Mulia Mardi | Dok. Atjehpost |
Seni Ratoh merupakan seni bertutur bebas dari Aceh yang berisi nasehat-nasehat, riwayat hidup, sejarah, pesan-pesan agama, moral, dan nilai-nilai yang tumbuh dalam masyarakat saat ini.
Seni tutur khas Aceh ini biasanya dipentaskan di acara formal maupun non formal seperti pementasan teater, pertunjukan seni dan acara perkawinan. Kesuksesan seni Ratoh ini tergantung dari peuratoh atau penuturnya. Seorang peuratoh haruslah kocak dan lucu sehingga aksi tuturnya bisa menghibur penonton.
Aceh memiliki seorang peuratoh muda yang potensial. Umurnya kini baru 24 tahun dan masih tercatat sebagai mahasiswa di IAIN Ar Raniry di Fakultas Dakwah Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.
Seni tutur khas Aceh ini biasanya dipentaskan di acara formal maupun non formal seperti pementasan teater, pertunjukan seni dan acara perkawinan. Kesuksesan seni Ratoh ini tergantung dari peuratoh atau penuturnya. Seorang peuratoh haruslah kocak dan lucu sehingga aksi tuturnya bisa menghibur penonton.
Aceh memiliki seorang peuratoh muda yang potensial. Umurnya kini baru 24 tahun dan masih tercatat sebagai mahasiswa di IAIN Ar Raniry di Fakultas Dakwah Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.
Namanya Mulia Mardi, ia lahir di Aceh Besar 9 Maret 1990 silam. Kehadian Mulia di tatanan seni Ratoh Aceh memang istimewa, pasalnya para peratoh umumnya orang-orang tua. Meski masih muda, Mulia sangat percaya diri untuk tampil di setiap pertunjukan.
Menurutnya walaupun seni tutur identik dengan orang tua dan sejumlah anak muda menganggapnya tidak keren, bagi Mulia justru sebuah kekayaan budaya yang harus dilestarikan.
“Kalau bukan anak muda Aceh yang mau melestarikan siapa lagi?” ujarnya seperti yang di beritakan ATJEHPOSTcom Senin kemarin, 11 Maret 2013.
Anak muda ini mengaku mulai tertarik pada kesenian ini sekitar delapan bulan silam, pada tahun 2012. Awalnya kata Mulia, ada garapan teater Monolog Prodo Imitatio yang disutradarai oleh Tejo. Dalam garapan monolog itulah ada konsep seni tutur yang bernuansa Aceh dan kemudian ditampilkan perdana oleh Mulia pada pementasan teater Rongsokan. Ternyata aksinya memukau penonton. Setelah itu katanya sejumlah tawaran pentai mulai diterimanya.
“Saya senang aja ternyata Ratoh yang saya tampilkan bisa menghibur banyak penonton, sejak itu saya jadi semangat untuk menekuni seni tutur Ratoh ini,” ujarnya.
Berawal di Monolog Prodo kemudian berkembang menjadi hobi baru bagi Mulia. Setelah itu ia sering diundang ke berbagai acara di café-café. Pernah beberapa kali menjadi bintang tamu di tv lokal. Kesenian Ratoh yang ia bawa mulai direspon masyarakat Banda Aceh.
Peminatnya bukan hanya orang tua, melainkan juga para remaja. Ratoh yang dibawa Mulia tak kalah seru dengan stand up comedy yang sekarang sedang digandrungi masyarakat. Ia sengaja memadukan konsep adat dengan sentuhan modern agar kalangan remaja pun bisa menikmati seni budaya Aceh tersebut.
“Saya memadukan antara konsep adat dengan konsep modern dan isi ratohnya kocak supaya penontonya terhibur dan setiap pertunjukan saya selalu membawa peralatan yang saya letakkan di dalam bungkusan sarung,” ujarnya sambil tertawa.
Ia memang serius memperkenalkan Ratoh agar kelestariannya selalu terjaga. Dulu katanya, Ratoh dipopulekan oleh Adnan PMTOH namun setelah Adnan menurutnya tidak ada lagi penerusnya.
“saya juga terinspirasi dengan beliau karena di setiap pertunjukannya selalu membawa benda-benda aneh dan dia juga berimajinasi tinggi,” ujarnya.
Menjadi seniman tutur tentu saja ada suka duku yang sudah dilaluinya. Sejauh ini menurutnya penonton atau masyarakat menilai positif dan terhibur. Bahkan anak-anak muda juga banyak yang menonton. “Tapi sering dibilang sama teman-teman muka boyband tapi boybandnya kok ratih, tapi semua itu menjadi pembelajaran yang sangat berharga bagi saya,” ujarnya.
Meski baru delapan bulan menjalani seni tutur, eksistensi Mulia sudah di tingkat nasional. Baru-baru ini bersma teater Rongsokan Mulia memperkenalkan budaya Aceh dengan ratohnya di Festival Teater Mahasiswa Nasional pada 8 Februari 2013 lalu. Di luar dugaannya penampilannya ternyata disukai. Selain Ratoh, Mulia juga menunjukkan aksi debusnya dan penampilan mereka masuk di media lokal Surabaya.
“Alhamdullillah penampilan saya dan teman teater rongsokan mendapat apresiasi dari masyarakat luar,” ujarnya.
Setelah aksi puncaknya di Surabaya, teater Rongsokan diundang ke berbagai Universitas di pulau Jawa. Pada 16 Februari misalnya mereka tampil di Universitas Sunan Kali Jaga di Jogjakarta, pada 21 Februari di Unisma Bekasi untuk pementasan empat kota yaitu Aceh, Padang, Jakarta dan Jogja.
Selain itu pada 22 Februari 2013 tampil di Universitas Pancasila Jakarta selatan, 24 Februari di tampil di UNRI, 26 Februari tampil di Warung Apresiasi Jakarta Selatan, 2 Maret di Panggung Apresiasi Bandung dan 4 Maret di STMIK Bina Saleh Bekasi. Di event terakhir ini Mulia menjadi juri. Penampilan terakhir mereka di Gedung Wali Kota Bogor dalam acara silaturahmi karya.
Penasaran dengan ratoh ala Mulia Mardi? Berikut sedikit liriknya:
Marilah bangkit generasi
Beuseurasi tabangun Negeri
Adat tradisi taangkat kembali
/*atjehpostcom
0 komentar:
Post a Comment