Headlines News :
Visit Aceh
  • About Us
  • News
    • Nanggroe Aceh
    • Indonesia
    • Internasional
    • Agenda Kegiatan
    • Lintas Haji
    • Lomba Blog
    • Pengumuman
    • Bala Bencana
  • Aceh
    • Kab Aceh Barat
    • Kab Aceh Barat Daya
    • Kab Aceh Besar
    • Kab Aceh Jaya
    • Kab Aceh Selatan
    • Kab Aceh Singkil
    • Kab Aceh Tamiang
    • Kab Aceh Tengah
    • Kab Aceh Tenggara
    • Kab Aceh Timur
    • Kab Aceh Utara
    • Kab Bener Meriah
    • Kab Bireuen
    • Kab Gayo Lues
    • Kab Nagan Raya
    • Kab Pidie
    • Kab Pidie Jaya
    • Kab Simeulue
    • Kota Banda Aceh
    • Kota Langsa
    • Kota Lhokseumawe
    • Kota Sabang
    • Kota Subulussalam
  • Tourism
    • Wisata Aceh
    • Wisata Agama
    • Wisata Alam
    • Wisata Sejarah
    • Wisata Tsunami
  • Aceh Public Info
    • Agen Perjalanan
    • Bank Dan ATM
    • Kantor Polisi
    • Hotel Penginapan
    • Rental Mobil
    • Restauran
    • Rumah Sakit
    • Stasiun SPBU
    • Transportasi Darat
    • Transportasi Laut
    • Transportasi Udara
  • Radio
  • Download
    • Al-Qur'an
    • Aplikasi Visit Aceh
    • Book Tours
    • Imsakiyah Puasa
    • Site Map
  • SiteMap
    • Pengunjung
  • Contact Us
    • Goggle +
    • Contact on Facebook
    • Contact on Twitter
    • Pasang Iklan
  • Lainnya
    • Jadwal Kegiatan
    • Permainan Rakyat Aceh
    • Resep Aceh
    • Tarian
    • Syair

  • Mobile
  • Kritik Dan Saran
  • Belajar AL~Qur'an
  • Disclaimer
  • Privacy Policy
  • 18 March 2016
    The Rencong Land (Aceh)
  • 15 March 2016
    Traditional House of Aceh ( Krong Bade ) At Lubuk Sukon Village
  • 25 February 2016
    Wisata Sejarah Benteng Indra Patra Krueng Raya
  • 25 February 2016
    Kuburan Massal Ulee Lheue Banda Aceh
  • 29 August 2016
    The Light of Aceh a Part of Wonderful Indonesia
  • 09 May 2016
    Sejak Penetapan Aceh Destinasi Wisata Islami Dunia, Turis Sangat Ramai
  • 08 May 2016
    Banda Aceh Ditetapkan Menteri Pariwisata Sebagai World Islamic Tourism
  • 07 May 2016
    Nuansa Biru Pulau Beting Aceh
  • 07 May 2016
    Pesona Keindahan Alam Pantai Iboih Nanggroe Aceh Darussalam
  • 06 May 2016
    Serba Penuh, Aceh Jadi Tujuan Wisata Panjang Liburan Ini
  • 06 May 2016
    AP II-Garuda Sepakat Tingkatkan Volume Penerbangan Umrah Dari Aceh
  • 23 March 2016
    Peradaban Dan Toleransi Agama di Aceh Melalui Lonceng Cakra Donya
  • 18 March 2016
    The Rencong Land (Aceh)
  • 15 March 2016
    Traditional House of Aceh ( Krong Bade ) At Lubuk Sukon Village
  • 25 February 2016
    Wisata Sejarah Benteng Indra Patra Krueng Raya
  • 25 February 2016
    Kuburan Massal Ulee Lheue Banda Aceh
  • 29 August 2016
    The Light of Aceh a Part of Wonderful Indonesia
  • 09 May 2016
    Sejak Penetapan Aceh Destinasi Wisata Islami Dunia, Turis Sangat Ramai
  • 08 May 2016
    Banda Aceh Ditetapkan Menteri Pariwisata Sebagai World Islamic Tourism
  • 07 May 2016
    Nuansa Biru Pulau Beting Aceh
skip to main | skip to sidebar
Home » Visit Aceh , Wisata Perjalanan » Semalam Di Pulo Aceh

Semalam Di Pulo Aceh

Written By Unknown on Thursday, March 28, 2013 | 8:42:00 AM

IBNOE HADJARE | Foto : AHMAD ARISKA  | atjehpost




Berada tak jauh dari Ibu Kota Provinsi Aceh, Pulo Aceh seperti terlupakan. Wartawan The Atjeh Times, Ibnoe Hadjare, menuliskan pengalamannya menjelajahi pulau yang hanya dua jam perjalanan dari Banda Aceh ini.



