Aceh
Selatan adalah salah satu kabupaten di Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam yang beribukota Tapaktuan dengan luas wilayah mencapai 3.842
Km2 yang terbagi menjadi 16 kecamatan dan 386 desa yang berbatasan
dengan Kabupaten Aceh Barat Daya disebelah utara, Kabupaten Aceh Singkil
di sebelah selatan, Kabupaten Aceh Tenggara di sebelah timur dan
Samudera Hindia di sebelah barat.
Lambang Kabupaten Aceh Selatan
Terdapat 2 (dua) etnis yang mendiami wilayah Aceh Selatan, yaitu Aneuk Jamee dan Kluet. Wilayah kecamatan terpadat penduduknya adalah Kecamatan Labuhan Haji diikuti oleh Kecamatan Kluet Utara. Sementara itu jumlah penduduk terkecil adalah Kecamatan Sawang. Sebagian besar penduduk terkonsentrasi di sepanjang jalan raya pesisir dan pinggiran sungai.
Di Kabupaten Aceh Selatan terdapat berbagai jenis kesenian (seni tari), seperti Ratoh Bantai, Seni Dabus dan Seni Teater Haba.
Ratoh Bantai merupakan seni tari yang digabungkan dengan seni suara yang dibawakan oleh 12 orang penari dan 1 orang syekh.
Tari Rapa'i Geleng merupakan seni tari berupa gerakan badan yang dipadukan dengan suara dan gerakan tangan, kepala dan anggota tubuh lainnya yang dibawakan oleh 16 orang penari dan 1 orang syekh.
Selain itu jenis tari-tarian yang ada di Kabupaten Aceh Selatan antara lain, Tari Rateep Geleng, Tari Pno, Tari Seudati, Tari Bambu Aloen Tujuh dan Tari Rampo Tujoh, Tari Meusekat, Tari Rantak Kudo, Tari Landok Sampot, Tari Bungong Pala, Tari Zikir Geleng dan Tari Laweut.
Seni Dabus Rapa'i Ngadap biasanya dilaksanakan di Meunasah (Mushalla) pada malam Jum'at dengan menggunakan rapa'i/gendang tanpa zikir. Dabus Rapa'i biasanya dilaksanakan pada upacara pernikahan dan perayaan lainnya. Kesenian ini merupakan gabungan antara seni tari dan ilmu metafisika yang mendemonstrasikan ilmu kebal. Sedangkan Sebi Teater Haba merupakan seni bercerita yang disampaikan secara lisan dalam bentuk puisi. Cerita yang disuguhkan umumnya cerita rakyat, dongeng ataupun legenda dan diiringi dengan alat musik suling, gendang dan tetabuhan lainnya.
Objek wisata lainnya adalah perkebunan pala yang merupakan tanaman primadona di Kabupaten Aceh Selatan sekaligus menjadi salah satu unsur lambang daerah ini. Buah pala terdiri dari daging buah pala, bunga pala yang disebut fuli dan biji pala. Fuli dan biji pala merupakan bagian buah pala yang mempunyai nilai komersial tinggi, biji pala yang cukup tua beserta fuli dapat dimanfaatkan secara langsung sebagai rempah-rempah.
Dari penyulingan biji pala diperoleh minyak pala yang digunkan sebagai bahan pembuatan salep, ramuan serta penyedap aroma pada jenis obat-obatan tertentu. Minyak pala dari kabupaten ini dipasarkan ke luar daerah seperti Medan dan Padang. Sebagai komoditas ekspor, pala dipasarkan ke Singapura, Korea Selatan, Jepang, Australia dan Inggris dalam bentuk biji pala, fuli dan minyak pala. Selain memanfaatkan biji pala dan fuli, masyarakat Aceh Selatan mengolah daging buah pala menjadi manisan pala dan sirop pala. Daerah sentra penghasil pala antara lain berada di Kecamatan Meukak, Labuhan Haji, Kluet Utara dan Samadua.
1. PEMANDIAN AIR DINGIN LHOK PAWOH.
Pemandian air dingin, begitulah sebutan kawasan wisata yang terletak di Desa Lhok Pawoh Kecawatan Sawang, kabupaten Aceh Selatan ini. Objek wisata yang setiap harinya selalu ramai dikunjungi masyarakat setempat maupun pendatang ini memiliki area pemandian yang luas, air yang dingin serta panorama alam pegunungan yang indah dan memberi kesegaran.
Panorama Pemandian Air Dingin Lhok Pawoh
Objek
wisata yang berlokasi sekitar 30 kilometer dari Kota Tapaktuan ini
merupakan salah satu tujuan wisata utama bagi wisatawan domestik maupun
mancanegara. Selain mudah dijangkau karena bertempat di pinggiran jalan
raya Blang Pidie - Tapaktuan, di kawasan ini juga terdapat sejumlah
rumah makan dan cafe yang menyediakan berbagai macam makanan dan minuman
serta mushalla yang bersih dan tertata rapi.
Air terjun yang indah, bebatuan yang besar dan tinggi seakan telah menjadi ciri khas objek wisata ini. Kawasan pemandian air dingin ini juga hanya berjarak sekitar 100 meter dari pesisir laut yang berpasir putih, sehingga bagi pengunjung yang ingin mandi dan menikmati panorama keindahan laut akan dengan mudah menjangkaunya.
Bagi anda yang akan berpergian ke Kabupaten Aceh Selatan, sudah sepantasnya untuk menyempatkan diri mengunjungi pemandian air dingin Sawang guna menikmati kesejukan alam dengan pepohonan yang hijau di antara pegunungan yang menjulang tinggi dan desiran air terjun yang senantiasa menghadirkan kesejukan bagi anda.
2. MERIAM KERAJAAN MEUKAK
Meriam peninggalan sejarah pada masa Kerajaan Meukak yang ditulis oleh Paul van't Veer dalam bukunya yang berjudul de Atjeh Oorlog menyebutkan, meriam itu dikirim oleh Raja Turki pada tahun 1864 Masehi bersamaan dengan 10 meriam raja Kerajaan Tapaktuan. 5 (lima) meriam untuk Raja Meukak dan 10 (sepuluh) meriam untuk Raja Tapaktuan.
Sewaktu perang di depan Krueng Sirullah pecah antara Belanda dengan rakyat Aceh Selatan, meriam ini sempat dibawa oleh rakyat Meukak dengan perahu layar pembawa kopra menuju Pelabuhan Cerocok - Gosong Pakak Tapaktuan pada tahun 1874. Kota Tapaktuan dihujani peluru dari laut, namun rakyat Meukak, Labuhan Haji dan Tapaktuan memberikan perlawanan dengan meriam buatan Kerajaan Turki. Pertempuran hebat dan sengit itu tepatnya terjadi pada tanggal 5 Mei 1874 ketika bendera belanda dikibarkan di Tapaktuan.
3. RUMAH ADAT KLUET RUNGKO
Rumah Adat Kluet Rungko terletak di Desa Koto Kluet Tengah.
