Pages

Thursday, September 27, 2012

WALHI Aceh Apresiasi Pemerintah karena Cabut Izin Perkebunan Kalista Alam

Banda Aceh – Hampir sebulan setelah keputusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Medan yang memerintahkan Gubernur Aceh mencabut Surat Izin Usaha Perkebunan PT Kalista Alam, kini Pemerintah Aceh secara resmi telah mengeluarkan surat pencabutan izin tersebut.
Gubernur Aceh telah mengeluarkan keputusan yaitu Keputusan Gubernur  Aceh No.525/BP2T/5078/2012, tanggal 27 September 2012 tentang Pencabutan Surat Izin Gubernur Aceh No.525/BP2T/5322//2011 tentang Izin Usaha Perkebunan Budidaya (IUP-B) atas nama PT.Kalista Alam seluas 1.605 Ha lokasi di Desa Pulo Kruet Kec.Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya Propinsi Aceh.
Dalam surat tersebut disebutkan yang menjadi dasar pertimbangan pencabutan adalah bahwa berdasarkan Pasal 45A ayat (2) huruf c UU No.5 Thn 2004 tentang Perubahan Atas UU No.14  tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, yang menyatakan bahwa perkara tata usaha negara yang objek gugatannya berupa keputusan pejabat daerah yang jangkuannya Keputusannya berlaku di wilayah daerah yang bersangkutan, maka perkara tersebut termasuk perkara yang tidak memenuhi syarat untukk dilakukan upaya hukum kasasi
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Aceh memberikan apresiasi kepada Pemerintah Aceh yang telah menunjukan perilaku taat hukum. “Perintah dari PTTUN Medan sudah jelas, yaitu gubernur Aceh mencabut izin PT Kalista Alam seluas 1.605 hektar di Rawa Tripa, maka keputusan itu harus dijalankan. Kalau tidak maka pemerintah Aceh bisa disebut melawan hukum,”kata Direktur WALHI Aceh, T. Muhammad Zulfikar.
Rawa Tripa masuk dalam Kawasan Ekosistem Leuser sebagai Kawasan Strategis Nasional dengan fungsi lindung, sebagaimana yang diamanatkan dalam UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan PP No. 26 tahun 2008 dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.
Pencabutan izin itu memberikan sinyal kepada pengusaha ‘nakal’ untuk tidak bermain-main dengan hukum dan peraturan di Aceh. “Ini penting supaya ada kepastian hukum dalam berusaha dan berinvestasi Aceh sehingga memberikan keuntungan bagi masyarakat,”kata T. Muhammad Zulfikar.
Menurut WALHI Aceh sebenarnya sangat banyak alasan untuk mencabut izin perkebunan tersebut tanpa perlu kasusnya bergulir ke pengadilan. Salah satunya adalah PT.Kalista Alam belum membangun kebun plasma kepada masyarakat seluas 30% dari luas lahan mereka. Selain itu Kalista Alam tidak pernah menyampaikan laporan perkembangan fisik perkebunan kepada pemerintah Aceh secara berkala setiap enam bulan sekali kepada dinas terkait baik Propinsi maupun kabupaten.
WALHI Aceh berpendapat sudah selayaknya setiap perusahaan perkebunan yang tidak taat hukum dan peraturan diberikan sanksi tegas. “Tidak perlulah selalu ke pengadilan dulu baru izin dicabut. Asal sudah tidak sesuai perjanjian dan merugikan Aceh, maka perusahaan harus ditindak,”ujarnya kembali.
Menurut catatan WALHI Aceh, perusahaan perkebunan yang bermasalah tidak hanya PT Kalista Alam semata namun banyak perusahaan lain yang bermasalah, mulai dari penyerobotan lahan, operasional mendahului izin, tidak membuka kebun plasma hingga membakar hutan.
WALHI Aceh meminta agar Pemerintah Aceh secara tegas mengevaluasi kembali seluruh perusahaan yang berada di Rawa Tripa. “Hasil evaluasi akan  menentukan arah kebijakan selanjutnya di lahan gambut tersebut di masa depan, terutamanya untuk perlindungan lingkungan,”T. Muhammad Zulfikar.
 

No comments:

Post a Comment