SEBUAH pagi yang redup di hamparan pasir putih pada bekas Pelabuhan Williams Torren. Diapit sebentang gunung rimbun di sisi kiri dan bukit batu cadas hitam di sisi kanan, saya berdiri dengan latar belakang belantara hutan Ujong Peuneung.
Menatap lurus ke depan, ada hamparan laut biru bergelombang. Bongkahan fondasi pelabuhan sebagian masih menjulang, sebagian lagi hancur terbenam di dasar laut. Nun di sana, Pulau Sabang seperti timbul-tenggelam diremuk gelombang. Kecuali deru angin dan debur ombak, tak ada keriuhan apa-apa saat itu.
Langit masih redup saat sepuluh orang teman saya berpencar  menjadi dua kelompok. Enam orang menyelam sambil memancing. Empat lainnya mencari kayu bakar dan mulai menyalakan api.
Saya sendiri menantang laut dengan memegang sebuah panci berisikan beras, lalu berjalan hingga air sebatas dada. Di sana air laut tidak lagi bercampur pasir, seperti yang terlihat di pinggir pantai.
Di hutan belantara yang dikelilingi laut seperti ini, air tawar menjadi sangat berharga. Sebuah sumur tua peninggalan Belanda terdapat sekitar 30 meter dari pantai. Seekor monyet malang mengapung tewas di dalamnya.
Karena itu, mencuci beras dengan air asin, lalu membilasnya dengan air tawar adalah pilihan tepat untuk menghemat persediaan air yang dibawa.
Ini adalah petualangan selama 36 jam di akhir Oktober 2012. Dua kali sebelumnya saya pernah menjejakkan kaki di pulau yang sama. “Tak cukup kata menulis keindahan Pulo Aceh,” ujar Ariska, teman seperjalanan.
Dia tercatat sudah enam kali menyusuri pulau yang termasuk kategori pulau terluar, tertinggal, dan terpencil di Indonesia.
Siang itu kami menikmati makan siang di tepi hutan yang hanya ada kehidupan manusia pada kisaran 137 tahun silam. Ketika itu, Belanda menjajah Indonesia. Merekalah yang menghuni hutan Ujoeng Peuneung. Di sini mereka dirikan sebuah pelabuhan, tetapi tsunami 2004 telah menghancurleburkan dermaga itu.
Tak begitu jauh dari pelabuhan juga menjulang sebuah mercusuar berketinggian 85 meter dengan lokasi persis di atas sebuah gunung. Pelabuhan dan mercusuar sama-sama dinamakan Williams Torren.
Konon, kedua bangunan yang dibangun pada 1875 itu merupakan hadiah pernikahan raja William III atau William Alexander Paul Frederick Lodewijk. Ia seorang penguasa Belanda yang kala itu memiliki andil besar melakukan pembangunan demi kepentingan kolonialisme Belanda di Asia.
Salah satunya pembangunan pelabuhan Sabang. Mercusuar serta Pelabuhan Williams Torren juga dibangun sebagai penunjang operasional pelabuhan Sabang yang merupakan jalur lintas terpadat Asia Tenggara kala itu. Di dunia hanya ada tiga mercusuar Williams Torren, yaitu di Kepulauan Karibia, Holland, dan Aceh.
Kini mercusuar dikelola oleh Departemen Perhubungan Laut Distrik Navigasi Sabang. Lima petugas ditempatkan di hutan belantara itu untuk memastikan lampu mercusuar tetap menyala.
“Kami akan diganti per dua bulan sekali,” kata Tony Suharto. Ia komandan dari empat anak buahnya. Mereka tunduk ke Kantor Perhubungan yang berlokasi di Sabang.
Pulo Aceh sendiri adalah sebuah nama kecamatan yang secara administratif termasuk wilayah Kabupaten Aceh Besar. Ia adalah nama kecamatan dari gabungan sebelas pulau yang terletak di kawasan itu, yaitu Pulo Breuh, Pulo Nasi, Pulo Teunom atau Keureusek, Pulo Jroeng, Pulo Teungkurak, Pulo Bunta, Pulo Tuan Diapit, Pulo U, Pulo Sidom, Pulo Geupon, dan Pulo Lhee Blah.
Hanya Pulo Breuh dan Pulo Nasi yang berpenghuni. Selebihnya adalah gugusan pulau sepi tak bertuan. Di Pulo Breuh ada 12 desa, 8 desa berada di selatan dan 4 desa di utara, sedangkan Pulo Nasi terdiri dari 5 desa saja.
Perjalanan ke Pulo Aceh tentu saja melalui jalur laut. Bertolak dari Lampulo atau Uleelheu, Banda Aceh, kisaran waktu tempuh bervariasi, mulai dua hingga empat jam, tergantung pada desa mana yang hendak dituju.
Waktu tercepat adalah mengunjungi Desa Lamteng di Pulo Nasi, yakni dua jam. Yang paling jauh adalah desa yang akan kami kunjungi kali ini, yaitu Meulingge. Letaknya di bagian utara Pulau Breuh. Jika cuaca tidak bersahabat, waktu tempuh bisa lebih dari empat jam.
Secara sosial, warga Meulingge masih tertinggal. Puskesmas masih hanya sebatas gedung kosong. Tak ada dokter, tak ada bidan, dan tak ada peralatan medis ataupun obat-obatan.
Warga Meulingge yang sakit harus berobat ke Banda Aceh atau ke Lampuyang, sebuah desa tempat berada ibu kota Kecamatan Pulo Aceh. Namun, dalam praktik kesehariannya, mereka cenderung memilih pengobatan alternatif dengan cara di-rajah oleh teungku.