Rumah Adat Kluet (Rungko) didirikan pada tanggal 1 Januari 1861 oleh Raja Menggamat Imam Hasbiyallah Muhammad Teuku Nyak Kuto yang merupakan keturunan pejuang Kluet Tengku Imam Sabil yang pernah berperang melawan Belanda dalam Perang Lawe Melang Menggamat. Rumah Adat Kluet - Rungko ini selain tempat tinggal Raja, juga berfungsi sebagai tempat penyelesaian perkara jika terjadi perselisihan dan sengketa dalam kehidupan rakyat menggamat.
4. MAKAM TEUKU RAJA ANGKASAH
Makam Teuku Raja Angkasah terletak di pinggir Sungai Dayah, Desa Buket Gadeng, sekitar 8 Km dari Kota Bakongan, ibukota Kecamatan Bakongan, Aceh Selatan. Pahlawan Aceh Selatan ini gugur di medan perang saat melawan pasukan Belanda. Gugurnya Teuku Raja Angkasah sekitar 5 kilometer dari kawasan hutan Buket Gadeng yang ditembak pasukan Belanda dari empat arah. Ia gugur pada tanggal 18 Desember 1925. Saat itu dua panglima utamanya, yaitu Panglima Gadeng dan Panglima Idris yang merupakan panglima yang paling setia gugur tertembak di depan mata Teuku Raja Angkasah. Ia sendiri berada dalam posisi terdesak karena dikepung dari empat sisi dalam keadaan kehabisan peluru. Teuku Raja Angkasah mencabut pedangnya, kemudian melompat dengan pekik Allahu Akbar langsung menyerang sejumlah serdadu Belanda. Akhirnya Teuku Raja Angkasah gugur setelah sebutir peluru menembus mulutnya.
5. MAKAM TENGKU PEULUMAT
Makam Tengku Peulumat terletak di Desa Betong Peulumat, Kecamatan Labuhan Haji Timur.
Tengku Peulumat memiliki nama asli Tengku Syekh Abdul Karim, beliau lahir pada tanggal 8 Agustus 1873 di Kota Baru Sungai Tarap Batu Sangkar Minangkabau, Sumatera Barat. Sejak kecil sampai dewasa Tengku Peulumat berada di kampungnya. Setelah sewasa merantau ke Aceh dan menetap di Peulumat, beliau menikah dan berumahtangga di Peulumat. Di Peulumat beliau belajar dan memperdalam ilmu agama di Pondok Pesantren Darussalam Labuhan Haji yang kemudian pesantren ini dipimpin oleh keponakan beliau yang bernama Syech Tengku Muda Wali Al Chalidy.
Ia belajar syariat, hakikat dan ma'rifat. Karena Tengku Peulumat sangat menggandrungi ilmu Tasauf, ia hidup dengan ajaran sufi yaitu kaum yang hidup wara' dan khana'ah yang tidak cinta dunia. Karena kesucian dan kebeningan jiwa Tengku Peulumat menjadi seorang wali atau aulia Allah. Banyak hal-hal yang diluar logika terjadi pada diri Tengku Peulumat, seperti ia bisa menghilang dan berjalan di atas air serta shalat Jum'at ke Masjidil Haram dalam waktu singkat dan bisa kembali ke Peulumat.
Sebagaimana cerita yang sudah populer di masyarakat Aceh Selatan, bahwa pada suatu hari Tengku Peulumat pergi ke pasar ikan membeli ikan. Dalam perjalanan pulang tiba-tiba ia ditegur seorang anak yatim. Karena teguran itu, lantas ikan itu diberikannya kepada anak tersebut. Hal itu sempat dilihat istrinya sambil marah kepada Tengku Peulumat. Tapi dengan tenang Tengku Peulumat mengatakan bahwa ganti ikan itu sudah ada tergantung di dekat tungku dapur, yaitu seekor ikan laut sebesar betis yang masih segar dan masih hidup.
Tengku Peulumat meninggal dunia pada tanggal 8 Agustus 1943. Saat jenazahnya akan dimasukkan ke dalam kubur dan ketika ikat kain kafan bagian lehernya dibuka, keranda tengku Syech Abdul Karim ternyata kosong (jasad Tengku Peulumat raib). Dikabarkan jenazah orang suci (aulia Allah) yang juga oleh masyarakat dijuluki dengan itu diangkat dan diusung para malaikat ke alam Malakut. Wallahu Bissawab
6. AL-QUR'AN GADANG
Al-Qur'an Gadang terdapat di Desa Gampung Dalam, Kecamatan Labuhan Haji, Aceh Selatan yang ditulis oleh seorang yang berasal dari Pariaman Minangkabau yang bernama Datuk Sultan Palaci. Al-Qur'an itu ditulis sepulang dari Mekkah selama 2 tahun 2 bulan dan 2 hari dengan tangannya sendiri. Setiap ayat-ayat Al-Qur'an itu ditulis, ia selalu dalam keadaan berwudhu. Ia menulis setiap selesai shalat tahajjud hingga fajar hari. Ia mulai menulis mushaf Al-Qur'an itu pada subuh Jum'at tanggal 8 Agustus 1937 dan dapat diselesaikan pada tanggal 8 Agustus 1939 juga di hari subuh Jum'at. Dahulu dan hingga kini Al-Qur'an ini sering dijadikan tempat untuk bersumpah bagi orang yang berperkara atau bersengketa. Biasanya jika semuanya akan terbukti jika orang yang bersengketa tersebut telah berbohong.
7. MAKAM TENGKU SYECH MUDA WALI
Makam Tengku Syech Muda Wali terletak di Desa Blang Dalam, Kecamatan Labuhan Haji Barat.
Syeikh Muda Waly Al Khalidy An Naqsyabandy Al Asyiy atau yang lebih dikenal dengan nama Syeikh Muda Waly Al Khalidy, dilahirkan di Desa Blang Poroh, Kecamatan Labuhan Haji, Kabupaten Aceh Selatan pada tanggal 8 Agustus 1917. Beliau merupakan putra bungsu dari Sheikh H. Muhammad Salim bin Malin Palito. Ayahnya berasal dari Batu Sangkar, Sumatera Barat. Beliau datang ke Aceh Selatan selaku da'i. Sebelumnya, paman beliau yang mashyur dipanggil masyarakat Labuhan Haji dengan nama Tuanku Peulumat yang bernama asli Syaikh Abdul Karim telah lebih dahulu menetap di Labuhan Haji.
Tengku Syekh Muda Waly Al Khalidy lahir tahun 1917 dan wafat pada tahun 1961. Ia seorang ulama besar yang memimpin Pesantren Darussalam di Blang Poroh, Kecamatan Labuhan Haji Barat.
8. BENTENG TRUMON
Benteng Trumon terletak di Desa Keude Trumon, Kecamatan Trumon.
