Pages

Monday, April 8, 2013

Tun Sri Lanang, Raja Pertama Samalanga

Potret Tun Seri Lanang
Tun Sri Lanang (bernama asli Tun Muhammad Anak Tun Ahmad, lahir di Selayut, Batu Sawah, Johor Lama, pada tahun 1565 M), adalah di antara sekitar 22.000 tawanan perang yang ditahan pasukan Sulthan Iskandar Muda (1607-1636) dalam penyerbuan ke Semenanjung Malaya pada 1613 M dan kemudian dibawa ke Aceh. Menurut Linehan (1936), Pemerintahan Sultan Iskandar Muda memindahkan sekitar 22.000 penduduk Semenanjung Melayu ke Aceh dikarenakan penduduk Aceh telah berkurang drastis karena perang selama 130 tahun. “The whole territory of Acheh was almost depopulated by war. The king endeavoured to repeople the country by his conquests. He transported the inhabitants from Johore, Pahang, Kedah, Perak and Deli to Acheh the number of twenty-two thousand persons.” (Linehan, W. 1936). Sebagian besar dari ke 22.000 warga pindahan itu ditempatkan di Samalanga (Kab. Bireuen) dan Seulimuem (Kab. Aceh Besar).

Saat ditawan, Tun Sri Lanang sedang menjabat sebagai Bendahara kepada Paduka Raja Tun Muhammad Orang Kaya Kerajaan Johor Lama di Batu Sawar, Pewaris Kerajaan Kesultanan Melaka, 1557 - 1613 M. Tun Sri Lanang, selain seorang Bendaharawan, juga adalah seorang penulis. Ketika ditawan dan dibawa ke Aceh pada 1613 M, Tun Sri Lanang telah menuliskan sebagian dari naskah Sulalatus Sulatin yang kemudian dirampungkannya di Aceh.

Pada 1613 M, beliau kemudian diangkat oleh Sultan Iskandar Muda Meukuta Alam menjadi Raja Perdana Ulee Balang Pertama VI Mukim Negeri Samalanga Aceh Darussalam dengan gelaran Datuk Bendahara Tun Muhammad Seri Lanang, setelah untuk beberapa lama menjabat sebagai Penasihat Sultan dengan gelar Orang Kaya Datuk Bendahara Sri Paduka Tun Sebrang, dan Sulthan Iskandar Muda memberikan wilayah kekuasaannya di Samalanga yang dibatasi dengan Krueng Ulim dan Krueng Jempa (AK Yakobi: 1997: 40 – 48).

Tun Sri Lanang adalah orang yang membangun Mesjid Raya Samalanga pada abad XVII. Peletakan batu pertama untuk Mesjid tersebut dilakukan oleh Sultan Aceh Darussalam ke-22, Sultan Iskandar Muda Meukuta Alam. Mesjid raya ini sekarang dikembangkan oleh lembaga MUDI MESRA (Ma'had 'Ulumul Diniyah Mesjid Raya) Pimpinan Tgk. Hasan Noel yang pada saat ini memiliki sekitar 3.000 santri.

Rumah bekas kediaman Raja Samalanga pertama ini, dikenal sebagai “Rumoh Krueng”, telah dipugar meskipun beberapa bagian masih menggunakan kayu dasarnya dan sudah terlihat keropos dimakan rayap. Di sebelah kirinya, berjarak sekitar 50 meter, disemayamkan jasad Tun Sri Lanang dan orang-orang dekatnya, pada satu kompleks pekuburan yang sederhana.

Tun Sri Lanang, sang pengarang kitab Sulalatus Salatin, bacaan wajib di sekolah-sekolah Melayu, dikenang juga dengan gelaran tidak resmi "Gajah Mada Dunia Melayu". Di antara kesamaan Tun Sri Lanang dengan Gadjah Mada (sepertinya nama sebenarnya) adalah, 1) penyatuan, Gajah Mada menyatukan pulau-pulau di Nusantara, sementara Tun Sri "menyatukan" Melayu karena menurunkan garis keturunan bangsawan di Malaysia dan di Aceh. Di Malaysia, garis keturunannya di antaranya adalah Sultan-sultan Pahang, Johor, dan Selangor. Sedangkan di Aceh, telah ada keturunan ke – 8 Beliau yang saat ini juga Ketua Yayasan Tun Sri Lanang, Pocut Haslinda Syahrul; dan 2) ajal: sama-sama meninggal di Aceh, Tun Sri meninggal di Samalanga pada 1659 M, sementara Gadjah Mada di Manyak Payet, Tualang Cut, Kuala Simpang.
Poto-poto Istana Tun Seri Lanang yang juga dikenal sebagai Rumoh Krueng (Rumah Sungai) dan sekitarannya. (Klik untuk memperbesar).
Istana Yang disebut juga "Rumon Krueng"




Bagian bawah bangunan, seadanya.



Balai mengaji di depan rumah.


Balai mengaji di depan rumah.

Entahlah ini apa, saya menyebutnya PUING. :D

Tangga depan.

Beberapa bagian masih menggunakan bahan dasarnya, dan sudah keropos

Lelabah

"Hati-hati melangkah," kata anak muda yang jaga di sini. :D


Poto-poto komplek pemakaman keluarga Tun Seri Lanang.




|Sumber : visit-aceh-2013.blogspot.com|

No comments:

Post a Comment