Hamparan Laut Di Pulo Aceh
 Beberapa bulan sebelumnya, listrik juga masih menjadi barang langka di pulau ini. Namun, sejak tiga bulan belakangan, warga telah dapat menikmati listrik dengan sempurna.Di Desa Meulingge inilah Mercusuar Williams Torren berdiri menjulang. Untuk sampai ke sini, selain menaiki boat dengan jurusan langsung Banda Aceh-Meulingge, perjalanan juga bisa ditempuh melalui jalur darat, tentu saja setelah tiba di Desa Gugop yang berada di Pulo Breuh Selatan.
Kedua pilihan jalur tempuh itu memiliki keunikan masing-masing. Pada perjalanan sebelumnya, kami mencoba rute langsung Banda Aceh – Meulingge. Rute ini merupakan sebuah pilihan mengadu nyali dengan menantang ganas ombak pada lekuk-lekuk pulau kecil tak bertuan.
“Kalau ada pejabat yang ingin berkunjung ke desa kami, akan saya bawa lewat jalur ini biar mereka tahu bagaimana bahayanya perjalanan kami setiap hari,” kata Abdul Latif, pawang boat. Ia tertawa melihat kami mengencangkan pegangan dan mulai ketakutan. Tak ayal, seluruh isi perut saya tumpah waktu itu.
Namun, panorama alam pelan-pelan mengobati ketakutan. Melalui boat tampak gugusan pulau-pulau kecil yang hanya dihuni burung dan ditumbuhi tumbuhan hijau.
Peninggalan Sejarah Macusuar Di Pulo Aceh
Berbeda dengan perjalanan Banda Aceh - Meulingge, kali ini kami memilih rute Banda Aceh – Gugop, lalu menempuh jalur darat ke Meulingge.
Puluhan kilometer jalan lingkar Pulo Breuh telah di aspal, mulus. Pengerjaan hampir sepenuhnya selesai. Ini berbeda jauh dengan tahun sebelumnya.
Perjalanan terasa menyenangkan. Menggunakan lima motor, kami mendaki gunung beralaskan aspal yang lebar. Tiba di puncak, decak kagum selimuti jiwa. Ada pemandangan alam yang terhidang sulit dijelaskan kata. Liku-liku sudut pulau menjamah laut biru yang membentang.
Setelah menempuh puluhan kilometer selama dua jam, kami tiba di Meulingge. Sambutan hangat warga Meulingge telah dikenal luas, setidaknya oleh Ariska dan kawan-kawan. “Di sini kami sudah dianggap saudara mereka. Mereka akan marah kalau kami tidak mau makan atau menginap di rumah mereka,” kata Ariska.
Penjamuan makan dan penginapan itu memang telah terjadi berulang kali sebelumnya. Pada perjalanan ini kami mengatur cara dengan tidak akan berlama-lama berbincang dengan warga.
Kami berencana segera masuk ke hutan Meulingge untuk mencapai lokasi mercusuar dan pelabuhan meski malam telah merambat tajam. Namun, adat tetaplah adat, tata tertib desa harus diikuti. Kami melapor ke rumah kepala desa dan di sana sudah terhidang setalam nasi, ikan, dan sayur. Tak ada alasan menolak.
Ariska dan lima kawannya memang tidak asing lagi bagi warga Meulingge, tapi lima orang lain di sisi dia tentu menjadi pusat perhatian warga Meulingge. Mereka baru ini pertama kali menapak kaki di pulau tersebut.
Cut Keumala contohnya. Gadis yang menyukai dunia fotografi ini mengaku tak tahan mendengar perbincangan beberapa orang tentang keindahan tersembunyi Pulo Aceh. Sempat menyimpan hasrat selama beberapa waktu, keinginan gadis itu akhirnya tertuntaskan. “Mencapai puncak Williams Torren adalah petualangan yang benar-benar fantastik,” kata Cut Keumala.
Itu adalah ungkapan yang keluar setelah Cut Keumala menempuh perjalanan ekstrem dari Desa Meulingge menuju lokasi Mercusuar dan Pelabuhan Willians Torren. Jalan penuh bebatuan dan bongkahan tanah yang mengganjal. Di jalan terdapat banyak lubang bekas laluan kendaraan di waktu hujan. Kini tiada hujan. Lubang itu masih tertinggal.
Dalam perjalanan pukul sembilan malam itu, dia sempat mengkhawatirkan kondisi motor matic miliknya. “Kok tiba-tiba berbunyi aneh gitu mesinnya,” tanya dia.
Perjalanan selama satu jam di malam hari itu kami lalui tanpa sinar bulan. Di langit hanya tampak taburan bintang.
Perjalanan itu benar-benar melelahkan dengan jalan penuh tanjakan serta tikungan. Sisi kiri dan kanan adalah jurang yang dalam. Pada beberapa bagian jalan, motor terpaksa didorong. Tak ada tawa saat itu, hanya deru nafas yang terengah.
Segala kelelahan terbayar saat puncak mercusuar kami taklukkan. Sebelumnya kami berbincang dengan Tony Suharto, didampingi Indra Jaya, anak buahnya. Menyadari tengah berbicara dengan pekerja media, lelaki berkulit hitam itu menitip pesan. “Kami berharap ada yang mau merehab (mercusuar) biar kami lebih nyaman bekerja,” kata dia.
Tony ingin pejabat terkait turun melihat langsung kondisi mercusuar. Oleh penduduk Meulingge, Mercusuar Williams Torren disebut “Lampu”.
Kata Tony, mercusuar adalah peta bagi ratusan kapal yang melintas Samudera Hindia di malam hari. Menurut Tony, itulah alasan Mercusuar dibangun persis di atas sebuah gunung yang menghadap langsung Samudera Hindia. Berada di sana pada malam hari akan tampak lalu lalang kapal besar di perairan internasional.
Walau usianya sudah mencapai satu setengah abad, Mercusuar William Torren masih kokoh. Terletak di area seluas 20 hektare, guncangan gempa 2004 lalu tidak meretakkannya.
Selain menara, ada bangunan loji panjang dengan beberapa sekat ruangan yang kini ditempati petugas jaga mercusuar. Selain itu, ada gedung pembangkit listrik bertenaga diesel, berguna sebagai sumber energi lampu sorot di puncak mercusuar. Juga ada gudang logistik dan sebuah bangunan berisi bungker serta penjara bawah tanah.
Itulah malam penuh canda tawa di puncak mercusuar. Hanya satu malam, paginya kami bergegas ke pelabuhan. Di sana kami menikmati makan siang sebelum akhirnya kembali pulang, meninggalkan Pulo Aceh dengan segala keindahan dan sejarahnya.
Share this article :