Benteng tersebut dibangun pada tanggal 11 Agustus 1770 sampai dengan tanggal 8 Agustus 1802 pada masa pemerintahan Teuku Raja Jakfar dan diteruskan oleh anaknya Teuku Raja Bujang. Pada masa itu, di dalam benteng itu ada tempat percetakan uang Kerajaan Trumon sendiri. Pertama uang tersebut dicetak di Lisabon, Protugal, kemudian ditiru dan dicetak di Trumon menjadi uang Trumon atas izin Kerajaan Portugal dan uang tersebut menjadi uang Trumon. Asal usul Kota Trumon berasal dari Trung Binah Mon. Selanjutnya benteng tersebut dijaga oleh saudara Teuku Raja Ubit sampai turun temurun.
9. BUPALEH
Bupaleh terletak di Desa Kuala Ba'u.
Bupaleh berasal dari Bahasa Arab Bupalatul, yaitu tempat untuk berhujah ulama dalam mencari suatu kebenaran berdasarkan Al-Qur'an dan Hadist Nabi. Kegiatan itu dilaksanakan mulai tahun 1940. Sebelumnya pada tahun 1888 dikawasan itu juga digunakan sebagai tempat untuk bermusyawarah para ulama keturunan Said yang mengembangkan Agama Islam di Aceh. Salah seorang keturunan Said yang berjasa dalam mengembangkan Agama Islam di Aceh Selatan adalah alm. Drs. H. Sayed Mudhahar Ahmad, Msi, yaitu mantan Bupati Aceh Selatan. Disebutkan juga di lokasi Bupaleh ini merupakan tempat pertama sekali Tengku Syeikh Muda Waly mengajarkan Al-Qur'an (belajar mengaji) kepada anak sulungnya yang bernama Djamaluddin Waly.
10. MESJID TUO PULO KAMBING
Mesjid Tuo Pulo Kambing terletak di Desa Pulo Kambing, Kecamatan Kluet Utara.
Mesjid Tuo Pulo Kambing umurnya sekarang berkisar sekitar 9 abad lebih. Tepatnya mesjid ini dibangun pada tanggal 8 Agustus 1351 Masehi oleh seorang ulama yang bernama Syech Muhammad Husin Al Fanjuri bin Muhammad Alfajri Kautsar yang merupakan murid dari seorang ulama sufi yang datang dari Persia.
Masjid ini mempunya tiang-tiang yang berukir kaligrafi arab dan tulisan tersebut menceritakan riwayat berdirinya kerajaan-kerajaan Islam dahulu di Aceh. Uniknya mesjid ini mempunyai kemiripan dengan mesjid yang pertama kali dibangun oleh Wali Songo di Jawa. Tiang pertama mesjid ini kayunya diangkut sendirian dari hutan Ruak oleh salah seorang murid Syech Muhammad Husin Al Fanjari yang bernama Syech Mutawali Alfanshuri dengan tangan kosong pada tanggal 5 Agustus 1351 Masehi. Setelah tiang pertama dipancangkan selesai shalat subuh 8 Agustus 1351 baru bersama masyarakat secara bergotong-royong mesjid itu dibangun dibawah komando Syech Muhammad Husin Al Fanjari dengan menyembelih satu ekor kerbau, satu ekor kambing dan satu ekor ayam jantan putih.
11. MAKAM RAJA LELO
Makam Raja Lelo terletak di Desa Sapik, Kecamatan Kluet Timur.
Raja Lelo yang memiliki nama asli Banta Saidi, lahir pada tanggal 1 Agustus 1780 di Kluet Timur. Beliau merupakan pengikut atau pasukan berani mati Teuku Cut Ali. Ia dikejar marsose Belanda dibawah pimpinan Kapten J. paris. Di kawasan Kampung Sapik, Kecamatan Kluet Timur inilah terjadi pertempuran sengit. Dalam pertempuran ini, 19 orang pasukan Panglima Raja Lelo gugur. Serangan ini juga melukai 12 orang tentara marsose dan berhasil menawan Belanda.
Pertempuran seru terjadi ketika Banta Saidi atau Panglima Raja Lelo berhadapan dengan Kapten J. Paris dengan pertarungan tangan kosong. Keduanya sama-sama memiliki ilmu kekebalan. Saat itu puluhan butir peluru yang menerjang tubuh Raja Lelo tidak mampu melukai tubuhnya. Demikian juga sebaliknya, puluhan kali Banta Saidi menebaskan pedangnya ke tubuh Kapten J. Paris, namun tidak mampu melukai tubuh Kapten J. Paris karena orang Belanda ini memiliki ilmu kebatinan. Panglima Raja Lelo dan Kapten J. Paris beradu gulat. Pertarungan yang terjadi sangat seru dan sengit, daling banting, saling pukul dan saling terjang. Karena tingkat kesaktian Banta Saidi atau Panglima Raja Lelo lebih tinggi daripada Kapten J. Paris, akhirnya Raja Lelo berhasil menemukan kelemahan kesaktian Kapten J. Paris. Panglima Raja Lelo segera memagut tubuh Kapten J. Paris, sambil memegang dan memutar alat vital Kapten J. Paris sehingga saat itu juga kapten yang kebal dan sakti ini tewas.
Gambaran kejadian yang menciutkan nyali pasukan marsose dalam perang Kelulum itu dapat diungkapkan dalam bait syair Aceh sebagai berikut:
Prang Bakongan seuhu hana kri
Kaphe neu tadi keunong bak jungka
Matee Angkasah tinggay Cut Ali
Prang teu-jali leubeh nubura
Peudeung neu-gunci su meudeungong
Han jitem tamong meuhana bila
Kapten Paris putoo taloy nyamong
Sakti Limong Raja Lela
Lima bulan kemudian setelah terbunuhnya Kapten J. Paris, Panglimam Raja Lelo jatuh sakit. Ia dilarikan ke Suaq Bakong untuk dirawat, namun karena kondisi Suaq Bakong dijaga ketat pasukan Belanda, malam itu Banta Saidi kembali dibawa ke Kampung Sapik. Malam Jum'at tanggal 8 Agustus 1926 Banta Saidi atau Panglima Raja Lelo menghembuskan nafasnya yang terakhir. Jenazahnya dikebumikan di samping kuburan para pasukannya yang gugur terdahulu, yaitu di lokasi terjadinya Perang Kelulum Desa Sapik, Kecamatan Kluet Timur, Kabupaten Aceh Selatan.
12. MAKAM TEUKU CUT ALI
Air terjun yang indah, bebatuan yang besar dan tinggi seakan telah menjadi ciri khas objek wisata ini. Kawasan pemandian air dingin ini juga hanya berjarak sekitar 100 meter dari pesisir laut yang berpasir putih, sehingga bagi pengunjung yang ingin mandi dan menikmati panorama keindahan laut akan dengan mudah menjangkaunya.
Bagi anda yang akan berpergian ke Kabupaten Aceh Selatan, sudah sepantasnya untuk menyempatkan diri mengunjungi pemandian air dingin Sawang guna menikmati kesejukan alam dengan pepohonan yang hijau di antara pegunungan yang menjulang tinggi dan desiran air terjun yang senantiasa menghadirkan kesejukan bagi anda.
