Pembahasan persoalan bendera Aceh
antara pemerintah pusat dan pemerintah Aceh diperpanjang menjadi 90 hari,
karena sejauh ini belum ada titik temu.
"Kita perpanjang sampai 90 hari kedepan, kira-kira sampai bulan Juli.
Jangan buru-burulah, karena ini perlu waktu," kata ketua tim pemerintah
pusat, yang juga Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri,
Djohermansyah Djohan, kepada wartawan BBC Indonesia, Heyder Affan, Jumat
(24/05) siang.
Sebelumnya, kedua pihak sepakat membahas
persoalan bendera Aceh ini dapat diselesaikan dalam waktu 60 hari, yang
menurut pemerintah Aceh, akan berakhir pada akhir Mei ini.
Dalam pertemuan di Bogor, menurut Djohermansyah,
pemerintah pusat meminta bendera Aceh itu diubah sedikit agar tidak mirip
bendera GAM. .
"Tolonglah diberikan perbaikan, atau
penyempurnaan. Misalnya (dihilangkan) garis hitamnya atau (perubahan) warna
atau ada penambahan-penambahan bintangnya, misalnya," ungkap
Djohermansyah.
Usai pertemuan di Bogor, Mendagri Gamawan Fauzi
bertemu kembali dengan Gubernur Aceh Zaini Abdullah, Wali Nangroe Malek Mahmud,
serta Ketua DPR Aceh, Hasbi Abdullah, pada Kamis malam di Jakarta.
Menurut Djohermansyah, pertemuan lanjutan akan
digelar pada Juni nanti.
Tolak perpanjangan
Menanggapi usulan tim Kemendagri agar bendera
Aceh itu diubah sedikit gambarnya, Pemerintah Aceh sejauh ini tetap menolaknya.
"Masukan pemerintah pusat (agar bendera Aceh
diubah sedikit) boleh-boleh saja, tetapi pemerintah Aceh tetap berpegang bahwa
bendera yang dihasilkan persetujuan Gubernur dan DPR Aceh itu sudah sesuai
prosedur," kata Kepala Biro Hukum Pemerintah Aceh, Edrian, saat dihubungi
BBC Indonesia pada Jumat (24/05) siang.
Edrian juga mempertanyakan perpanjangan waktu
menjadi 90 hari untuk proses klarifikasi Kemendagri terhadap qanun bendera
Aceh, yang menurutnya, sudah berakhir dalam waktu 60 hari.
"Kita tidak memberi ruang untuk
memperpanjang waktu (klarifikasi), karena kalau diperpanjang, maka kita
dianggap melanggar UU (pemerintahan daerah)," kata Edrian.
Menurutnya, jika waktu 60 hari itu berakhir pada
akhir Mei ini, maka perda tentang bendera dan simbol Aceh itu "sudah punya
kekuatan hukum tetap".
Walaupun demikian, masih menurut Edrian, pihaknya
akhirnya menyetujui persoalan bendera ini diserahkan langsung kepada Mendagri,
Gubernur Aceh, Wali Nangroe Aceh serta Ketua DPR Aceh untuk diselesaikan.
Harga mati?
Ditanya apakah Pemerintah Aceh akan bersikukuh
mempertahankan isi qanun tentang bendera Aceh, Edrian mengatakan: "Ini
bukan persoalan harga mati, tapi haruslah dihargai setiap produk yang sudah
disepakati legislatif dan eksekutuif daerah".
Dia mengharapkan pemerintah pusat
"menghargai produk hukum sesuai prosedur yang berlaku".
Edrian mengkhawatirkan, kalau pemerintah pusat tidak
mengubah sikapnya, akan menyebabkan "hubungan tidak harmonis antara daerah
dan pusat, yang menyebabkan terjadinya gangguan."
Sejak disetujui DPR Aceh dan disahkan Pemerintah
Aceh Maret lalu, peraturan daerah tentang bendera Aceh ini ditolak oleh pemerintah
pusat.
Bendera itu dianggap identik dengan bendera
Gerakan Aceh Merdeka, sehingga harus diubah.
Pemerintah Aceh serta DPR Aceh menolaknya, dan
menganggap persoalan separatis sudah selesai semenjak ada kesepakatan damai di
Helsinki, 2005 lalu. [BBC]
0 komentar:
Post a Comment