1. Riwayat Hidup
Snouck
Hurgronje pernah menyatakan bahwa kisah tentang Sultan Iskandar Muda
hanya dongeng belaka. Sayangnya, Horgronje hanya mendasari
penelitiannya pada karya-karya klasik Melayu, seperti Bustan al-Salatin, Hikayat Aceh, dan Adat Aceh. Sejarah Aceh rupanya dipahami Horgronje secara keliru. Sebagai perbandingan, kita bisa membaca penelitian Denys Lombard, Kerajaan Aceh: Zaman Sultan Iskandar Muda (1607-1636) yang di samping menggunakan sumber-sumber Melayu setempat (Bustan al-Salatin, Hikayat aceh, dan Adat Aceh),
juga menggunakan sumber-sumber Eropa dan Tionghoa. Di samping kedua
sumber itu, Lombard juga menggunakan kesaksian para musafir Eropa yang
sempat tinggal di Aceh pada saat itu, seperti Frederik de Houtman, John
Davis, dan terutama Augustin de Beaulieu. Penelitian Lombard bisa
dikatakan mampu menyajikan fakta sejarah sesuai aslinya, dan itu
berarti ia justru membalikkan tesis Horgronje. Lombard membuktikan
bahwa masa kekuasaan Sultan Iskandar Muda merupakan masa kejayaan yang
sangat gemilang.
Sultan
Iskandar Muda merupakan raja paling berpengaruh pada Kerajaan Aceh. Ia
lahir di Aceh pada tahun 1593. Nama kecilnya adalah Perkasa Alam. Dari
pihak ibu, Sultan Iskandar Muda merupakan keturunan dari Raja
Darul-Kamal, sedangkan dari pihak ayah ia merupakan keturunan Raja
Makota Alam. Ibunya bernama Putri Raja Indra Bangsa, atau nama lainnya
Paduka Syah Alam, yang merupakan anak dari Sultan Alauddin Riayat Syah,
Sultan Aceh ke-10. Putri Raja Indra Bangsa menikah dengan Sultan
Mansyur Syah, putra dari Sultan Abdul Jalil (yang merupakan putra dari
Sultan Alauddin Riayat Syah al-Kahhar, Sultan Aceh ke-3). Jadi,
sebenarnya ayah dan ibu dari Sultan Iskandar Muda merupakan sama-sama
pewaris kerajaan. Sultan Iskandar Muda menikah dengan seorang putri
dari Kesultanan Pahang, yang lebih dikenal dengan Putroe Phang. Dari
hasil pernikahan ini, Sultan Iskandar Muda dikaruniai dua buah anak,
yaitu Meurah Pupok dan Putri Safiah. Perjalanan Sultan Iskandar Muda ke
Johor dan Melaka pada 1612 sempat berhenti di sebuah Tajung (pertemuan
sungai Asahan dan Silau) untuk bertemu dengan Raja Simargolang. Sultan
Iskandar Muda akhirnya menikahi salah seorang puteri Raja Simargolang
yang kemudian dikaruniai seorang anak bernama Abdul Jalil (yang
dinobatkan sebagai Sultan Asahan 1).
Sultan
Iskandar Muda mulai menduduki tahta Kerajaan Aceh pada usia yang
terbilang cukup muda (14 tahun). Ia berkuasa di Kerajaan Aceh antara
1607 hingga 1636, atau hanya selama 29 tahun. Kapan ia mulai memangku
jabatan raja menjadi perdebatan di kalangan ahli sejarah. Namun,
mengacu pada Bustan al-Salatin, ia dinyatakan sebagai
sultan pada tanggal 6 Dzulhijah 1015 H atau sekitar awal April 1607.
Masa kekuasaan Sultan Iskandar Muda tersebut ini dikenal sebagai masa
paling gemilang dalam sejarah Kerajaan Aceh Darussalam. Ia dikenal
sangat piawai dalam membangun Kerajaan Aceh menjadi suatu kerajaan yang
kuat, besar, dan tidak saja disegani oleh kerajaan-kerajaan lain di
nusantara, namun juga oleh dunia luar. Pada masa kekuasaannya, Kerajaan
Aceh termasuk dalam lima kerajaan terbesar di dunia.