2. MERIAM KERAJAAN MEUKAK
Meriam peninggalan sejarah pada masa Kerajaan Meukak yang ditulis oleh Paul van't Veer dalam bukunya yang berjudul de Atjeh Oorlog menyebutkan, meriam itu dikirim oleh Raja Turki pada tahun 1864 Masehi bersamaan dengan 10 meriam raja Kerajaan Tapaktuan. 5 (lima) meriam untuk Raja Meukak dan 10 (sepuluh) meriam untuk Raja Tapaktuan.
Sewaktu perang di depan Krueng Sirullah pecah antara Belanda dengan rakyat Aceh Selatan, meriam ini sempat dibawa oleh rakyat Meukak dengan perahu layar pembawa kopra menuju Pelabuhan Cerocok - Gosong Pakak Tapaktuan pada tahun 1874. Kota Tapaktuan dihujani peluru dari laut, namun rakyat Meukak, Labuhan Haji dan Tapaktuan memberikan perlawanan dengan meriam buatan Kerajaan Turki. Pertempuran hebat dan sengit itu tepatnya terjadi pada tanggal 5 Mei 1874 ketika bendera belanda dikibarkan di Tapaktuan.
3. RUMAH ADAT KLUET RUNGKO
Rumah Adat Kluet Rungko terletak di Desa Koto Kluet Tengah.
Rumah Adat Kluet (Rungko) didirikan pada tanggal 1 Januari 1861 oleh Raja Menggamat Imam Hasbiyallah Muhammad Teuku Nyak Kuto yang merupakan keturunan pejuang Kluet Tengku Imam Sabil yang pernah berperang melawan Belanda dalam Perang Lawe Melang Menggamat. Rumah Adat Kluet - Rungko ini selain tempat tinggal Raja, juga berfungsi sebagai tempat penyelesaian perkara jika terjadi perselisihan dan sengketa dalam kehidupan rakyat menggamat.
4. MAKAM TEUKU RAJA ANGKASAH
Makam Teuku Raja Angkasah terletak di pinggir Sungai Dayah, Desa Buket Gadeng, sekitar 8 Km dari Kota Bakongan, ibukota Kecamatan Bakongan, Aceh Selatan. Pahlawan Aceh Selatan ini gugur di medan perang saat melawan pasukan Belanda. Gugurnya Teuku Raja Angkasah sekitar 5 kilometer dari kawasan hutan Buket Gadeng yang ditembak pasukan Belanda dari empat arah. Ia gugur pada tanggal 18 Desember 1925. Saat itu dua panglima utamanya, yaitu Panglima Gadeng dan Panglima Idris yang merupakan panglima yang paling setia gugur tertembak di depan mata Teuku Raja Angkasah. Ia sendiri berada dalam posisi terdesak karena dikepung dari empat sisi dalam keadaan kehabisan peluru. Teuku Raja Angkasah mencabut pedangnya, kemudian melompat dengan pekik Allahu Akbar langsung menyerang sejumlah serdadu Belanda. Akhirnya Teuku Raja Angkasah gugur setelah sebutir peluru menembus mulutnya.
5. MAKAM TENGKU PEULUMAT
Makam Tengku Peulumat terletak di Desa Betong Peulumat, Kecamatan Labuhan Haji Timur.
Tengku Peulumat memiliki nama asli Tengku Syekh Abdul Karim, beliau lahir pada tanggal 8 Agustus 1873 di Kota Baru Sungai Tarap Batu Sangkar Minangkabau, Sumatera Barat. Sejak kecil sampai dewasa Tengku Peulumat berada di kampungnya. Setelah sewasa merantau ke Aceh dan menetap di Peulumat, beliau menikah dan berumahtangga di Peulumat. Di Peulumat beliau belajar dan memperdalam ilmu agama di Pondok Pesantren Darussalam Labuhan Haji yang kemudian pesantren ini dipimpin oleh keponakan beliau yang bernama Syech Tengku Muda Wali Al Chalidy.
Ia belajar syariat, hakikat dan ma'rifat. Karena Tengku Peulumat sangat menggandrungi ilmu Tasauf, ia hidup dengan ajaran sufi yaitu kaum yang hidup wara' dan khana'ah yang tidak cinta dunia. Karena kesucian dan kebeningan jiwa Tengku Peulumat menjadi seorang wali atau aulia Allah. Banyak hal-hal yang diluar logika terjadi pada diri Tengku Peulumat, seperti ia bisa menghilang dan berjalan di atas air serta shalat Jum'at ke Masjidil Haram dalam waktu singkat dan bisa kembali ke Peulumat.
Sebagaimana cerita yang sudah populer di masyarakat Aceh Selatan, bahwa pada suatu hari Tengku Peulumat pergi ke pasar ikan membeli ikan. Dalam perjalanan pulang tiba-tiba ia ditegur seorang anak yatim. Karena teguran itu, lantas ikan itu diberikannya kepada anak tersebut. Hal itu sempat dilihat istrinya sambil marah kepada Tengku Peulumat. Tapi dengan tenang Tengku Peulumat mengatakan bahwa ganti ikan itu sudah ada tergantung di dekat tungku dapur, yaitu seekor ikan laut sebesar betis yang masih segar dan masih hidup.
Tengku Peulumat meninggal dunia pada tanggal 8 Agustus 1943. Saat jenazahnya akan dimasukkan ke dalam kubur dan ketika ikat kain kafan bagian lehernya dibuka, keranda tengku Syech Abdul Karim ternyata kosong (jasad Tengku Peulumat raib). Dikabarkan jenazah orang suci (aulia Allah) yang juga oleh masyarakat dijuluki dengan itu diangkat dan diusung para malaikat ke alam Malakut. Wallahu Bissawab
6. AL-QUR'AN GADANG
Al-Qur'an Gadang terdapat di Desa Gampung Dalam, Kecamatan Labuhan Haji, Aceh Selatan yang ditulis oleh seorang yang berasal dari Pariaman Minangkabau yang bernama Datuk Sultan Palaci. Al-Qur'an itu ditulis sepulang dari Mekkah selama 2 tahun 2 bulan dan 2 hari dengan tangannya sendiri. Setiap ayat-ayat Al-Qur'an itu ditulis, ia selalu dalam keadaan berwudhu. Ia menulis setiap selesai shalat tahajjud hingga fajar hari. Ia mulai menulis mushaf Al-Qur'an itu pada subuh Jum'at tanggal 8 Agustus 1937 dan dapat diselesaikan pada tanggal 8 Agustus 1939 juga di hari subuh Jum'at. Dahulu dan hingga kini Al-Qur'an ini sering dijadikan tempat untuk bersumpah bagi orang yang berperkara atau bersengketa. Biasanya jika semuanya akan terbukti jika orang yang bersengketa tersebut telah berbohong.
7. MAKAM TENGKU SYECH MUDA WALI
Makam Tengku Syech Muda Wali terletak di Desa Blang Dalam, Kecamatan Labuhan Haji Barat.
