Mesjid Indrapurwa yang terletak di desa Lamguroen kecamatan Peukan Bada kabupaten Aceh Besar. Mesjid Indrapurwa ini merupakan sejarah peninggalan kerajaan hindu indrapurwa, dan tercantum juga sejarah ini dalam masa kerajaan aceh pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda pada abad ke 17 candi itu di ubah menjadi rumah ibadah umat islam.
Pada awal mulanya terjadi sejarah ini adalah dengan adanya sebutan Aceh Lhee Sagoe yaitu:
Namum ketiga-tiganya terletak dalam wilayah kabupaten Aceh Besar.
Pada awal mulanya terjadi sejarah ini adalah dengan adanya sebutan Aceh Lhee Sagoe yaitu:
- Kerajaan Indrapurwa
- Kerajaan Indrapatra
- Kerajaan Indrapuri
- Indrapurwa terletak sekarang ini di desa Lam Guroen kecamatan Peukan Bada.
- Indrapatra terlaetak sekarang ini di daerah Krueng Raya tepatnya antara gampoeng Menasah Keude denggan Ladoeng.
- Indrapuri terletak sekarang ini tepatnya di Indrapuri.
Namum ketiga-tiganya terletak dalam wilayah kabupaten Aceh Besar.
Mesjid Indrapurwa |
Pertama kali mesjid Indrapurwa ini di bangun sekitar tahun 1276 Hijriyah di gampoeng Lambaroe kecamatan Peukan Bada kabupaten Aceh Besar tepatnya di depan Tuan Pulau di atas Pante Ara yang sekarang sudah menjadi laut karena abrasi pantai yang kian meluas hingga mesjid tersebut harus di pindah kan ke Lamguroen.
Bangunan asli dulunya banyak mengandung unsur-unsur sejarah dari kerajan Hindu Indrapurwa, pertama kali mesjid tersebut awalnya beratap dua tingkat layaknya kuil Hindu, kemudian mesjid ini memiliki mimbar mesjid berukuran sekitar 2,5 M yang di buat oleh arsitektur Persia dan Timur Tengah yaitu pola-pola floral denggan motif keseharian orang aceh dan menurut informasi petua di gampoeng itu menerangkan bahwa di mana pertama kali di banggun mesjid tersebut juga masih bias kita menemukan peningalan batu bata yang berukuran 17x23x5 Cm yang beratnya mencapai 2,5 ons, kita dapat melihatnya dengan cara melakukan penyelaman ke dasar laut di sekitar lokasi mesjid dulu.
Mesjid indrapurwa ini pernah juga menjadi satu perdebatan antara masyarakat kalanggan petua aceh di lam siya,atas sikap simpang siurnya informasi yang di temukan di karenakan mesjid tersebut pernah di beritakan terletak di meulaboeh,namun pada saat itu juga ada dari kalangan petua aceh menyebutkan bahwa mesjid indrapurwa tersebut terletak di desa lam guroen aceh besar,dengan membenarkan dan memastikan bukti adanya sejarah tersebut di lam guroen pada masa kerajaan sultan mansyur syah dari kalangan keluarga karaton dan keturunan dari ke sultanan iskandar muda.
Namun sekarang ini mesjid tersebut telah di banggun kembali oleh bantuan dari jepang dengan pola yang baru dan jauh berbeda dari pada mesjid dahulu setelah terjadinya tsunami 26 desember 2004 yang silam,tapi kita masih bias membuktikan bahwa mesjid tersebut masih memiliki nilai sejarah yang bisa kita temukan yaitu sebuah mimbar yang berhasil di temukan warga dalam puing-puing sampah sisa tsunami dan kini telah di buat kembali dan di renovasi seindah mungkin hingga kita masih dapat melihat jelas nilai sejarah dengan keasliannya itu.
Bangunan asli dulunya banyak mengandung unsur-unsur sejarah dari kerajan Hindu Indrapurwa, pertama kali mesjid tersebut awalnya beratap dua tingkat layaknya kuil Hindu, kemudian mesjid ini memiliki mimbar mesjid berukuran sekitar 2,5 M yang di buat oleh arsitektur Persia dan Timur Tengah yaitu pola-pola floral denggan motif keseharian orang aceh dan menurut informasi petua di gampoeng itu menerangkan bahwa di mana pertama kali di banggun mesjid tersebut juga masih bias kita menemukan peningalan batu bata yang berukuran 17x23x5 Cm yang beratnya mencapai 2,5 ons, kita dapat melihatnya dengan cara melakukan penyelaman ke dasar laut di sekitar lokasi mesjid dulu.
Mesjid indrapurwa ini pernah juga menjadi satu perdebatan antara masyarakat kalanggan petua aceh di lam siya,atas sikap simpang siurnya informasi yang di temukan di karenakan mesjid tersebut pernah di beritakan terletak di meulaboeh,namun pada saat itu juga ada dari kalangan petua aceh menyebutkan bahwa mesjid indrapurwa tersebut terletak di desa lam guroen aceh besar,dengan membenarkan dan memastikan bukti adanya sejarah tersebut di lam guroen pada masa kerajaan sultan mansyur syah dari kalangan keluarga karaton dan keturunan dari ke sultanan iskandar muda.
Namun sekarang ini mesjid tersebut telah di banggun kembali oleh bantuan dari jepang dengan pola yang baru dan jauh berbeda dari pada mesjid dahulu setelah terjadinya tsunami 26 desember 2004 yang silam,tapi kita masih bias membuktikan bahwa mesjid tersebut masih memiliki nilai sejarah yang bisa kita temukan yaitu sebuah mimbar yang berhasil di temukan warga dalam puing-puing sampah sisa tsunami dan kini telah di buat kembali dan di renovasi seindah mungkin hingga kita masih dapat melihat jelas nilai sejarah dengan keasliannya itu.
Dengan adanya peningalan tersebut maka kita tau bahwa mesjid tersebut dan juga benda peningalannya harus sama-sama kita jaga sampai ke anak cucu kita.
0 komentar:
Post a Comment