tanah di bekas kerajaan tertua itu jangan diganggu,” kata Haekal Afifa.
Pemerintah Aceh Besar, kata Haekal, sudah seharusnya membebaskan lahan masyarakat yang terdapat dalam situs sejarah Lamuri dan mendaftar situs Lamuri dan Benteng Kuta Leubok sebagai cagar budaya yang dilindungi.
Sebagaimana diketahui, Bupati Aceh Besar mengirim surat kepada gubernur Aceh bertanggal 06 Agustus 2012 dengan nomor surat 426/5178/2012 untuk masalah pembangunan lapangan golf di Lamreh. Dengan peristiwa ini, Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Banda Aceh mengirim surat kepada Bupati Aceh Besar bertanggal 07 Agustus 2012. Kini kabarnya pembangunan lapangan golf tersebut dalam proses pembuatan Amdal. |Sumber|
PT Mestika Mandala Perdana sesuai dengan surat perusahaan itu kepada Bupati Aceh Besar pada tanggal 18 Juli 2012, merencanakan akan membangun lapangan golf, di atas tanah seluas 93,2 hektar.
Sebanyak 30 Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan Organisasi Masyarakat (Ormas) menentang perusakan tersebut membentuk Forum Penyelamatan Lamuri (ForLamuri), Senin (12/11) di Banda Aceh.
Salah satu anggota ForLamuri adalah Pusat Kebudayaan Aceh Turki (PuKAT). Aktvis kebudayaan di PuKAT, Thayeb Loh Angen, menilai terancamnya situs sejarah dan peradaban kerajaan Lamuri adalah kesalahan dari Balai Pelestarian Purbakala (BP3) Aceh karena tidak mendaftarkannya sebagai situs budaya yang wajib dilindungi.
“Sebagai bentuk tanggungg jawabnya, kami minta BP3 Aceh harus berhasil menyelamatkan situs Lamuri. Kalau BP3 Aceh telah mendaftarnya dulu, tentu Pemerintah Aceh Besar tidak akan merencanakan apapun di atas situs ini,” kata Thayeb di Banda Aceh, Rabu (14/11).
Penulis novel Teuntra Atom ini mengingatkan Pemerintah Aceh Besar dan BP3 Aceh supaya lebih dewasa dalam menanggapi permintaan masyarakat Aceh agar menyelamatkan situs kerajaan Lamuri.
“Di wilayah bekas kerajaan Lamuri itu ada ratusan makam ulama dan pembesar kerajaan cikal bakal Kesultanan Aceh Darussalam, mereka adalah indatu dari orang-orang yang masih hidup bertebaran di daratan Aceh saat ini. Jangan sampai kasus ekstrim seperti terjadi di Tanjung Priok Jakarta pada tahun 2010 terjadi di Lamreh. Kita tidak ingin itu, maka harus dicegah,” kata Thayeb.
Thayeb mengatakan bahwa penghancuran situs kerajaan Lamuri adalah masalah besar. Ia meminta perhatian serius dari Bupati Aceh Besar yang juga petinggi Komite Peralihan Aceh (KPA) tersebut.
“Sebagai sama-sama orang Aceh, kami meminta kebijakan Bupati Aceh Besar, ini bukan urusan orang Aceh Besar saja, ini masalah seluruh rakyat Aceh. Sebagai bangsa beradab dan keturunan terhormat, kita harus menyelamatkan warisan indatu,” kata Thayeb. Sementara anggota lain dari ForLamuri, The Aceh Ethnic Institute, menolak pembangunan Lapangan golf di atas situs sejarah Kerajaan Islam Lamuri. Koordinator The Aceh Ethnic Institute Haekal Afifa meragukan tujuan dari Pemerintah Aceh Besar yang ingin membangun lapangan golf sebagai solusi untuk meningkatkan ekonomi masyarakat.
“Jika memang ingin membangun lapangan golf sebagai solusi meningkatkan ekonomi masyarakat, masih banyak lokasi lain yang lebih strategis, layak dan tidak mengganggu situs sejarah Lamuri, semacam di Blang Ulam. Tidak ada alasan apapun yang bisa membenarkan rencana ini. Kami mendukung pembangunan lapangan folf di tempat selain Lamuri, tapi tanah di bekas kerajaan tertua itu jangan diganggu,” kata Haekal Afifa.
Pemerintah Aceh Besar, kata Haekal, sudah seharusnya membebaskan lahan masyarakat yang terdapat dalam situs sejarah Lamuri dan mendaftar situs Lamuri dan Benteng Kuta Leubok sebagai cagar budaya yang dilindungi.
Sebagaimana diketahui, Bupati Aceh Besar mengirim surat kepada gubernur Aceh bertanggal 06 Agustus 2012 dengan nomor surat 426/5178/2012 untuk masalah pembangunan lapangan golf di Lamreh. Dengan peristiwa ini, Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Banda Aceh mengirim surat kepada Bupati Aceh Besar bertanggal 07 Agustus 2012. Kini kabarnya pembangunan lapangan golf tersebut dalam proses pembuatan Amdal. |Sumber|
0 komentar:
Post a Comment