Syeikh Muda Waly Al Khalidy An Naqsyabandy Al Asyiy atau yang lebih dikenal dengan nama Syeikh Muda Waly Al Khalidy, dilahirkan di Desa Blang Poroh, Kecamatan Labuhan Haji, Kabupaten Aceh Selatan pada tanggal 8 Agustus 1917. Beliau merupakan putra bungsu dari Sheikh H. Muhammad Salim bin Malin Palito. Ayahnya berasal dari Batu Sangkar, Sumatera Barat. Beliau datang ke Aceh Selatan selaku da'i. Sebelumnya, paman beliau yang mashyur dipanggil masyarakat Labuhan Haji dengan nama Tuanku Peulumat yang bernama asli Syaikh Abdul Karim telah lebih dahulu menetap di Labuhan Haji.
Tengku Syekh Muda Waly Al Khalidy lahir tahun 1917 dan wafat pada tahun 1961. Ia seorang ulama besar yang memimpin Pesantren Darussalam di Blang Poroh, Kecamatan Labuhan Haji Barat.
8. BENTENG TRUMON
Benteng Trumon terletak di Desa Keude Trumon, Kecamatan Trumon.
Benteng tersebut dibangun pada tanggal 11 Agustus 1770 sampai dengan tanggal 8 Agustus 1802 pada masa pemerintahan Teuku Raja Jakfar dan diteruskan oleh anaknya Teuku Raja Bujang. Pada masa itu, di dalam benteng itu ada tempat percetakan uang Kerajaan Trumon sendiri. Pertama uang tersebut dicetak di Lisabon, Protugal, kemudian ditiru dan dicetak di Trumon menjadi uang Trumon atas izin Kerajaan Portugal dan uang tersebut menjadi uang Trumon. Asal usul Kota Trumon berasal dari Trung Binah Mon. Selanjutnya benteng tersebut dijaga oleh saudara Teuku Raja Ubit sampai turun temurun.
9. BUPALEH
Bupaleh terletak di Desa Kuala Ba'u.
Bupaleh berasal dari Bahasa Arab Bupalatul, yaitu tempat untuk berhujah ulama dalam mencari suatu kebenaran berdasarkan Al-Qur'an dan Hadist Nabi. Kegiatan itu dilaksanakan mulai tahun 1940. Sebelumnya pada tahun 1888 dikawasan itu juga digunakan sebagai tempat untuk bermusyawarah para ulama keturunan Said yang mengembangkan Agama Islam di Aceh. Salah seorang keturunan Said yang berjasa dalam mengembangkan Agama Islam di Aceh Selatan adalah alm. Drs. H. Sayed Mudhahar Ahmad, Msi, yaitu mantan Bupati Aceh Selatan. Disebutkan juga di lokasi Bupaleh ini merupakan tempat pertama sekali Tengku Syeikh Muda Waly mengajarkan Al-Qur'an (belajar mengaji) kepada anak sulungnya yang bernama Djamaluddin Waly.
10. MESJID TUO PULO KAMBING
Mesjid Tuo Pulo Kambing terletak di Desa Pulo Kambing, Kecamatan Kluet Utara.
Mesjid Tuo Pulo Kambing umurnya sekarang berkisar sekitar 9 abad lebih. Tepatnya mesjid ini dibangun pada tanggal 8 Agustus 1351 Masehi oleh seorang ulama yang bernama Syech Muhammad Husin Al Fanjuri bin Muhammad Alfajri Kautsar yang merupakan murid dari seorang ulama sufi yang datang dari Persia.
Masjid ini mempunya tiang-tiang yang berukir kaligrafi arab dan tulisan tersebut menceritakan riwayat berdirinya kerajaan-kerajaan Islam dahulu di Aceh. Uniknya mesjid ini mempunyai kemiripan dengan mesjid yang pertama kali dibangun oleh Wali Songo di Jawa. Tiang pertama mesjid ini kayunya diangkut sendirian dari hutan Ruak oleh salah seorang murid Syech Muhammad Husin Al Fanjari yang bernama Syech Mutawali Alfanshuri dengan tangan kosong pada tanggal 5 Agustus 1351 Masehi. Setelah tiang pertama dipancangkan selesai shalat subuh 8 Agustus 1351 baru bersama masyarakat secara bergotong-royong mesjid itu dibangun dibawah komando Syech Muhammad Husin Al Fanjari dengan menyembelih satu ekor kerbau, satu ekor kambing dan satu ekor ayam jantan putih.
11. MAKAM RAJA LELO
Makam Raja Lelo terletak di Desa Sapik, Kecamatan Kluet Timur.
Raja Lelo yang memiliki nama asli Banta Saidi, lahir pada tanggal 1 Agustus 1780 di Kluet Timur. Beliau merupakan pengikut atau pasukan berani mati Teuku Cut Ali. Ia dikejar marsose Belanda dibawah pimpinan Kapten J. paris. Di kawasan Kampung Sapik, Kecamatan Kluet Timur inilah terjadi pertempuran sengit. Dalam pertempuran ini, 19 orang pasukan Panglima Raja Lelo gugur. Serangan ini juga melukai 12 orang tentara marsose dan berhasil menawan Belanda.
Pertempuran seru terjadi ketika Banta Saidi atau Panglima Raja Lelo berhadapan dengan Kapten J. Paris dengan pertarungan tangan kosong. Keduanya sama-sama memiliki ilmu kekebalan. Saat itu puluhan butir peluru yang menerjang tubuh Raja Lelo tidak mampu melukai tubuhnya. Demikian juga sebaliknya, puluhan kali Banta Saidi menebaskan pedangnya ke tubuh Kapten J. Paris, namun tidak mampu melukai tubuh Kapten J. Paris karena orang Belanda ini memiliki ilmu kebatinan. Panglima Raja Lelo dan Kapten J. Paris beradu gulat. Pertarungan yang terjadi sangat seru dan sengit, daling banting, saling pukul dan saling terjang. Karena tingkat kesaktian Banta Saidi atau Panglima Raja Lelo lebih tinggi daripada Kapten J. Paris, akhirnya Raja Lelo berhasil menemukan kelemahan kesaktian Kapten J. Paris. Panglima Raja Lelo segera memagut tubuh Kapten J. Paris, sambil memegang dan memutar alat vital Kapten J. Paris sehingga saat itu juga kapten yang kebal dan sakti ini tewas.
Gambaran kejadian yang menciutkan nyali pasukan marsose dalam perang Kelulum itu dapat diungkapkan dalam bait syair Aceh sebagai berikut:
Prang Bakongan seuhu hana kri
Kaphe neu tadi keunong bak jungka
Matee Angkasah tinggay Cut Ali
Prang teu-jali leubeh nubura
Peudeung neu-gunci su meudeungong
Han jitem tamong meuhana bila
Kapten Paris putoo taloy nyamong
Sakti Limong Raja Lela
Lima bulan kemudian setelah terbunuhnya Kapten J. Paris, Panglimam Raja Lelo jatuh sakit. Ia dilarikan ke Suaq Bakong untuk dirawat, namun karena kondisi Suaq Bakong dijaga ketat pasukan Belanda, malam itu Banta Saidi kembali dibawa ke Kampung Sapik. Malam Jum'at tanggal 8 Agustus 1926 Banta Saidi atau Panglima Raja Lelo menghembuskan nafasnya yang terakhir. Jenazahnya dikebumikan di samping kuburan para pasukannya yang gugur terdahulu, yaitu di lokasi terjadinya Perang Kelulum Desa Sapik, Kecamatan Kluet Timur, Kabupaten Aceh Selatan.
