Rapai adalah
salah satu alat tabuh seni dari Aceh. Rapai (rebana) terbagi kepada
beberapa jenis permainan, rapai geleng salah satunya. Rapai Geleng
dikembangkan oleh seorang anonim Aceh Selatan. Permainan Rapai Geleng
juga disertakan gerakan tarian yang melambangkan sikap keseragaman dalam
hal kerjasama, kebersamaan, dan penuh kekompakan dalam lingkungan
masyarakat. Tarian ini mengekspresikan dinamisasi masyarakat dalam syair
(lagu-lagu) yang dinyanyikan, kustum dan gerak dasar dari unsur tarian
meuseukat.
Fungsi dari
tarian ini adalah syiar agama, menanamkan nilai moral kepada masyarakat,
dan juga menjelaskan tentang bagaimana hidup dalam masyarakat sosial.
Rapai geleng pertama kali dikembangkan pada tahun 1965 di Pesisir Pantai
Selatan. Saat itu Tarian Rapai Geleng di bawakan pada saat mengisi
kekosongan waktu santri yang jenuh usai belajar. Lalu, tarian ini
dijadikan sarana dakwah karena dapat membuat daya tarik penonton yang
sangat banyak.
Jenis tarian ini dimaksudkan untuk
laki-laki. Biasanya yang memainkan tarian ini ada 12 orang laki-laki
yang sudah terlatih. Syair yang dibawakan adalah sosialisasi kepada
mayarakat tentang bagaimana hidup bermasyarakat, beragama dan
solidaritas yang dijunjung tinggi.
Tarian Rapai Geleng ada 3 babak yaitu:
1. Saleum (Salam)
2. Kisah (baik kisah rasul, nabi, raja, dan ajaran agama)
3. Lani (penutup)Nama Rapai diadopsi dari nama Syeik Ripai yaitu orang pertama yang mengembangkan alat musik pukul ini. Syair yang dibawakan tergantung pada Syahi. Hingga sekarang syair-syair itu banyak yang dibuat baru namun tetap pada fungsinya yaitu berdakwah.
Contoh : Rapai-i Geleng; Pesan Perlawanan dalam Tarian Aceh Alhamdulilah Pujo Keu Tuhan Nyang Peujeut Alam Langet Ngon Donya Teuma Seulaweut Ateuh Janjongan Panghulee Alam Rasul Ambiya (Segala Puji kepada Tuhan yang telah menciptakan langit dan dunia selawat dan salam pada junjungan penghulu alam Rasul Ambiya) Nanggroe Aceh nyo Tempat loun lahee Bak Ujoung Pantee Pulo Sumatra Dilee Baroo Kon Lam jaro Kaphe Jino Hana lee Aman sentosa… (Daerah Aceh ini Tempat lahir ku di ujung pantai pulau sumatera Dulu berada di tangan penjajah Kini telah aman dan sentosa)
Kostum yang dipakai berwarna hitam kuning berpadu manik-manik merah, serempak menggeprak panggung dengan duduk bersimpuh. Gerakannya diikuti tabuhan rapai yang berirama satu-satu, lambat, lama kemudian berubah cepat di iringi dengan gerak tubuh yang masih berposisi duduk bersimpuh, meliuk ke kiri dan ke kanan. Gerakan cepat kian lama kian bertambah cepat. Pada dasarnya, ritme gerak pada tarian rapai geleng hanya terdiri dalam empat tingkatan; lambat, cepat, sangat cepat dan diam. Keempat tingkatan gerak tersebut merupakan miniatur karakteristik masyarakat yang mendiami posisi paling ujung pulau Sumatera, berisikan pesan-pesan pola perlawanan terhadap segala bentuk penyerangan pada eksistensi kehidupan Agama, politik, sosial dan budaya mereka.
Tarian Rapai Geleng ada 3 babak yaitu:
1. Saleum (Salam)
2. Kisah (baik kisah rasul, nabi, raja, dan ajaran agama)
3. Lani (penutup)Nama Rapai diadopsi dari nama Syeik Ripai yaitu orang pertama yang mengembangkan alat musik pukul ini. Syair yang dibawakan tergantung pada Syahi. Hingga sekarang syair-syair itu banyak yang dibuat baru namun tetap pada fungsinya yaitu berdakwah.
Contoh : Rapai-i Geleng; Pesan Perlawanan dalam Tarian Aceh Alhamdulilah Pujo Keu Tuhan Nyang Peujeut Alam Langet Ngon Donya Teuma Seulaweut Ateuh Janjongan Panghulee Alam Rasul Ambiya (Segala Puji kepada Tuhan yang telah menciptakan langit dan dunia selawat dan salam pada junjungan penghulu alam Rasul Ambiya) Nanggroe Aceh nyo Tempat loun lahee Bak Ujoung Pantee Pulo Sumatra Dilee Baroo Kon Lam jaro Kaphe Jino Hana lee Aman sentosa… (Daerah Aceh ini Tempat lahir ku di ujung pantai pulau sumatera Dulu berada di tangan penjajah Kini telah aman dan sentosa)
Kostum yang dipakai berwarna hitam kuning berpadu manik-manik merah, serempak menggeprak panggung dengan duduk bersimpuh. Gerakannya diikuti tabuhan rapai yang berirama satu-satu, lambat, lama kemudian berubah cepat di iringi dengan gerak tubuh yang masih berposisi duduk bersimpuh, meliuk ke kiri dan ke kanan. Gerakan cepat kian lama kian bertambah cepat. Pada dasarnya, ritme gerak pada tarian rapai geleng hanya terdiri dalam empat tingkatan; lambat, cepat, sangat cepat dan diam. Keempat tingkatan gerak tersebut merupakan miniatur karakteristik masyarakat yang mendiami posisi paling ujung pulau Sumatera, berisikan pesan-pesan pola perlawanan terhadap segala bentuk penyerangan pada eksistensi kehidupan Agama, politik, sosial dan budaya mereka.