Related articles

  • Paradiso Pulau Bunta Aceh Besar
  • Air Terjun Biluy, Yang Segar-segar di Aceh Besar
  • Travel Series Indonesia - Jalan-Jalan Men 2013 Eps 3 - Aceh
  • Mengenang Tragedi Tsunami Menggulung Aceh
  • Cerita Srici membelah belantara ekstrem Aceh
  • Ulu Masen, Nuansa Surgawi Pengunungan yang Menggoda
Label: Visit Aceh, Wisata Perjalanan

1 komentar:

Unknown said...

Bang. Di pulo aceh ada penginapan tidak?? Semacam wisma atau apalah itu .

December 27, 2018 at 5:35 PM

Post a Comment

Newer Post Older Post Home
  • Popular Posts
  • Comments
  • Recent Post

Popular Posts

  • Keindahan Seni Ukir Dari Aceh di Gampong Lubok Sukon
  • Wisata Sejarah Benteng Indra Patra Krueng Raya
  • Orang Aceh Keturunan Bangsa Portugis Di Lamno Aceh Jaya
  • Kenaikan Harga L - 300 Aceh Berdasarkan Wilayah
  • Pantai Batee Puteh Aceh Barat
  • Bank Dan ATM Aceh
  • Al - Qur'an Download
  • Radio

Comments

Recent Post

Tweets

Sejarah Aceh

           


       
 
  • Home
  • Bincang Bincang
  • Belanja
  • Dayah
  • Film
  • Future
  • Lagu
  • Opini
  • Pendidikan
  • Puisiku
  • Sosok
  • Tentang Islam
  • Ramadhan
  • Lowongan Kerja
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2012. Visit Aceh - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Fuad Heriansyah
Copyright © 2025