12. MAKAM TEUKU CUT ALI
Makam Teuku Cut Ali
Makam Teuku Cut Ali terletak di Desa Suaq Bakung, Kluet Selatan.
Setelah Teuku Raja Angkasah gugue dalam perlawanan melawan Belanda, perjuangannya diteruskan oleh Teuku Cut Ali. Teuku Cut Ali lahir pada tanggal 1 Agustus 1867 di Trumon. Ia berjuang menentang Belanda secara gerilya atau berpindah tempat dengan membawa para pengikutnya.
Pada tanggal 1 Agustus 1927, terjadilah perang teuku Cut Ali melawan pasukan Belanda. Menurut penuturan Panglima Untung (Panglima Uleebalang Keujrun Kluet) yang merupakan saksi hidup kepada penulis (Darul Qutni Ch) 8 Januari 1995 di Lawe Sawah, Kluet Timur, Teuku Cut Ali gugur di Alue Bebrang Lawe Sawah, Kecamatan Kluet Timur, Aceh Selatan.
Paukan Belanda saat itu dipimpin oleh Kapten G.F.V. Gosenson, perang sengit terjadi di bawah lereng jurang di Alue Beebrang Lawe Sawah. Dalam adu tembak itu, istri Teuku Cut Ali yang bernama Fatimah yang sedang hamil tua tertembak peluru Belanda. Melihat kejadian itu, Teuku Cut Ali marah dan langsung maju menghadang melawan pasukan Belanda yang pada akhirnya dalam saling adu tembak Teuku Cut Ali tewas bersama pengikutnya, Fatimah yang tewas dalam keadaan hamil tua, Nyak Meutia binti Teuku Nago, Imam Sabil alias Ben Kechik, Nyak Jawa alias Abdullah bin Man Peh, teuku Nago dan Nyak Asan.
Setelah memotong kepala Teuku Cut Ali, Belanda membawa potongan kepala itu ke Suaq Bakung untuk diarak dan dipertontonkan kepada warga Suaq Bakung. Sorenya, tanggal 1 Agustus 1927 potongan kepala itu dikebumikan di pinggir sungai Kandang Suaq Bakung. Sedangkan badannya dikebumikan bersamaan dengan jasad Imam sabil dalam satu liang.
Jenazah Teuku Cut Ali dimandikan oleh tambi (ayahanda H. Abdul Salam BA yang merupakan mantan Ketua DPRK Aceh Selatan), Tambi juga memandikan 5 jenazah lainnya. Sejarah lengkap tentang perjuangan Teuku Cut Ali ini bisa dibaca buku Sejarah Perjuangan Bangsa Kita Di Bahagian Barat Nusantara yang ditulis oleh Darul Qutni Ch.
13. MESJID TUO KAMPUNG PADANG
Mesjid Tuo Kampung Padang terletak di Gampong Padang Tapaktuan, Aceh Selatan.
Mesjid Tuo Kampung Padang ini dibangun pada tanggal 10 Agustus 1108 Masehi oleh Syech Al-Jazirazi Farsyiah bin Ibnu Mansyur dalam bentuk pondok kecil berlantai papan. Kemudian pada tahun 1115 mesjid ini direhabilitasi oleh muridnya yang bernama Tengku Muhammad Chalidy bin Fasaman. Kemudian pada tahun 1351 Masehi, kembali direhabilitasi oleh seorang ulama yang bernama tengku H. Abdul Manan bin Muhammad Sutan pariaman.
Dari dulu sebelum masuknya penjajahan Belanda, mesjid ini merupakan tempat belajar membaca Al-Qur'qn dan tempat menyelenggarakan shalat Jum'at dan memperingati hari-hari besar Islam seperti Isra' Mi'raj, 1 Muharram dan Maulid Nabi Muhammad SAW. Keanehan dan kelebihan Mesjid Tuo ini, didepannya terdapat makam Tuan Tapa, yaitu orang keramat yang membunuh naga.
Setiap memperingati Maulid Nabi, dari permukaan makamTuan Tapa ini keluar dengan sendirinya talam, piring, mangkok, gelas dan sendok serta perkakas dapur lainnya secara gaib. Kemudian semua benda itu ditaruh kembali setelah digunakan, pada saat tengah malam menurut saksi mata semua benda itu masuk dan hilang kembali ke dalam makam Tuan Tapa.
Menurut penuturan sejarah pada tahun 1938 sampai 1943 Masehi sangat sering Tengku Peulumat datang shalat Dzuhur dan Ashar ke mesjid ini bahkan dikatakan juga Tengku Peulumat yang keramat ini sering tidur siang di mesjid menunggu waktu shalat ashar. Pada suatu saat tengku Peulumat sedang tidur, beberapa murid yang sedang belajar mengaji bertanya kepada tengku Peulumat, "Kenapa Anduang tidur bergelung dan menerkukkan lutut seperti orang kedinginan?"
Lantas orang suci dan keramat ini menjawab, "Jika kedua kaki ini aku ulurkan akan kena tepi langit."
Kemudian pada hari yang lain, saat shalat ashar tiba-tiba tengku Peulumat yang merupakan paman dari Tengku Syech Muda Wali Al Khadiry ini tiba di depan pekarangan Mesjid Tuo dalam keadaan basah kehujanan. Salah seorang jamaah bertanya kepadanya, "Bagaimana Tuangku shalat basah seperti ini?"
Lantas aulia Allah ini membuka bajunya, lalu dikibaskannya beberapa kali sehingga semua pakaian yang lagi basah ditubuhnya itu kering seperti baru diangkat dari jemuran. Wallahu Bissawab
14. MAKAM TUAN TAPA
Setelah Teuku Raja Angkasah gugue dalam perlawanan melawan Belanda, perjuangannya diteruskan oleh Teuku Cut Ali. Teuku Cut Ali lahir pada tanggal 1 Agustus 1867 di Trumon. Ia berjuang menentang Belanda secara gerilya atau berpindah tempat dengan membawa para pengikutnya.
Pada tanggal 1 Agustus 1927, terjadilah perang teuku Cut Ali melawan pasukan Belanda. Menurut penuturan Panglima Untung (Panglima Uleebalang Keujrun Kluet) yang merupakan saksi hidup kepada penulis (Darul Qutni Ch) 8 Januari 1995 di Lawe Sawah, Kluet Timur, Teuku Cut Ali gugur di Alue Bebrang Lawe Sawah, Kecamatan Kluet Timur, Aceh Selatan.