Pada gerakan lambat, ritme gerakan
tarian rapa-i geleng tersebut coba memberi pesan semua tindakan yang
diambil mesti diawali dengan proses pemikiran yang matang, penyamaan
persepsi dan kesadaran terhadap persoalan yang akan timbul di depan
sebagai akibat dari keputusan yang diambil merupakan sesuatu yang harus
dipertimbangkan dengan seksama. Maaf dan permakluman terhadap sebuah
kesalahan adalah sesuatu yang mesti di berikan bagi siapa saja yang
melakukan kesalahan. Pesan dari gerak beritme lambat itu juga biasanya
diiringi dengan syair-syair tertentu yang dianalogikan dalam
bentuk-bentuk tertentu. Sebagai contoh bisa tergambar dari nukilan syair
dari salah satu bagian tarian;Meu nyo ka hana raseuki, yang
bak bibi roh u lua Bek susah sare bek sedeh hatee, tapie kee laen ta
mita (Kalau sudah tak ada rezeki, yang sudah di bibirpun jatuh ke luar
jangan lah susah, jangalah bersedih hati, mari kita pikirkan yang lain untuk di cari) Kata “raseuki” yang bermakna “rezeki” dalam syair di atas, merupakan simbol dari peruntungan. Bagi masyarakat Aceh, orang yang melakukan perbuatan baik kepada mereka dimaknakan sebagai sebuah keberuntungan. makna sebaliknya, ketika orang melakukan perbuatan jahat, maka masyarakat Aceh mengartikan ketakberuntungan nasib mereka, dan ketakberuntungan itu merupakan permaafan.
Gerakan beritme Cepat adalah gerak kedua, sesaat pesan yang terkandung dalam gerakan beritme lambat namun sarat makna usai dituturkan. Pada gerakan ini, pesan yang disampaikan adalah pesan penyikapan ketika perbuatan jahat, yang dimaknakan sebagai ketakberuntungan nasib, kembali dilakukan oleh orang atau institusi yang sama. Penyikapan tersebut bisa dilakukan dalam bentuk apapun, tapi masih sebatas protes keras belaka. Seperti bunyi syair di bawah;Hai Laot sa, ilak ombak meu Aloun kapai die eik troun meu lumba Lumba hai bacut teuk, salah bukon sa Lah loun salah mu, lah poun awai bak gata (Wahai Laut yang berombak mengayunkan kapal naik dan turun sedikit lagi kemasukan air, itu bukan salah ku, engkaulah yang mengawalinya)
Gerakan beritme Cepat adalah gerak kedua, sesaat pesan yang terkandung dalam gerakan beritme lambat namun sarat makna usai dituturkan. Pada gerakan ini, pesan yang disampaikan adalah pesan penyikapan ketika perbuatan jahat, yang dimaknakan sebagai ketakberuntungan nasib, kembali dilakukan oleh orang atau institusi yang sama. Penyikapan tersebut bisa dilakukan dalam bentuk apapun, tapi masih sebatas protes keras belaka. Seperti bunyi syair di bawah;Hai Laot sa, ilak ombak meu Aloun kapai die eik troun meu lumba Lumba hai bacut teuk, salah bukon sa Lah loun salah mu, lah poun awai bak gata (Wahai Laut yang berombak mengayunkan kapal naik dan turun sedikit lagi kemasukan air, itu bukan salah ku, engkaulah yang mengawalinya)
Gerakan beritme cepat ini tak lama, kemudian disusul dengan gerakan
tari beritme sangat cepat mengisyaratkan chaos menjadi pilihan dalam
pola perlawanan tingkat ketiga. Sebuah perlawanan disaat protes keras
tak diambil peduli. Tetabuhan rapa-i pada gerakan beritme sangat cepat
inipun seakan menjadi tetabuhan perang yang menghentak, menghantam
seluruh nadi, membungkus syair menjadi pesan yang mewajibkan perlawanan
dalam bentuk apapun ketika harkat dan martabat bangsa terinjak-injak.
Cuplikan sajak “perang” nya (alm) Maskirbi yang biasa dilantunkan
menjadi syair dalam gerakan beritme cepat pada tarian rapai geleng ini
bisa menjadi contoh sederetan syair-syair yang dijadikan pesan.
Doda idi hai doda idang Geulayang balang ka putoh talo Beureujang rayeuk banta sidang Jak tulong prang musoh nanggroe (doda idi hai doda idang –nyanyian nina bobo untuk anak- layangan
sawah telah putus talinya cepatlah besar wahai ananda pergilah, perangi
musuh negeri) Pada titiknya, semua gerakan tadi berhenti, termasuk
seluruh nyanyian syair. Ini merupakan gerakan akhir dari tarian. Gerakan
diam merupakan gerakan yang melambangkan ketegasan, habisnya semua
proses interaksi.
0 komentar:
Post a Comment