Langkah
utama yang ditempuh Sultan Iskandar Muda untuk memperkuat kerajaan
adalah dengan membangun angkatan perang yang umumnya diisi dengan
tentara-tentara muda. Sultan Iskandar Muda pernah menaklukan Deli,
Johor, Bintan, Pahang, Kedah, dan Nias sejak tahun 1612 hingga 1625.
Sultan Iskandar Muda juga sangat memperhatikan tatanan dan peraturan
perekonomian kerajaan. Dalam wilayah kerajaan terdapat bandar transito
(Kutaraja, kini lebih dikenal Banda Aceh) yang letaknya sangat strategis
sehingga dapat menghubungkan roda perdagangan kerajaan dengan dunia
luar, terutama negeri Barat. Dengan demikian, tentu perekonomian
kerajaan sangat terbantu dan meningkat tajam.
Dalam
bidang ekonomi, Sultan Iskandar Muda menerapakan sistem baitulmal. Ia
juga pernah melakukan reformasi perdagangan dengan kebijakan menaikkan
cukai eksport untuk memperbaiki nasib rakyatnya. Pada masanya, sempat
dibangun juga saluran dari sungai menuju laut yang panjangnya mencapai
sebelas kilometer. Pembangunan saluran tersebut dimaksudkan untuk
pengairan sawah-sawah penduduk, termasuk juga sebagai pasokan air bagi
kehidupan masyarakat dalam kerajaan.
Sultan
Iskandar Muda dikenal memiliki hubungan yang sangat baik dengan Eropa.
Konon, ia pernah menjalin komunikasi yang baik dengan Inggris,
Belanda, Perancis, dan Ustmaniyah Turki. Sebagai contoh, pada abad
ke-16 Sultan Iskandar Muda pernah menjalin komunikasi yang harmonis
dengan Kerajaan Inggris yang pada saat itu dipegang oleh Ratu Elizabeth
1. Melalui utusannya, Sir James Lancester, Ratu Elizabeth 1 memulai
isi surat yang disampaikan kepada Sultan Iskandar Muda dengan kalimat: “Kepada Saudara Hamba, Raja Aceh Darussalam”. Sultan kemudian menjawabnya dengan kalimat berikut: “I
am the mighty ruler of the religions below the wind, who holds way
over the land of Aceh and over the land of Sumatera and over all the
lands tributary to Aceh, which stretch from the sunrise to the sunset
(Hambalah sang penguasa perkasa negeri-negeri di bawah angin, yang
terhimpun di atas tanah Aceh dan atas tanah Sumatera dan atas seluruh
wilayah-wilayah yang tunduk kepada Aceh, yang terbentang dari ufuk
matahari terbit hingga matahari terbenam)”.
Pada
masa pemerintahannya, terdapat sejumlah ulama besar. Di antaranya
adalah Syiah Kuala sebagai mufti besar di Kerajaan Aceh pada masa
Sultan Iskandar Muda. Hubungan keduanya adalah sebagai penguasa dan
ulama yang saling mengisi proses perjalanan roda pemerintahan. Hubungan
tersebut diibaratkan: Adat bak Peutu Mereuhum, syarak bak Syiah di Kuala
(adat di bawah kekuasaan Sultan Iskandar Muda, kehidupan beragama di
bawah keputusan Tuan Syiah Kuala). Sultan Iskandar Muda juga sangat
mempercayai ulama lain yang sangat terkenal pada saat itu, yaitu Syeikh
Hamzah Fanshuri dan Syeikh Syamsuddin as-Sumatrani. Kedua ulama ini
juga banyak mempengaruhi kebijakan Sultan. Kedua merupakan sastrawan
terbesar dalam sejarah nusantara.