Paukan Belanda saat itu dipimpin oleh Kapten G.F.V. Gosenson, perang sengit terjadi di bawah lereng jurang di Alue Beebrang Lawe Sawah. Dalam adu tembak itu, istri Teuku Cut Ali yang bernama Fatimah yang sedang hamil tua tertembak peluru Belanda. Melihat kejadian itu, Teuku Cut Ali marah dan langsung maju menghadang melawan pasukan Belanda yang pada akhirnya dalam saling adu tembak Teuku Cut Ali tewas bersama pengikutnya, Fatimah yang tewas dalam keadaan hamil tua, Nyak Meutia binti Teuku Nago, Imam Sabil alias Ben Kechik, Nyak Jawa alias Abdullah bin Man Peh, teuku Nago dan Nyak Asan.
Setelah memotong kepala Teuku Cut Ali, Belanda membawa potongan kepala itu ke Suaq Bakung untuk diarak dan dipertontonkan kepada warga Suaq Bakung. Sorenya, tanggal 1 Agustus 1927 potongan kepala itu dikebumikan di pinggir sungai Kandang Suaq Bakung. Sedangkan badannya dikebumikan bersamaan dengan jasad Imam sabil dalam satu liang.
Jenazah Teuku Cut Ali dimandikan oleh tambi (ayahanda H. Abdul Salam BA yang merupakan mantan Ketua DPRK Aceh Selatan), Tambi juga memandikan 5 jenazah lainnya. Sejarah lengkap tentang perjuangan Teuku Cut Ali ini bisa dibaca buku Sejarah Perjuangan Bangsa Kita Di Bahagian Barat Nusantara yang ditulis oleh Darul Qutni Ch.
13. MESJID TUO KAMPUNG PADANG
Mesjid Tuo Kampung Padang terletak di Gampong Padang Tapaktuan, Aceh Selatan.
Mesjid Tuo Kampung Padang ini dibangun pada tanggal 10 Agustus 1108 Masehi oleh Syech Al-Jazirazi Farsyiah bin Ibnu Mansyur dalam bentuk pondok kecil berlantai papan. Kemudian pada tahun 1115 mesjid ini direhabilitasi oleh muridnya yang bernama Tengku Muhammad Chalidy bin Fasaman. Kemudian pada tahun 1351 Masehi, kembali direhabilitasi oleh seorang ulama yang bernama tengku H. Abdul Manan bin Muhammad Sutan pariaman.
Dari dulu sebelum masuknya penjajahan Belanda, mesjid ini merupakan tempat belajar membaca Al-Qur'qn dan tempat menyelenggarakan shalat Jum'at dan memperingati hari-hari besar Islam seperti Isra' Mi'raj, 1 Muharram dan Maulid Nabi Muhammad SAW. Keanehan dan kelebihan Mesjid Tuo ini, didepannya terdapat makam Tuan Tapa, yaitu orang keramat yang membunuh naga.
Setiap memperingati Maulid Nabi, dari permukaan makamTuan Tapa ini keluar dengan sendirinya talam, piring, mangkok, gelas dan sendok serta perkakas dapur lainnya secara gaib. Kemudian semua benda itu ditaruh kembali setelah digunakan, pada saat tengah malam menurut saksi mata semua benda itu masuk dan hilang kembali ke dalam makam Tuan Tapa.
Menurut penuturan sejarah pada tahun 1938 sampai 1943 Masehi sangat sering Tengku Peulumat datang shalat Dzuhur dan Ashar ke mesjid ini bahkan dikatakan juga Tengku Peulumat yang keramat ini sering tidur siang di mesjid menunggu waktu shalat ashar. Pada suatu saat tengku Peulumat sedang tidur, beberapa murid yang sedang belajar mengaji bertanya kepada tengku Peulumat, "Kenapa Anduang tidur bergelung dan menerkukkan lutut seperti orang kedinginan?"
Lantas orang suci dan keramat ini menjawab, "Jika kedua kaki ini aku ulurkan akan kena tepi langit."
Kemudian pada hari yang lain, saat shalat ashar tiba-tiba tengku Peulumat yang merupakan paman dari Tengku Syech Muda Wali Al Khadiry ini tiba di depan pekarangan Mesjid Tuo dalam keadaan basah kehujanan. Salah seorang jamaah bertanya kepadanya, "Bagaimana Tuangku shalat basah seperti ini?"
Lantas aulia Allah ini membuka bajunya, lalu dikibaskannya beberapa kali sehingga semua pakaian yang lagi basah ditubuhnya itu kering seperti baru diangkat dari jemuran. Wallahu Bissawab
14. MAKAM TUAN TAPA
Makam Tuan Tapa
Makam Tuan Tapa terletak di Gampong Padang, Kecamatan Tapaktuan di depan Mesjid Tuo. Dalam pertarungan antara Tuan Tapa dengan Dua Ekor Naga karena memperebutkan Putri Bungsu, akhirnya Tuan Tapa berhasil mengalahkan kedua Naga tersebut. Sang Putri pun kembali bersama orang tuanya, tetapi keluarga itu tidak kembali ke Kerajaan Asralanoka. Mereka memilih menetap di Aceh. Keberadaan mereka di Tanah Aceh diyakini sebagai cikal bakal masyarakat Tapaktuan.
Setelah kejadian itu, Tuan Tapa sakit. Seminggu kemudian Tuan Tapa meninggal dunia pada bulan Ramadhan Tahun 4 Hijriyah. Jasadnya dikuburkan di dekat Gunung Lampu, tepatnya di depan Masjid Tuo, Kelurahan Padang, Kecamatan Tapaktuan dan hingga sekarang makam manusia keramat itu masih bisa disaksikan. Makam Tuan Tapa itu sudah pernah mengalami beberapa kali pemugaran semasa Pemerintahan Belanda.
Tapak Kaki Tuan Tapa
Makam Tuan Tapa yang terdapat di Kelurahan Padang, Tapaktuan ini kerap dikunjungi turis lokal maupun turis mancanegara. Pada tahun 2003 dalam acara silaturahmi Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan masyarakat Tapaktuan, SBY yang sekarang Presiden Republik Indonesia itu pernah ziarah ke Makam Tuan Tapa yang waktu itu didampingi oleh Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam Ir. H. Abdullah Puteh, Bupati Aceh Selatan Ir. H.T. Machsalmina Ali, MM, Darul Qutni Ch, Kepala Biro Surat Kabar Ekspos dan pemuka masyarakat setempat Nasiruddin Gani.
15. DANAU LAOT BANGKO
Pesona Wisata Danau Laot Bangko
Wisata
Danau Laot Bangko berada di Desa Ujung Padang, Kecamatan Bakongan,
Kabupaten Aceh Selatan. Mayoritas masyarakat lokal bersuku Aceh Pesisir
dan bahasa sehari-hari yang digunakan adalah bahasa aneuk jame yaitu dialek lokal yang dipengaruhi oleh bahasa minang.
Wisata Danau Laot Bangko memiliki keindahan dan daya tarik panorama alam danau yang khas dan masih alami serta didukung dengan panorama alam pegunungan hutan hujan tropis yang masih asli. Wisata Danau Laot Bangko ini menjadi satu-kesatuan dengan wilayah pengembangan wisata dengan Rantau Sialang.
