Kepercayaan Dan Seni Budaya Orang Aceh
Sebelum masuknya agama Islam ke
Aceh, maka kebudayaan daerah ini dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu dan Budha
berabad-abad lama-nya, terutama di daerah-daerah pantai yang terletak di tepi
lalu-lintas internasional, sedangkan di peda-laman pengaruh animisme dan
dinamisme masih sangat kental. Sisa-sisa dari kepercayaan lama itu masih dapat
kita lihat dalam kehidupan rakyat Aceh sampai sekarang, walaupun mereka telah
berabad-abad memeluk agama Islam.
Pada masa kerajaan Poli dan
Sriwijaya, agama Budha berkembang pesat di Aceh di samping agama Hindu. Peninggalan
kedua agama tersebut yang berupa bangunan agama seperti candi dan lain-lain
sebagaimana yang dapat kita lihat di Jawa agak sukar kita temukan. Hal ini
mungkin disebabkan karena pernah terjadi revolusi kepercayaan akibat
berkembangnya agama Islam, sehingga bangunan-bangunan yang berbau kepercayaan
lama dihancurkan. Kejadian yang seperti ini pernah terjadi dikemudian hari,
yakni pada zaman kerajaan Aceh Darussalam, di mana buku-buku yang berisi ajaran
Hamzah Fansuri dan pengikut-pengikutnya dimus-nahkan oleh lawannya yang
berhasil mempengaruhi penguasa bahwa ajaran Hamzah Fansuri tersebut adalah
ajaran sesat. Kitab-kitab Hamzah Fansuri dan pengikutnya yang sekarang masih
tersisa kebanyakan dapat dijumpai di luar Aceh, yaitu Malaysia dan Banten.
Beberapa peninggalan purbakala
seperti benteng Indrapatra dan Indrapuri dan lain-lainnya memiliki indikasi
sebagai peninggalan zaman Hindu dan Budha. Namun demikian, hal ini masih perlu
penelitian kepurbakalaan secara lebih lanjut. Penemuan guci-guci berisi abu
jenazah di Lamno Daya (Aceh Barat) serta cerita rakyat mengenai Pahlawan Syah
vang terus hidup di negeri itu sebagai seorang penguasa Hindu yang gigih
menentang orang-orang Islam sedikit banyaknya akan memberi keterangan baru
kepada kita tentang pengaruh Hindu dan Budha di Aceh.
Kedatangan Islam di berbagai
daerah di Indonesia tidaklah secara bersamaan. Demikian pula di
kerajaan-kerajaan dan daerah-daerah yang didatanginya memiliki situasi politik
dan sosial budaya yang berlainan. Berdasarkan berita Cina pada zaman lasti Tang
di abad VII dan VIII, diduga masyarakat lain telah ada baik di Kanfu (Kanton)
maupun di perah Samudera sendiri. Van Leur mengatakan Lrv.a koloni-koloni
pedagang Arab telah didirikan di Kanton sebelum abad IV. Pemukiman-pemukiman pedagang
Arab itu sudah disebut-sebut lagi dalam berita Cina tahun 618 dan 626. Dalam
tahun-tahun selanjutnya koloni-koloni pedagang Arab sudah memperkenalkan
praktik-praktik ajaran Islam. Sudah barang tentu koloni-koloni orang-orang
Islam yang ditemukan juga di sepanjang jalur perdagangan Asia Tenggara terutama
negeri-negeri di sekitar Selat Malaka. Ada dugaan bahwa pada tahun 674 telah
ada koloni orang-orang Islam di pantai barat Sumatera. Sekitar abad XI dan XII
kondisi kerajaan Sriwijaya sebagai penguasa di daerah-daerah sekitar Selat
Malaka semakin lemah dan peranannya sebagai negara Budha pun mulai surut pula.
Kondisi politik dan sosial yang demikian sangat mempengaruhi peningkatan
penyebaran agama Islam di daerah-daerah tersebut. Hal ini dibuktikan dengan
lahirnya kerajaan-kerajaan yangbercorak Islam di pantai utara Aceh. Sultan
Johan Syah yang memerintah salah satu kerajaan di Aceh pada tahun 1205 -
seperti yang sudah dijelaskan pada bagian yang lalu - adalah seorang raja yang
beragama Islam. Kegiatan penyebaran agama Islam di sekitar lembah sungai Aceh
agaknya sejak abad XII sudah sudah dilakukan, hal ini dibuktikan dengan adanya
berita tentang seorang mubaligh Arab yang bernama Syekh Abdullah Arief yang
meninggal pada tahun 506 H. (1112).
Sejarah Perkembangan Islam di Daerah Aceh
Keterangan Marco Polo yang
singgah di Perlak pada tahun 1292 menyatakan bahwa negeri itu sudah menganut
agama Islam. Begitu juga Samudera-Pasai, berdasarkan makam yang diketemukan di
bekas kerajaan tersebut dan berita sumber-sumber yang ada seperti yang sudah
kita uraikan bahwa kerajaan ini sudah menjadi kerajaan Islam sekitar 1270.
Tentang sejarah perkembangan
Islam di daerah Aceh pada zaman-zaman permulaan itu petunjuk yang ada selain
yang telah kita sebutkan pada bagian-bagian yang lalu ada pada naskah-naskah
yang berasal dari dalam negeri sendiri seperti Kitab Sejarah Melayu, Hikayat
Raja-Raja Pasai. Menurut kedua kitab tersebut, seorang mubaligh yang bernama
Syekh Ismail telah datang dari Mekkah sengaja menuju samudera untuk
mengislamkan penduduk di sana. Sesudah menyebarkan agama Islam seperlunya,
Svekh Ismail pun pulang kembali ke Mekkah. Perlu uga disebutkan di sini bahwa
dalam kedua kitab ini disebutkan pula negeri-negeri lain di Aceh yang turut
diislamkan, antara lain: Perlak, Lamuri, Barus dan lain-lain.
Berdasarkan keterangan kedua
sumber itu dapatlah diperkirakan bahwa sebagian tempat-tempat di Aceh, terutama
tempat-tempat di tepi pantai telah memeluk agama Islam. Berita-berita Cina ada
juga yang menyebutkan bahwa raja dan seluruh rakyat negeri Aru yang di kemudian
hari termasuk bagian dari Aceh adalah penganut-penganut agama Islam. I emikian
pula Malaka yang pada awal abad XV terus menjadi ramai, akhirnya menjadi
kerajaan Islam pula, bahkan setelah itu menjadi pusat syi'ar Islam ke seluruh
Asia Tenggara dan melalui Malaka pula agama Islam kemudian masuk dan berkembang
ke seluruh Indonesia sehingga pada awal abad ke-15 hampir di setiap tempat di
kepulauan Indonesia sudah terbentuk masyarakat-masyarakat Islam. Islam yang
masuk ke Aceh khususnya dan Indonesia umumnya pada mulanya mengikuti
jalan-jalan dan kota-kota dagang di pantai, kemudian barulah menyebar ke
pedalaman. Para pedagang dan mubaligh telah memegang peranan penting dalam
penyebaran agama Islam.
Sumber: Zakaria Ahmad. 2009. Aceh
(Zaman Prasejarah & Zaman Kuno). Pena : Banda Aceh. hal. 99-103.
0 komentar:
Post a Comment