Sultan
Iskandar Muda meninggal di Aceh pada tanggal 27 Desember 1636, dalam
usia yang terbilang masih cukup muda, yaitu 43 tahun. Oleh karena sudah
tidak ada anak laki-lakinya yang masih hidup, maka tahta kekuasaanya
kemudian dipegang oleh menantunya, Sultan Iskandar Tani (1636-1641).
Setelah Sultan Iskandar Tani wafat tahta kerajaan kemudian dipegang
janda Iskandar Tani, yaitu Sultanah Tajul Alam Syafiatudin Syah atau
Puteri Safiah (1641-1675), yang juga merupakan puteri dari Sultan
Iskandar Muda.
2. Pemikiran
Sultan
Iskandar Muda merupakan pahlawan nasional yang telah banyak berjasa
dalam proses pembentukan karakter yang sangat kuat bagi nusantara dan
Indonesia. Selama menjadi raja, Sultan Iskandar Muda menunjukkan sikap
anti-kolonialismenya. Ia bahkan sangat tegas terhadap kerajaan-kerajaan
yang membangun hubungan atau kerjasama dengan Portugis, sebagai salah
satu penjajah pada saat itu. Sultan Iskandar Muda mempunyai karakter
yang sangat tegas dalam menghalau segala bentuk dominasi kolonialisme.
Sebagai contoh, kurun waktu 1573-1627 Sultan Iskandar Muda pernah
melancarkan jihad perang melawan Portugis sebanyak 16 kali, maski
semuanya gagal karena kuatnya benteng pertahanan musuh. Kekalahan
tersebut menyebabkan jumlah penduduk turun drastis, sehingga Sultan
Iskandar Muda mengambil kebijakan untuk menarik seluruh pendudukan di
daerah-daerah taklukannya, seperti di Sumatera Barat, Kedah, Pahang,
Johor dan Melaka, Perak, serta Deli, untuk migrasi ke daerah Aceh inti.
Pada
saat berkuasa, Sultan Iskandar Muda membagi aturan hukum dan tata
negara ke dalam empat bidang yang kemudian dijabarkan secara praktis
sesuai dengan tatanan kebudayaan masyarakat Aceh. Pertama, bidang hukum yang diserahkan kepada syaikhul Islam atau Qadhi Malikul Adil.
Hukum merupakan asas tentang jaminan terciptanya keamanan dan
perdamaian. Dengan adanya hukum diharapkan bahwa peraturan formal ini
dapat menjamin dan melindungi segala kepentingan rakyat. Kedua,
bidang adat-istiadat yang diserahkan kepada kebijaksanaan sultan dan
penasehat. Bidang ini merupakan perangkat undang-undang yang berperan
besar dalam mengatur tata negara tentang martabat hulu balang dan
pembesar kerajaan. Ketiga, bidang resam yang merupakan
urusan panglima. Resam adalah peraturan yang telah menjadi adat istiadat
(kebiasaan) dan diimpelentasikan melalui perangkat hukum dan adat.
Artinya, setiap peraturan yang tidak diketahui kemudian ditentukan
melalui resam yang dilakukan secara gotong-royong. Keempat,
bidang qanun yang merupakan kebijakan Maharani Putro Phang sebagai
permaisuri Sultan Iskandar Muda. Aspek ini telah berlaku sejak
berdirinya Kerajaan Aceh.
Sultan
Iskandar Muda dikenal sebagai raja yang sangat tegas dalam menerapkan
syariat Islam. Ia bahkan pernah melakukan rajam terhadap puteranya
sendiri, yang bernama Meurah Pupok karena melakukan perzinaan dengan
istri seorang perwira. Sultan Iskandar Muda juga pernah mengeluarkan
kebijakan tentang pengharaman riba. Tidak aneh jika kini Nagroe Aceh
Darussalam menerapkan syariat Islam karena memang jejak penerapannya
sudah ada sejak zaman dahulu kala. Sultan Iskandar Muda juga sangat
menyukai tasawuf.