Kondisi jalan menuju lokasi Danau Laut Bangko sudah baik dan dapat ditempuh melalui perjalanan darat dari Tapaktuan (ibukota Kabupaten Aceh Selatan) dengan waktu tempuh sekitar 1,5 jam atau sekitar 90 kilometer. Selanjutnya untuk menuju kawasan Danau Laot Bangko dilanjutkan dengan berperahu menyusuri sungai selama 8 jam.
Wisata Danau Laot Bangko memiliki keindahan dan daya tarik panorama alam danau yang khas dan masih alami serta didukung dengan panorama alam pegunungan hutan hujan tropis yang masih asli. Wisata Danau Laot Bangko ini menjadi satu-kesatuan dengan wilayah pengembangan wisata dengan Rantau Sialang.
Kondisi jalan menuju lokasi Danau Laut Bangko sudah baik dan dapat ditempuh melalui perjalanan darat dari Tapaktuan (ibukota Kabupaten Aceh Selatan) dengan waktu tempuh sekitar 1,5 jam atau sekitar 90 kilometer. Selanjutnya untuk menuju kawasan Danau Laot Bangko dilanjutkan dengan berperahu menyusuri sungai selama 8 jam.
Akses Sungai untuk menuju Danau Laot Bangko
Belum
terdapat fasilitas pendukung wisata di lokasi ini, sehingga pengunjung
yang datang biasanya pulang hari atau tidak bermalam. Untuk akomodasi
wisata terdapat di Kota Tapaktuan.
Danau Laot Bangko masih dalam tahap pembangunan untuk dijadikan sebagai daerah tujuan wisata. Kegiatan wisata yang dapat dilakukan berupa menikmati panorama danau dan hutan perawan, mengamati atraksi satwa dan berpetualang di alam bebas.
16. PANTAI AIR DINGIN
Danau Laot Bangko masih dalam tahap pembangunan untuk dijadikan sebagai daerah tujuan wisata. Kegiatan wisata yang dapat dilakukan berupa menikmati panorama danau dan hutan perawan, mengamati atraksi satwa dan berpetualang di alam bebas.
16. PANTAI AIR DINGIN
Pesona Wisata Pantai Air Dingin
Pantai
yang landai ini sangat unik dan eksotik, karena berdekatan dengan
lokasi air terjun yang juga sangat indah. Lokasi ini terletak di
Kecamatan Samadua, jarak tempuh sekitar 17 Km dari Kota Tapaktuan,
Kabupaten Aceh Selatan. Pengunjung yang datang tidak hanya masyarakat
sekitar, akan tetapi dari luar daerah juga banyak yang berwisata disini.
Biasanya tempat wisata ini selalu ramai pada hari libur ataupun akhir
pekan.
17. PANTAI BATU BERLAYAR
17. PANTAI BATU BERLAYAR
Pesona Wisata Pantai Batu Berlayar
Lokasi
wisata pantai ini sangat indah dengan panorama alam yang sungguh
mempesona. Pantai Batu Berlayar terletak di Kecamatan Samadua, Kabupaten
Aceh Selatan. Selain indah dengan pemandangannya, di pantai ini juga
bisa dijadikan tempat untuk memancing ikan.
18. AIR TERJUN TINGKAT TUJUH
18. AIR TERJUN TINGKAT TUJUH
Pesona Wisata Air Terjun Tingkat Tujuh
Tempat
Wisata ini sangat menarik, karena terdapat air terjun yang bertingkat
sampai tujuh tingkatan. Pada setiap tingkatan tersebut memiliki kolam
yang dapat digunakan untuk berenang. Lokasi wisata Air Terjun Tungkat
Tujuh ini terletak di Kecamatan Tapaktuan, Kabupaten Aceh Selatan. Objek
wisata ini sangat patut untuk dikunjungi karena pemandangannya sangat
indah dengan pepohonan yang rindang dan sejuk. Cocok bagi rekreasi akhir
pekan yang ingin bersantai menikmati udara sejuk.
19. TARI RAPA'I GELENG
19. TARI RAPA'I GELENG
Tari Rapa'i Geleng
Rapa'i
Geleng adalah salah satu tarian Aceh yang cukup terkenal. Tarian ini
juga dipertunjukkan hingga ke mancanegara. Rapa'i Geleng pertama kali
dikembangkan pada tahun 1965 di Pesisir Pantai Selatan. Nama Rapa'i
diadopsi dari nama Syeikh Ripa'i yaitu orang pertama yang mengembangkan
alat musik pukul ini. Tari Rapa'i Geleng biasanya
diselenggarakan di gedung kesenian ataupun di tempat-tempat tertentu
jika ada perayaan kesenian maupun acara seni dan budaya. Rapa'i adalah
salah satu alat tabuh seni dari Aceh. Alat tabuh ini dikenal dengan nama
Rebana. Rapa'i (rebana) terbagi menjadi beberapa jenis permainan, Rapa'i Geleng adalah salah satunya.
Permainan Rapa'i Geleng juga disertakan gerakan tarian yang melambangkan sikap keseragaman dalam hal kerjasama, kebersamaan dan penuh kekompakan dalam lingkungan masyarakat. tarian ini mengekspresikan dinamisasi masyarakat dalam syair (lagu-lagu) yang dinyanyikan. Fungsi dari tarian ini adalah syiar agama, menanamkan nilai moral ke[ada masyarakat dan juga menjelaskan tentang bagaimana hidup dalam masyarakat sosial.
Permainan Rapa'i Geleng juga disertakan gerakan tarian yang melambangkan sikap keseragaman dalam hal kerjasama, kebersamaan dan penuh kekompakan dalam lingkungan masyarakat. tarian ini mengekspresikan dinamisasi masyarakat dalam syair (lagu-lagu) yang dinyanyikan. Fungsi dari tarian ini adalah syiar agama, menanamkan nilai moral ke[ada masyarakat dan juga menjelaskan tentang bagaimana hidup dalam masyarakat sosial.
Hingga saat ini syair-syair dalam Tari Rapa'i Geleng banyak yang dibuat baru, namun tetap pada fungsinya yaitu berdakwah. Jenis tarian ini dimaksudkan untuk laki-laki. Biasanya yang memainkan tarian ini ada 12 orang laki-laki yang sudah terlatih. Syair yang dibawakan adalah sosialisasi kepada masyarakat tentang bagaimana hidup bermasyarakat, beragama dan solidaritas yang dijunjung tinggi.
20. MANISAN PALA
Manisan Pala
Salah
satu jenis camilan dari buah pala adalah manisan pala, yang merupakan
buah andalan dari daerah Kabupaten Aceh Selatan. Manisan pala banyak
dipasarkan di pusat pertokoan di Kota Tapaktuan. Manisan buah pala ini
termasuk home industri untuk daerah ini, karena rata-rata penduduk
mengolah pala menjadi manisan. Selain itu, buah pala juga diolah menjadi
minyak pala dan juga kue pala.
0 komentar:
Post a Comment