Pages

Monday, November 12, 2012

'Chik di Tiro Inisiator Perang'

Pada masa concentratie stelsel di Aceh Besar, pantai utara, masa kepemimpinan Aceh dipegang oleh ulama. Ini terjadi sejak figur kesultanan dan ulee balang dilanda krisis kepemimpinan akibat perarjg Aceh pertama pada 1873. Mereka kehilangan pengaruh dan kehidupim sosial karena aksi blokade laut dan pemboman Belanda. Ada yang kehilangan pendapatan sehingga terpaksa berkompromi untuk mempertahankan eksistensi.

Sebagai penggantinya kalangan ulama menjadi figur moral spirit Sejak awal kehadiran Belanda, para ulama sudah menentang dan sama sekali tidak berkompromi. Perpecahan di Aceh antara bangsawan atau ulee balang yang bersikap moderat dan terkadang kompromistis terhadap pendatang asing dengan ulama yang tetap radikal dan berhaluan garis keras. Habib yang berpengaruh kuat di kalangan ulama pernah menyatukan kalangan bangsawan dengan ulama.

Setelah Sultan Mahmud Syah mangkat karena kolera, muncul Teungku Chik di Tiro sebagai figur memimpin perang Jihad. Teungk Chik menjadikan Keumala sebagai markas besar. Dia berkeliling ke pantai utara dan Aceh Besar mengkampanyekan perang jihad dan merekrut banyak warga menjadi pasukan. Teungku Chik sukses mendapat gelar cap sikeureung langsung dari sultan sebagai pemimpin agama tertinggi di Aceh. Dengan gelar itu, Teungku Chik menjadi kebal dari rasa iri kalangan ulee balang yang kehilangan kredibilitas. Kepemimpinan dan pengaruh Teungku Chik semakin meluas di seluruh Aceh yang dikenal ahli teori dan ahli strategi perang gerilya.

Perang Aceh mewarnai perbendaharaan sastra Aceh dalam bentuk ceritera-ceritera kepahlawanan dalam bahasa Aceh. Hikayat Perang Sabil termasuk kisah yang populer membangkitkan semangat berperang melawan kezaliman Belanda. Teungku Chik di Tiro, Teungku Chi Kutakarang dan kalangan ulama lainnya giat menulis membakar semangat api perlawanan yang disebarluaskan. Kalangan penyair sekuler menggubah berbagai kisah peperangan dengan gaya humoristic sebagai penghibur lawakan dan menggelikan tentang semua kebijakan pong diterapkan oleh Belanda. Syair-syair ini sering digaungkan pada berbagai acara keramaian di meunasah (masjid) pada malam hari. Dengan cara itu mempermudah Teungku Chik merekrut pasukan Aceh png mengubah perjuangan rakyat sejati di bavvah kepemimpinan alim ulama dan tedepas dari pemimpin adat yang retak.

Teungku Chik memperoleh sejumlah dana besar melalui rcngumpulan hak sabil yang merupakan bagian dari zakat untuk mendanai perang jihad. Dengan dana ini, dia memberi imbalan kepada penduduk yang mencuri senjata Belanda. Pada tahun 1886, pasukan Aceh dengan semangat fanatisme Islam berhasil melancarkan empat serangan menembus garis pertahanan Belanda.

Pada Oktober 1887, Teungku Chik bersama 400 pasukan berhasil menembus pertahanan Belanda setelah menyamar dan menyusup dengan alasan menziarahi makam Syiah Kuala di Banda Aceh. Pada tahun 1888, Chik Kutakarang menghancurkan jalur-jalur trem, kawat telegram dan kompleks perumahan perwira Belanda dengan dinamit. Teknik baru yang dipelajari dari seorang prajurit Belanda yang membelot ke Aceh. Kondisi Aceh menjadi gawat. Belanda mencabut pemerintahan sipil kc pemerintahan militer setelah Menteri Koloni Belanda Sprenger van Eyk dicopot jabatan dan diganti oleh Kolonel H Demmeni. Aceh bembali berstatus Daerah Operasi Militer.

Pada Januari 1891, Aceh berduka karena Teungku Chik di Tiro dan Panglima Polem wafat. Serangan gerilya oleh pasukan Aceh berkurang. Aceh mengalami krisis kepemimpinan. Habib Samalanga yang memperoleh wewenang dari sultan gagal menggalang kekuatan. begitu juga usaha Chik Kutakarang atau Mat Amin, putra Teungku Chik di Tiro. Semua dikalahkan oleh pemimpin-pemimpin setempat yang kecil-kecil hingga timbul perpecahan. Faktor-faktor ini yang menyebabkan Belanda menang di Banda Aceh.


[Sumber : Harry Kawilarang, Aceh dari Sultan Iskandar Muda ke Helsinki. Bandar Publishing : Banda Aceh, 2008. Hal, 120-121.]

No comments:

Post a Comment