Sultan Iskandar Muda pernah berwasiat agar mengamalkan delapan perkara, di antaranya adalah sebagai berikut. Pertama,
ia berwasiat kepada para wazir, hulubalang, pegawai, dan rakyat agar
selalu ingat kepada Allah dan memenuhi janji yang telah diucapkan. Kedua, jangan sampai para raja menghina alim ulama dan ahli bijaksana. Ketiga, jangan sampai para raja percaya terhadap apa yang datang dari pihak musuh. Keempat,
para raja diharapkan membeli banyak senjata. Pembelian senjata
dimaksudkan untuk meningkatkan kekuatan dan pertahanan kerajaan dari
kemungkinan serangan musuh setiap saat. Kelima, hendaknya para raja mempunyai sifat pemurah (turun tangan). Para raja dituntut untuk dapat memperhatikan nasib rakyatnya. Keenam,
hendaknya para raja menjalankan hukum berdasarkan al-Qur‘an dan sunnah
Rasul. Di samping kedua sumber tersebut, sumber hukum lain yang harus
dipegang adalah qiyas dan ijma‘, baru
kemudian berpegangan pada hukum kerajaan, adat, resam, dan qanun.
Wasiat-wasiat tersebut mengindikasikan bahwa Sultan Iskandar Muda
merupakan pemimpin yang saleh, bijaksana, serta memperhatikan
kepentingan agama, rakyat, dan kerajaan.
Hamka
melihat kepribadian Sultan Iskandar Muda sebagai pemimpin yang saleh
dan berpegangan teguh pada prinsip dan syariat Islam. Tentang
kepribadian kepemimpinannya, Antony Reid melihat bahwa Sultan Iskandar
Muda sangat berhasil menjalankan kekuasaan yang otoriter, sentralistis,
dan selalu bersifat ekspansionis. Karakter Sultan Iskandar tersebut
memang banyak dipengaruhi oleh sifat kakeknya. Kejayaan dan
kegemilangan Kerajaan Aceh pada saat itu memang tidak luput dari
karakter kekuasaan monarkhi karena model kerajaan berbeda dengan konsep
kenegaraan modern yang sudah demokratis.
3. Karya
Surat
Sultan Iskandar Muda kepada Raja Inggris King James 1 pada tahun 1615
merupakan salah satu karyanya yang sungguh mengagumkan. Surat
(manuskrip) tersebut berbahasa Melayu, dipenuhi dengan hiasan yang
sangat indah berupa motif-motif kembang, tingginya mencapai satu meter,
dan konon katanya surat itu termasuk surat terbesar sepanjang sejarah.
Surat tersebut ditulis sebagai bentuk keinginan kuat untuk menunjukkan
kepada dunia internasional betapa pentingnya Kerajaan Aceh sebagai
kekuatan utama di dunia.
Masa
kejayaan Sultan Iskandar Muda, di samping kebijakan reformatifnya,
juga ditandai dengan luasnya cakupan kekuasaannya. Pada masanya,
wilayah Kerajaan Aceh telah mencapai pesisir barat Minangkabau dan
Perak.
4. Penghargaan
Melalui
Surat Keputusan Presiden RI No. 077/TK/Tahun 1993 tanggal 14 September
1993, Sultan Iskandar Muda dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh
Pemerintah RI serta mendapat tanda kehormatan Bintang Mahaputra
Adipradana (Kelas II). Sebagai wujud pernghargaan terhadap dirinya,
nama Sultan Iskandar Muda diabadikan sebagai nama jalan di sejumlah
daerah di tanah air, misalnya sebagai nama jalan di Banda Aceh. Nama
Iskandar Muda telah diabadikan sebagai nama Kodam-1.
(HS/tkh/1/8-07)
Sumber :
- Hamka, Dari Perbendaharaan Lama, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982).
- Mukhlisuddin Ilyas, “Aceh dalam Lintasan Budaya”, dalam www.acehinstitute.org.
- Winarno, Sejarah Ringkas Pahlawan Nasonal, (Jakarta: Erlangga, 2006).
- www.e-aceh-nias.org.
- www.ruangbaca.com.
- wikipedia.org.
- melayuonline.com
0 komentar:
Post a Comment